Tribun Makassar
Setelah Kios Disegel, Pedagang di Kanrerong Makassar Baru Mau Bayar Listrik
Sejumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kawasan Kanrerong akhirnya membayar tunggakan listrik yang telah ditagih Dinas Koperasi Kota Makassar.
Penulis: Siti Aminah | Editor: Sudirman
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sejumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kawasan Kanrerong akhirnya membayar tunggakan listrik yang telah ditagih Dinas Koperasi Kota Makassar.
Staf Kanrerong, Irawan mengatakan, sudah banyak pedagang yang mau membayar, tetapi belum ada persetujuan dari Pemerintah Kota Makassar.
Sejauh ini, kios atau los mereka masih disegel sementara.
Sebelum melakukan penyegelan, Dinas Koperasi bahkan telah melakukan penagihan kepada masing-masing pedagang.
Baca juga: Satpol PP Makassar Segel 70 Kios Pedagang di Kanrerong Gegara Tak Bayar Listrik
Baca juga: Kepala Bappeda Target Proyek Infrastruktur Makassar Dilelang Awal Februari
Hanya saja, 112 pedagang menolak untuk membayar dengan berbagai alasan.
"Ada yang bilang kalau Pemkot janji untuk menggratiskan, ada juga yang mengeluh karena tarifnya bervariasi dan ada yang betul-betul tidak mau bayar," bebernya.
Belakangan mereka diberi waktu melunasi tunggakan tersebut sampai tanggal 11 Januari.
Namun hanya ada 52 pedagang yang beritikad baik.
"Dari 112, 52 yang membayar pada hari Jumat sampai Senin tanggal 11, jadi 60 los itulah yang disegel," paparnya.
Ia menjelaskan, biaya listrik dan air memang menjadi tanggung jawab para pedagang.
Hanya saja Pemkot Makassar mensubsidi selama dua tahun sejak 2018 hingga 2020.
"Harusnya mulai bayar pada tahun 2021, tapi kita hanya menagih dua bulan terakhir yakni pada periode Oktober dan November," jelasnya.
Hal sama disampaikan Staf UPTD Kanrerong Karebosi, Fandi.
Ia mengatakan jauh hari sebelumnya mensosialisasikan perihal tagihan listrik, namun kesadaran pedagang yang masih kurang atas kewajibannya.
Berbedanya tagihan setiap lapak karena dilihat dari alat elektronik dan pemakaian listrik yang dipakai pedagang.
Bahkan ada yang menggunakan elektronik hingga ribuan wattm
"Memang ada paling tinggi tagihannya sampai Rp800 ribu selama dua bulan karena alat elektroniknya banyak, sound saja itu dia pake sampai 2.000 watt, bel kulkas dan lainnya," tutur Fandi.
Tak hanya itu, juga banyak pedagang yang merubah meteran dan menaikkan watt ke lebih tinggi, padahal sesuai standar di kanrerong harus 450 watt
"Nah itu yang kita tagih lebih tinggi, tetapi menolak, dia ingin diratakan pembayarannya padahal dia lebih banyak menggunakan listrik," ungkapnya.
Menurut Fandi pihaknya telah meminta PLN untuk mengganti meteran dengan prabayar (token) hanya saja watt lebih tinggi minimal 900 watt
"Terlalu tinggi wattnya, pedagang juga menolak, dan sesuai standar harusnya 450 watt saja," jelasnya.
Kendati ada yang disegel, beberapa pedagang masih melakukan aktivitas jual beli di kawasan Kanrerong.
Adapun pedagang yang masih berjualan di lokasi tersebut adalah mereka yang telah melunasi pembayaran listriknya.
Saha satu pedagang yang ditemui Tribun Timur di lokasi, Suriani mengatakan ia masih tetap berjualan karena telah membayar listrik sesuai tagihan.
Tagihan listrik masing-masing los kata dia berbeda, tergantung pemakaian.
"Kalau saya cuma bayar Rp172 ribu, sesuai tagihan," ucapnya.
Meski tak tahu pembayaran tersebut untuk tunggakan listrik berapa lama, tetapi ia bersyukur selama ini sudah diberi subsidi listrik oleh Pemerintah Kota Makassar.
"Lumayanmi itu kalau dua tahun dibayarakan, memang banyak yang tidak mau bayar, tapi saya kubilang ini kewajibanta tidak mungkin pemerintah mau subsidi terus, kita sudah dikasi tempat gratis untuk menjual di sini," bebernya.
Suriani menyampaikan, mulanya ia berdagang di kawasan Pantai Losari, hanya saja ia direalokasi ke Kanrerong, tempat yang telah disediakan pemerintah.
Penghasilan kotor tiap hari selama di Kanrerong bervariasi, mulai dari Rp100 hingga Rp200 ribu. (*)