Opini Tribun Timur
Minyak Goreng
Tetapi baru-baru ini minyak goreng ketahuan menjadi sebuah masalah serius dan kompleks di negeri kompleks ini.
Oleh: Abdul Karim
Majelis Demokrasi & Humaniora
Negeri ini kaya minyak, karena memang sumber minyak.
Tetapi baru-baru ini minyak goreng ketahuan menjadi sebuah masalah serius dan kompleks di negeri kompleks ini.
Pemerintah mensubsidi minyak goreng dengan harga pasar Rp. 14. 000 per liter.
Pasti jadi rebutan, sebab sebelumnya harga minyak goreng Rp. 40.000 per liter. Ritel-ritel modern pun kebanjiran ibu rumah tangga untuk membeli minyak goreng.
Untuk pertama kalinya minyak goreng jadi rebutan ibu rumah tangga kelas menengah dinegeri ini.
Disitulah kelihatan bagaimana ibu rumah tangga bergantung pada minyak goreng olahan modern.
Berarti selama ini, wajan mereka tak berminyak tanpa menggunakan minyak goreng modern itu.
Mungkin kita menyayangkan itu, sebab rerata ibu rumah tangga itu adalah kaum urban yang punya kampung halaman, setidaknya karib-kerabat mereka ada di sana.
Dan kita tahu, di kampung halaman tumbuh subur pohon kelapa, yang sejak nenek moyang kita digunakan untuk memproduksi minyak goreng.
Tetapi kehadiran minyak goreng modern sejak awal 1990-an itu mengalihkan perhatian warga.
Minyak goreng olahan industri kelapa sawit itu hadir di pasar domestik nyaris tanpa kendali.
Seiring itu, invesatasi perkebunan kelapa sawit pun dipompa sekeras mungkin. Dan, kerusakan lingkungan akibat investasi itu maju melaju.
Bencana alam lalu datang, kita menganggapnya murka Tuhan, padahal pemicunya adalah kerusakan lingkungan karena investasi yang over dosis.
Minyak goreng modern lantas tumpah ruah di dapur-dapur warga. Licin sudah dapur-dapur mereka.
Kian berpalinglah penduduk pada minyak modern itu lantaran hypnotis iklan minyak goreng modern itu kian gencar diiklankan.
Pagi, siang, malam hingga pagi lagi iklan pariwara minyak goreng modern tak pernah letih menggoda di layar TV.
Lalu dimana minyak goreng bikinan warga di kampung-kampung ? Pelan-pelan minyak goreng kampung termarginalkan.
Dipasar-pasar tradisional, minyak goreng kampung yang terbuat dari kelapa asli itu memang masih tampak.
Tetapi kini mulai, lemah peminat. Apalagi, ia hanya tersedia dipasar-pasar tradisional, bukan di pasar ritel modern sebagaimana halnya minyak goreng modern itu.
Warga kelas menengah--bahkan sebagian orang-orang pedesaan pun kini hijrah ke minyak goreng modern.
Apalagi citra negatif minyak goreng kampung selalu dikonstruk dengan menyebut bahwa minyak goreng kelapa asli itu tidak menyehatkan, mengandung kolestrol tinggi, tidak bermutu, dan berbagai citra buruk lainnya.
Padahal, minyak goreng kelapa asli itu jauh lebih menyehatkan dibanding minyak goreng industri modern.
Sejak dulu, minyak goreng kelapa kampung tak hanya digunakan untuk keperluan masak-memasak. Tetapi juga digunakan sebagai herbal pengobatan dan perawatan kesehatan rambut.
Jauh sebelum Shampo menyerang misalnya, orang-orang dulu menggunakan minyak goreng kelapa asli kampung untuk merawat rambut dan mengantisipasi ketombe--termasuk pula kutu.
Minyak goreng kelapa asli pun seringkali dijadikan bahan untuk minyak urut.
Termasuk pula untuk mengobati luka luar dengan cara dipanaskan, lalu disapukan pelan-pelan pada luka luar, niscaya luka sembuh tanpa efek samping dan efek depan-belakang.
Dan ketika ada warga yang sakit demam, minyak goreng kelapa asli lah solusinya.
Caranya, warga dikampung mencampurnya dengan bawang merah yang telah di irisi-iris. Lalu dibalurkan pada penderita demam, niscaya sembuh tanpa efek samping.
Tahun lalu, saat Covid 19 menggila, beberapa tetangga saya menderita demam tinggi.
Tanpa tes ini dan itu, kusarankan agar mereka mengobati dirinya dengan menggunakan minyak goreng kelapa asli dicampur bawang merah tiga biji yang telah diiris-iris.
Hasilnya, mereka sembuh, lepas dari demam, bebas vonis Virus Covid pula.
Karena itu, sering-seringlah menggunakan minyak goreng asli kampung. Ia lebih harum, dan menyehatkan (berfungsi sebagai obat).
Siap-sedialah minyak goreng kampung di rumah Anda.