Syahrul Yasin Limpo Jadi Profesor
Membaca Medan Pengabdian Selanjutnya Setelah Syahrul Yasin Limpo Jadi Profesor (1)
Boleh jadi,langgam politik Prof Syahrul yang dekat, terbuka, dan penuh inisiatif itulah yang menjadikan kariernya moncer
Di lembaga ini, dia satu-satunya yang berasal dari birokrat, bersama para tokoh dan ahli seperti Prof Kuntoro Mangkusubroto, Imam Prasodjo, dan yang lainnya, aktif memberikan pertimbangan kepada presiden terkait hal-hal yang strategis permasalahan negeri ini.
Saat konfilk Papua mulai terekskalasi, Prof Syahrul hadir meyakinkan masyarakat, khususnya kelompok Paguyuban Nusantara untuk tidak menjadi milisi, agar mencegah bentrok dengan warga setempat.
Meski pada awalnya, banyak kekhawatiran akan terjadi chaos. Namun, saat itu berkat mediasi kelompok akhirnya tidak terjadi. Kalaupun masih terjadi letupan-letupan kecil sampai sekarang, pemerintah tidak henti-henti berupaya melakukan berbagai pendekatan sehingga tercipta damai di tanah Cenderawasih ini.
Kini, SYL sudah separuh jalan tugasnya sebagai Mentan. Berbagai capaian berhasil ditorehkan. Di tengah itu, boleh saja kita tanyakan kepadanya, pertanyaan yang sama saat dia setelah selesai tugas jadi Gubernur tiga tahun lalu: “hendak kemana setelah tidak lagi jadi Mentan?”
Yang paling bisa menjawab tentu saja SYL sendiri. Namun, boleh saja, saya, Anda atau siapa saja warga Sulsel berharap dan membaca ke mana arah hendak tokoh yang sering disebut sang Komandan politik ini.
Menarik membacanya dalam konteks profil Prof Syahrul secara keseluruhan, dari aspek keluarga, jejak akademik, karir birokrasi, hingga organisasi politik. Ditambah lagi dengan lamanya waktu dan ragam apresiasi yang pernah diraihnya.
Dari rentetan jabatan dan kepercayaan politik yang pernah diiembannya, saya kira kita akan bersepakat dengan jalan hidup yang dipilih politisi gaek yang dikenal dengan orator ini.
Apa itu? Sesuai di paragraf awal, yakni: pengabdian.
Betapa tidak, pengabdian bagi SYL seperti menjadi magic word untuk dia menolak berhenti, memompa terus energi, dan tentu saja berpikir kreatif untuk melakukan yang terbaik bagi rakyat. Usia boleh jadi tidak lagi muda, mengabdi kepada rakyat tetap yang utama.
Di satu kesempatan dia pernah menyampaikan, “saya ini orang pekerja dan fokus. Kepada orang: kau butuh saya tidak, kalau butuh saya, saya siap mengabdi dengan semua ilmu dan pengalaman yang dimiliki, keberpihakan pada negeri ini di atas segalanya.”
Entah jabatan apa lagi setelah ini, yang jelas segudang pengalaman dan pengetahuannya di organisasi, partai politik, hingga birokrasi pemerintahan, akan memberikan banyak nilai tambah dan manfaat bagi generasi berikutnya seraya mengambil dan menyelami kedalamannya.
SYL dalam keluasan pengalamannya itu tetaplah seorang dengan pribadi yang rendah hati, terbuka pada setiap aspirasi, dan selalu terinspirasi untuk melakukan perubahan.
Jabatannya yang tinggi dan pengalamannya yang luas tidak lantas membuatnya jemawa, dia tetaplah berpijak di bumi, merangkul rekat rakyatnya, dan luwes dalam pergaulan politiknya. SYL tumbuh dengan kelebihan dan kekurangannya.
Sebelum populer istilah politik pencitraan, SYL boleh jadi politisi yang dikenal terbiasa memeluk setiap kawan lamanya, menyapa dan bertanya kabar tentangnya, dan menyingsingkan baju turun membantu mengatasi masalah rakyatnya.
Bukan saat mau pemilu saja, atau bahkan saat ada maunya saja. Dia memang tumbuh dengan karakter politiknya yang khas: kerap menyapa dan merangkul sahabatnya.