FKPT Sulsel
13 Pondok Pesantren Disebut Terafiliasi ISIS Begini Tanggapan Ketua FKPT Sulsel KH Muammar Bakry
Dalam pesan berantai itu, sebanyak 13 pondok pesantren atau pengajian di Sulawesi Selatan (Sulsel) yang terafiliasi organisasi terlarang tersebut.
Penulis: Kaswadi Anwar | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Beredar pesan berantai di sejumlah grup WhatsApp menyebut sejumlah pondok pesantren terafiliasi dengan ISIS di Indonesia.
Dalam pesan berantai itu, sebanyak 13 pondok pesantren atau pengajian di Sulawesi Selatan (Sulsel) yang terafiliasi organisasi terlarang tersebut.
Disebut pula, bahwa pesan berantai itu bersumber dari rilis Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Namun, Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Komang Suartana yang dikonfirmasi, belum membenarkan.
"Belum ada," singkat Kombes Komang Suartana saat dikonfirmasi via WhatsApp, Jumat (28/1/2022) siang.
Sementara Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Sulawesi Selatan, FKPT Sulsel, Dr KH Muammar Bakry menilai jika lembaga resmi yang merilis data tersebut, maka tentu secara bertanggung jawab ada alasannya.
Pesantren dalam rilis yang ditenggarai berafiliasi, tentu juga punya hak menyampaikan dan membuktikan bahwa itu tidak benar.
"Biarlah pihak yang merilis membuktikan dengan data yang dimiliki. Tentu dengan standarisasinya. Pesantren juga membuktikan bahwa mereka tidak terkait dengan afiliasi itu. Masyarakat diharapkan melihatnya secara bijak," kata Dr KH Muammar Bakry melalui telepon, Jumat (28/1/2022).
Lanjutnya, jika memang BNPT yang merilis, tentu mereka tidak sembarangan. Ada data jelas dimiliki.
Misalnya, komunikasi, koneksi dan seterusnya sampai pada jaringan-jaringan secara personal.
"Itu menjadi standar pihak lembaga tertentu dalam melakukan penilaian," ujarnya.
Bagi pesantren, Sekretaris MUI Sulsel ini menyarankan untuk membuktikan bahwa mereka tidak terafiliasi dengan organisasi terlarang.
Misalnya dari kurikulum yang pro terhadap negara kesatuan. Ada toleransi dalam kurikulumnya.
Jangan sampai dalam kurikulumnya mengarah ke sistem politik yang bertentangan dengan negara kesatuan, bertentangan dengan nilai toleransi dan nilai kemanusiaan.
"Itu standar, jangan sampai versi jihadnya memang berbeda dengan versi jihad sebenarnya," jelas KH Muammar Bakry.
Untuk pemerintah, kata Muammar, punya tugas menjaga keamanan dan ketentraman masyarakat. Jangan sampai ada kejadian teror yang terjadi, pemerintah kembali disalahkan.
"Kita saling mendukung, masyarakat mendukung pemerintah dan pemerintah berkewajiban menjaga hubungan masyarakat. Kalau ada potensi perpecahan di situlah pemerintah lakukan tindakan antisipatif," ucap KH Muammar Bakry yang juga Sekretaris Umum MUI Sulsel dan Imam Besar Masjid Al Markaz Al Islami Jenderal M Jusuf.(*)