Munarman
Munarman Eks FPI Akan Dituntut Hari Ini, Pertanyaannya pada Ahli Pidana Terungkap Kembali
Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan membacakan tuntutan terhadap mantan Sekretaris Front Pembela Islam (FPI) Munarman hari ini
TRIBUN-TIMUR.COM - Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan membacakan tuntutan terhadap mantan Sekretaris Front Pembela Islam (FPI) Munarman, hari ini, Senin (14/3/2022).
Humas PN Jakarta Timur, Alex Adam Faisal dalam keterangannya, Minggu (13/3/2022) mengatakan, agenda sidang hari ini adalah pembacaan tuntutan dari jaksa.
Semenara itu, Kuasa hukum Munarman, Aziz Yanuar, mengatakan, pihaknya sudah siap menghadapi tuntutan.
"Bebaskan Munarman dari seluruh tuntutan. Hentikan dugaan rekayasa terorisasi dan kriminalisasi aktivis dan oposisi," kata Aziz dalam keterangannya.
Pada persidangan terakhir, Senin (7/3/2022) pekan lalu, terdakwa Munarman menyinggung Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Mulanya, Munarman bertanya kepada ahli pidana berinisial M terkait larangan gerakan ISIS di Indonesia.
Munarman kemudian membacakan artikel BBC Indonesia berjudul "Pakar hukum: Pendukung ideologi ISIS tidak bisa diadili" yang terbit pada 24 Maret 2015.
Narasumber di artikel itu adalah M. Ia bertanya apakah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 bisa digunakan untuk menjerat suatu peristiwa yang terjadi pada 2015.
Dalam hal ini, Munarman disebut terlibat dalam tindakan terorisme lantaran menghadiri sejumlah agenda pembaiatan anggota ISIS di Makassar, Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, pada 24-25 Januari dan 5 April 2015.
Munarman kembali bertanya apakah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 bisa digunakan untuk menjerat peristiwa yang terjadi di masa lampau, sedangkan UU baru diperbarui pada 2018.
"Apakah bisa Undang-Undang, paradigma atau cara pandang yang digunakan oleh UU baru yang tahun 2018, diterapkan ditarik mundur pada satu peristiwa yang pada saat itu belum ada aturan hukumnya?" tanya Munarman.
"Tidak bisa, itu namanya pertimbangan asas legalitas," jawab M.
Adapun Munarman didakwa tiga pasal, yakni Pasal 13 huruf c, Pasal 14 juncto Pasal 7, dan Pasal 15 juncto Pasal 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Ia disebut telah terlibat dalam tindakan terorisme lantaran menghadiri sejumlah agenda pembaiatan anggota ISIS di Makassar dan Kabupaten Deli Serdang pada 24-25 Januari dan 5 April 2015.
Pembaiatan Anggota ISIS
Ahli hukum pidana berinisial M menyebutkan, terdakwa Munarman tidak bisa dipidana karena menghadiri acara yang diduga pembaiatan anggota ISIS di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 24-25 Januari 2015.
Itu diungkapkan M saat dihadirkan sebagai ahli meringankan terdakwa dalam sidang lanjutan dugaan tindak pidana terorisme di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (7/3/2022).
Awalnya, Munarman ingin meluruskan pernyataan-pernyataan yang menyatakan dirinya ikut berbaiat.
"Ini seolah-olah digiring bahwa setiap saya hadir, ada baiat dan saya menyuruh baiat. Seolah- olah begitu fakta yang digiring, dan ini sebetulnya untuk konsumsi media. Makanya perlu saya luruskan selain untuk persidangan, juga buat media," ujar Munarman.
Ahli Meringankan
Saat hadir di UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan, pada 6 Juni 2014, Munarman mengaku hanya hadir sekitar 10 menit.
Ia juga tidak ikut acara selanjutnya yang diduga menjadi kegiatan baiat.
"Satu orang hanya menyatakan saya ikut baiat, kemudian diceritakan ke orang lain. Itulah yang dianggap saya ikut hadir. Padahal faktanya (saya) tidak ikut baiat dan saya tidak tahu itu pertemuan apa, untuk mendukung ISIS atau bukan," ujar Munarman.
Munarman mengaku hadir dalam acara itu karena kebetulan rumahnya dekat.
"Saya bukan sebagai pembicara, bukan sebagai orang yang ikut baiat," kata Munarman.
Eks Sekretaris Front Pembela Islam (FPI) itu kemudian menjelaskan posisi dirinya saat acara di Makassar, 24-25 Januari 2015.
Pada acara 24 Januari 2015, Munarman mengaku memberikan materi merujuk dokumen NIC Mapping Global Future Amerika Serikat.
Dokumen itu, lanjut Munarman, memprediksi munculnya kekhilafahan Islam yang akan menentang peradaban Barat pada 2020.
"Saksi kami yang lain menyatakan tidak ada baiat (dalam acara itu). Saya bawakan tema khilafah itu berdasarkan dokumen yang dimiliki oleh AS, bukan hasil buah pemikiran saya untuk mewujudkan khilafah. Saya beri tahu kepada audiens bahwa AS pada 2020 mendesain ada sebuah kekhilafahan," ujar Munarman.
Munarman lantas bertanya kepada M.
"Ini analisis saya bahwa itu akan dimusnahkan oleh AS. Apakah itu pidana bercerita seperti itu?" tanya Munarman.
"Kalau berdasarkan keterangan tersebut, fakta yang ada, itu analisis. Sesuatu tidak bisa dipidana," jawab M.
Munarman kemudian menjelaskan posisi dirinya pada acara 25 Januari 2015. Dalam acara itu, ia menjelaskan konsep-konsep syariat Islam.
"Kemudian kewajiban yang perlu membutuhkan negara, kekuasaan negara. Saya tidak sebut ISIS, kekuasan negara atau state, daulah dalam bahasa arab yaitu kekuasaan syariat yang terbaik dengan hukum pidana," kata Munarman.
"Apakah ini perwujudan mewujudkan ISIS? Apakah itu pelanggaran pidana, saya menerangkan seperti itu?" tanya Munarman kepada M.
"Menurut ahli (saya) tidak masuk pelanggaran pidana. Ahli pun mengajar sama seperti itu," jawab M.
Munarman didakwa tiga pasal, yakni Pasal 13 huruf c, Pasal 14 juncto Pasal 7, dan Pasal 15 juncto Pasal 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Ia disebut telah terlibat dalam tindakan terorisme lantaran menghadiri sejumlah agenda pembaiatan anggota ISIS di Makassar, Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, pada 24-25 Januari dan 5 April 2015.
Diketahui organisasi teroris ISIS muncul di Suriah sekitar awal 2014 dan dideklarasikan oleh Syekh Abu Bakar Al Baghdadi.(*)