Trending Twitter
Dian Sastro Trending Twitter, Masa Lalu Ibnu Sutowo dan Adiguna Sutowo Sang Mertua Kembali Dikuliti
Bersamaan viralnya rumah Dian Sastro, masa lalu kakek mertua dan mertua Dian Sastro yaitu konglomerat Ibnu Sutowo dan Adiguna Sutowo juga dibahas.
Selain media massa, MRA juga merambah bisnia lainnya seperti restoran, importir kendaraan mewah seperti Ferrari, hingga perhotelan.
Dekat dengan Keluarga Cendana
Sosoknya juga dikenal dekat dengan Keluarga Cendana, terutama kedekatannya dengan Tommy Soeharto.
Tak hanya itu, jaringan restoran yang dimiliki MRA antara lain gerai es krim Haagen Dazs, berikutnya adalah Hard Rock Cafe yang berlokasi di Jakarta dan Bali.
Estafet bisnis di bawah MRA saat ini diwariskan kepada anaknya, Maulana Indraguna Sutowo yang saat ini menjabat sebagai CEO PT Mugi Rekso Abadi.
Maulana Indraguna Sutowo tak lain adalah suami dari artis Dian Sastro.
Deretan bisnis Adiguna Sutowo
Dikutip dari Tribunnews, perusahaan Adiguna Sutowo juga mengelola beberapa hotel antara lain Hotel Sultan (dulu Hotel Hilton), Bali Hilton, dan Lagoon Tower Hilton.
Adiguna Sutowo juga dikaitkan dengan kepemilikan Hotel Four Season dan Apartemen Four Season di Bali.
Bisnis hotelnya tersebut dikelola oleh PT Indobulid Co yang merupakan peninggalan dari ayahnya Ibnu Sutowo, seorang purnawirawan jenderal bintang tiga di era Presiden Soeharto.
Penguasaan keluarga Ibnu Sutowo atas sebagian lahan di Senayan, lokasi Hotel Sultan, sempat jadi polemik.
Saat masih bernama Hotel Hilton, hotel mewah itu menjadi sorotan publik setelah munculnya kasus penyalahan perpanjangan hak guna bangunan (HGB) Hotel Hilton tahun 2002 lalu.
Perpanjangan hak guna itu diduga menyalahi prosedur karena dilakukan tanpa izin dari Badan Pengelola Gelora Bung Karno sebagai pemegang hak pengelolaan lahan kawasan Senayan yang merupakan kepanjangan tangan negara.
Dikutip dari laman DJKN Kementerian Keuangan, masalah lahan Hotel Sultan membuat aset negara itu terancam lepas dari kepemilikan pemerintah.
Ini setelah BPN memberikan izin perpanjangan HGB tanpa persetujuan Sekretariat Negara (Setneg) selaku pemegang Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas tanah negara.