Konflik Rusia Ukraina
Puslitbang CPCD Unhas: Prediksi Konflik Ukraina-Rusia
Menurut Muhammad Rizal, Rusia tidak memandang tindakannya sebagai ‘invasi’ tetapi sebagi reunifikasi dan pengamanan warga dan aset dalam Ukraina.
Oleh: Rifqy Tenribali Eshanasir
Junior Researcher di Puslitbang CPCD Unhas
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Center for Peace, Conflict & Democracy (CPCD) Universitas Hasanuddin atau Pusat Penelitian danPengembangan (Puslitbang) Perdamaian Konflik danDemokrasi Unhas bekerjasama denganUnhas SDGs Centre dalam menyelenggarakan Peace & Democracy Colloquium Seri 9 pada jam 13:00 WITA, Kamis tanggal 3 Maret 2022.
Tema webinar adalah “Konflik Ukraina - AncamanPerdamaian Dunia”. Di Peace & Democracy Colloquium 9 hadir 2 narasumber, yakni AgussalimBurhanuddin SIP MIRAP (Peneliti CPCD/Dosen Departemen Hubungan Internasional Universitas Hasanuddin) dan Muhammad Rizal SIP MA (Alumni RUDN/People Friendship University of Russia, Moscow).
Colloquium dibuka dan dimoderatori oleh Nurjannah Abdullah SIP MA (Dosen Dep. Hubungan Internasional, Universitas Hasanuddin).
Materi pertama dibawa oleh Muhammad Rizal yang berjudul ‘Apa yang Sebenarnya Terjadi dengan Rusiadan U Kray Na?’
Dia membuka materi dengan sejarahUkraina sebagai Pintu Gerbang Masuk Imperial Rusiadan memaparkan tentang golongan etnis di Ukrainadimana semakin ke timur semakin mirip suku orang Rusia.
Kemudian, Rizal mencerita tentang sejarahhubungan antara Ukraina dan Rusia pasca-kemerdekaanUkraina.
“Hubungan terbuka antara kedua negara dimulai bulanFebruari tahun 1991, dan kebetulan sekarang telahberakhir di bulan Februari tahun 2022.”
Berikutnya, ia menjelaskan tentang kronologi krisis Rusia Ukraina. Yakni dari demonstrasiEUROMAIDAN, masuk aneksasi Rusia di Krimea danmunculnya kelompok separatis dari Luhansk danDonetsk, serta operasi militer Rusia di Ukrainasekarang.
Ia menjelaskan bahwa meskipun banyak tindakan Rusia dapat dianggap sebagai agresi, adapun tindakan agresi dari pihak barat dan NATO seperti latihan militer di perarian dekat Rusia.
Menurut Muhammad Rizal, Rusia tidak memandang tindakannya sebagai ‘invasi’ tetapi sebagi reunifikasi dan pengamanan warga dan aset dalam Ukraina.
Rizal mengungkapkan bahwa tindakan pembantaian etnis Rusia di Donbas pada delapan tahun lalu dengan korban 13,000 korban menjadi salah satu bukti utamaPemerintah Rusia atas melakukan tindakan pengamananatas warga etnis Russia yang bermukim di wilayahUkraina.
Selain itu, Rizal juga menyampaikan bahwa ekspansiNATO ke Eropa Timur dimana mereka bahkanmeyediakan berbagai senjata kepada Ukraina yang sangat berdekatan dengan Rusia. Bahkan, adanyakelompok-kelompok neo-NAZI dan fasis di Ukrainajuga mengakibatkan Rusia ambil tindakan militer.
Rizal mengakhiri materi dengan menjelaskanpentingnya untuk memahamai konflik ini dari keduapihak, terutama karena Rusia sering cepat diasumsikansebagai ‘pihak yang jahat’ dalam media barat.
Menurutnya, buruknya komunikasi media PemerintahRusia menjadi kelemahan posisi bargaining Rusiadalam konflik Ukraina ini.
Berikutnya, Agussalim memulai materi denganmenjelaskan bahwa bantuan perlengkapan senjata di Ukraina yang disediakan oleh NATO adalah hanyauntuk persiapan terhadap agresi Rusia.
Kemudian, iamenjelaskan bahwa kelompok ultra-asionalis di Ukraina itu sangat kecil dan terbentuk sebagai reaksiperlawanan setelah demonstrasi EUROMAIDEN dananeksasi Krimea oleh Rusia.
Selanjutnya Agussalim memaparkan bahwamenganalisi konflik Rusia Ukraina sebaiknyamenggunakan dua paradigma kajian hubunganinternasional, yaitu idealis dan realis.
Perspektifidealisme fokus pada nilai-nilai moralitas. Selanjutnyapada kacamata realisme, dimana kepentingan dankeamanan negara itu prioritas teratas denganmempertimbangkan konteks sosial, budaya dan sejarah.
Menurut Agussalim, selama ini mayoritas media danorang-orang melihat konflik Rusia Ukraina dariperspektif idealisme dengan mengutuk serangan militer Rusia ke Ukraina dan menimbulkan korban jiwa di masyarakat sipil serta mendorong semua orang untukmeninggalkan Ukraina dan mencari tempat lebih amanuntuk keluarganya.
Tentu kita semua mengutuk segalabentuk kekerasan dan perang yang menimbulkankorban jiwa.
Namun jika kita menggunakan pandangan realisme ini, kita dapat lebih memahami alasan Rusia melaksanakanoperasi militer di Ukraina.
Meskipun perang dingintelah berakhir, namun pertentangan antara sekutuAmerika Serikat dengan organisasi NATO dan Rusiaserta negara persemakmuran bekas Uni Soviet masihberlangsung sampai saat ini. Hanya saja saat ini tidakadalagi pertentangan ideologi Kapitalisme Liberal vs Sosalisme Komunisme.
Beberapa negara bekas Uni Soviet telah bergabung ke NATO, seperti Belarus, Estonia, Latvia dan Slovakia.
Hingga saat ini NATO terus melakukan ekspansi dan menerima negara-negarabekas Uni Sovier untuk bergabung, termasuk Ukraina.
Kondisi ini membuat Putin kurang senang dan memintaNATO untuk tidak menerima Ukraina sebagai anggotaNATO untuk saling menghormati kedaulatana negaradan Kawasan.
Namun NATO menyatakan untukmenolak saran tersebut dan tetap membuka peluangUkraina untuk bergabung.
Agussalim berpendapat bahwa jika Ukraina bergabungdengan NATO, maka ada kemungkinan banyak senjataanti-tank dan anti-artillery, bahkan mungkin diberikanrudal dan berada di wilayah tetangganya.
Dengan demikian, Putin tidak akan menginginkan pihak musuhberada di halaman rumahnya dan mengancamkedaulatan negara.
Lebih lanjut Agussalim mencoba membandingkankrisis Ukraina dengan Krisis Rudal Kuba di tahun 60-an antara negara Kuba dan Amerika Serikat (AS).
Krisisdimana Kuba yang merupakan tetangga AS yang berafiliasi dengan Uni Soviets. Agussalim menutuppemaparan dengan prediksi perkembangan konflikUkraina.
Menurutnya, dalam perang ada tiga komponenpenting yang harus dipertimbangkan yaitu moral, conceptual dan material.
Moral terkait dengan motivasiyang mendasari pasukan untuk bertempur.
Material adalah peralatan dan teknologi militer yang digunakanselama perang. Conceptual adalah stategi perang yang digunakan untuk memenangkan pertempuran.
Menurut Agussalim, pada sisi moral, sangat jelas Ukraina menang dan Rusia.
Tentara Ukraina akan melakukansegalanya untuk mempertahankan negara dan menjagakeluarganya.
Sementara tentara Rusia mengalamikegamangan dan keraguan dalam melakukan tindakanmiliter.
Namun dari segi material itu terbalik, militernyaRusia jauh lebih kuat. Kekuatan militer Ukraina hanya20 persen dari kekuatan militer Rusia.
KatanyaAgussalim Burhanuddin, sekarang kedua pihak akanberebutan untuk ‘kemenangan konseptual’.
“Menurut saya, yang paling mungkin akan terjadiadalah perang berkepanjangan. Meskipun Rusiamungkin bisa menghancurkan berbagai kota Ukraina, akan sangat sulit untuk mereka menduduki negara itu di jangka panjang. Perang akan dilanjutkan dengan urban gerilya. Skenario terburuk menurut Agussalim adalahkalau NATO mengintervensi secara langsung. Makakondisi dapat memaksakan Putin untuk menggunakansenjata nuklir bukan sebagai senjata deterrence, tetapisebagai senjata pembunuhan massal.”
Perlu diingatbahwa dalam pemungutan suara di UN terkait invasiRusia ke Ukraina kemarin, beberapa negara justruabstain dan mendukung Rusia, yaitu China dan India.
Meskipun demikian, kedua pemateri berharap konflik di Ukraina segera berakhir dan mengusulkan Rusia, Ukraina dan NATO harus ikut terlibat dalam pertemuanperdamaian untuk menemukan solusi terbaik di keduanegara.
Kita juga berharap konflik ini tidak memicuketerlibatan semua negara untuk memperpanas kondisidan memperuncing konflik dan melihat persoalandengan lebih komprehensif dengan lebihmengedepankan perdamaian dan keselamatanmasyarakat sipil.
Sesi diskusi dilanjutnyakan denganlima penanya yang menambah dinamis diskusi CPCD edisi 9 ini. Webinar Peace & Democracy Colloquium 9diikuti sekitar 130 orang dan berakhir pada pukul 15:30 WITA.(*)