Sutera Sengkang
Dari Ulat Jadi Kain yang Indah, Inilah Sutera Sengkang, Diminati Pasar Lokal hingga Mancanegara
Motifnya yang khas membuat Sutera Sengkang diminati, tak hanya pasar lokal tapi juga mancanegara.
Diwariskan Secara Turun Temurun
Tidak ada yang bisa melacak sejak kapan masyarakat Wajo menggeluti aktivitas menenun.
Menurut Ridwan salah satu pengusaha kain sutra di Desa Pakkanna Sengkang, ia pernah menanyakan sejarah pertama orang menenun di Kabupaten Wajo.
"Jawaban mama saat itu juga sama, pernah ditanyakan ke mamanya, nenekku dan jawabannya sama juga ternyata. Jadi artinya sudah lama sekali dan tidak terlacak," ungkapnya.
Walaupun alat tenun saat ini kian canggih.
Namun masyarakat di Desa Pakkanna tetap menggunakan tenaga manusia.
Menurut Ridwan, peralihan alat tenun dari manual ke alat tenun bukan mesin (ATBM) sendiri dimulai pada 1951.
Meski menggunakan alat tenun bukan mesin, Ridwan tetap menjaga keaslian motif dan corak khas kain sutera Sengkang.
Sedangkan penggunaan bahan baku sutra, tergantung ketersediaan karena tak banyak masyarakat yang beternak kokon sutra.
Tapi Ridwan berharap dengan komitmen Pemerintah Provinisi Sulawesi Selatan untuk memperkuat persutraan lokal, kejayaan sutera Sengkang bisa kembali bersinar.
Untu harga kain sutera asli yang terbuat dari benang ulat sutera bisa mencapai jutaan rupiah per meternya, tergantung dari kerumitan motifnya.
Namun ada juga kain tenun sengkang dengan harga terjangkau.
Tapi tentu saja kualitasnya tak sebanding dengan kain tenun yang terbuat dari sutera.
Penenun adalah ibu rumah tangga
Selain di Desa Pakanna, salah satu sentra pembuatan tenun Sengkang ada di Dusun Empagae, Desa Assorajang.