Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Munarman

Deretan Kontroversi Munarman Tokoh Aksi 212 dan Sekum FPI Era Habib Rizieq: Siram Narasumber TV One

Mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam atau FPI sekaligus tokoh Aksi 212, Munarman kini mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Polda Metro Jaya.

Editor: Edi Sumardi
TRIBUNNEWS.COM/JEPRIMA
Mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam atau FPI sekaligus tokoh Aksi 212, Munarman 

TRIBUN-TIMUR.COM - Mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam atau FPI sekaligus tokoh Aksi 212, Munarman kini mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Polda Metro Jaya.

Dia sedang dipenjara karena kasus terorisme.

Sebelumnya, pada Selasa (27/4/2021), Munarman ditangkap polisi dari Densus 88 Antiteror Polri, di rumahnya, di Perumahan Modern Hills, Cinangka, Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten.

Munarman diduga menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme dan menyembunyikan informasi perihal terorisme.

Hal itu berdasarkan dari rekaman video dimana Munarman menghadiri pembaiatan kelompok terduga teroris Makassar; di kampus UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta; dan di Medan, Sumatera Utara.

Keterlibatan Munarman, Sekum FPI di era Imam Besar FPI Habib Rzieq, dalam gerakan ISIS ini pertama kali keluar dari mulut terduga teroris Ahmad Aulia (AA).

Ahmad Aulia adalah terduga teroris yang ditangkap di Makassar, Sulawesi Selatan ( Sulsel ).

Baca juga: Kabar Tak Baik dari Munarman Tokoh Aksi 212 dan Eks Sekum FPI Era Habib Rizieq Shihab

Kini, Munarman harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.

Delapan bulan di dalam penjara, bagaimana kabar Munarman?

Anggota kuasa hukum terdakwa kasus dugaan tindak pidana terorisme Munarman, Aziz Yanuar membeberkan kondisi terkini kliennya di Rutan Polda Metro Jaya.

Aziz Yanuar mengatakan, saat ini kondisi dari eks Sekum FPI itu dalam keadaan sehat.

Namun, kata dia, Munarman tampak lebih kurus dari biasanya.

"Alhamdulilah sehat, tapi agak kurus saja," kata Aziz saat ditemui awak media di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Rabu (1/12/2021).

Aziz Yanuar juga memastikan, sejauh ini pihaknya dapat menjalani komunikasi secara baik dengan Munarman sebagaimana yang diatur sesuai perundang-undangan.

"Komunikasi terjalin, alhamdulillah dari pihak kepolisian sesuai aturan perundang-undangan, kita berhak melakulan pembelaan di jalur pengadilan," ucapnya.

Seperti apa sosok Munarman?

Munarman lahir di Palembang, Sumatra Selatan, 16 September 1968. 

Dikutip dari arsip pemberitaan Kompas.com pada 6 Juni 2008, Munarman sebelumnya mengawali karier dari bawah.

Dia terjun ke dunia advokasi saat menjadi relawan pada LBH di Palembang tahun 1995.

Selang dua tahun kemudian, kariernya menanjak dengan menjadi Kepala Operasional LBH Palembang.

Namanya mulai menasional saat menjabat koordinator Kontras Aceh pada medio 1999-2000.

Karirnya berlanjut hingga dia menduduki posisi Koordinator Badan Pekerja Kontras dan pindah ke Jakarta.

Dengan sederet jabatan itu, tidak heran jika cabang pendukung pencalonannya menjadi orang nomor satu di YLBHI.

Ketua YLBHI

Dikutip dari arsip pemberitaan Harian Kompas pada 25 September 2002, Munarman, mantan Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), terpilih sebagai Ketua Dewan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) periode 2002-2007.

Dari 24 anggota Dewan Pembina, Munarman memperoleh 17 suara, sedangkan calon lainnya Daniel Panjaitan (Wakil Direktur LBH Jakarta) mendapat enam suara dan satu suara lagi abstain.

Saat menjabat ketua YLBHI 2002-2007, Munarman membuat gebrakan pada dua bulan masa kepemimpinannya.

Dia mengungkapkan kondisi YLBHI yang krisis keuangan.

Apabila tidak ada suntikan dana segar, YLBHI berikut 14 cabang LBH akan kolaps.

Dewan pengurus terpaksa mengambil keputusan kurang populer, yakni memotong gaji para staf 50 persen dan tidak pula membayarkan tunjangan hari raya (THR).

Langkah ini untuk menutup makin menipisnya uang kas YLBHI.

Padahal, setiap bulan YLBHI butuh dana operasional Rp 1,5 miliar. 

Sekretaris Umum FPI, Munarman
Eks Sekretaris Umum FPI, Munarman (DOK KOMPAS.COM)

Pengacara Abu Bakar Ba'asyir

Sebagai pengacara, Munarman pernah menjadi anggota Tim Pengacara pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia Abu Bakar Ba'asyir.

Saat itu, Abu Bakar Ba'asyir terjerat kasus Bom Bali dan divonis 2,5 tahun penjara.

Selepas tidak mendampingi Ba'asyir, Munarman mulai dekat dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Dari HTI, Munarman mulai mengenal sejumlah tokoh Islam, termasuk Ketua FPI Habib Rizieq Shihab.

Dia lantas mendirikan An Nashr Institute.

Sejak saat itu, Munarman menjadi anak buah Rizieq Shihab.

Ia menempati sejumlah posisi di FPI seperti Panglima Komando Laskar Islam yang merupakan kelompok FPI, jubir FPI, hingga terbaru Sekretaris Umum (Sekum) FPI.

Munarman juga ikut menjadi tim kuasa hukum Rizieq Shihab.

Bersama Rizieq Shihab, Munarman pernah divonis penjara masing-masing divonis 1,5 tahun penjara oleh majelis hakim PN Jakarta Pusat pada Oktober 2008.

Saat itu, Munarman menjadi Panglima Komando Laskar Islam (KLI).

Dikutip dari Kompas.com, Majelis Hakim menyatakan, Rizieq Shihab dan Munarman terbukti secara sah menganjurkan untuk melakukan kekerasan terhadap orang atau barang di muka umum secara bersama-sama.

Hal ini terjadi dalam kasus penyerangan terhadap massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan atau AKKBB pada peristiwa Insiden Monas 1 Juni 2008.

Kontoversi Munarman

Munarman ternyata sosok yang penuh kontroversi.

Jubir FPI, advokat, mantan aktivis HAM, mantan ketua umum YLBHI itu pernah dilaporkan dalam kasus penganiayaan hingga pernah dipenjara.

Berikut ini ada sederet kontroversi pria usia 52 tahun yang lahir di Palembang, Sumatera Selatan, 16 September 1968 itu.

1. Perampasan kunci kontak

Pada bulan September 2007 Munarman ditahan di Polsektro Limo, Depok dan menjadi tersangka kasus perampasan kunci kontak, SIM dan STNK sopir taksi Blue Bird dengan pasal 335 KUHP tentang perbuatan yang tidak menyenangkan, dan pasal 368 KUHP tentang perampasan.

Sepulang mengantar istrinya dari rumah sakit terjadi kecelakaan antara mobil Suzuki Grand Vitara miliknya dengan taksi Blue Bird.

Munarman lalu mengambil kunci kontak, SIM dan STNK sopir taksi, Paniran (40).

Pihak Blue Bird melaporkan kasus itu ke Polsketro Limo.

Munarman menolak tuduhan senjata api, dan mengaku bahwa saat kejadian ia tidak membawa senjata api dan hanya membawa mistar besi.

Pengacaranya Syamsul Bahri melakukan penolakan penahanan dan mengajukan penangguhan penahanan serta menjamin kliennya kami tidak akan kabur dari proses hukum.

Munarman sendiri menolak menandatangani berita acara penahanan dan mengancam melakukan aksi mogok makan apabila pengajuan penahanan ditolak polisi.

Gugatan ini kemudian dicabut dan sopir Blue Bird Paniran dan Munarman berdamai.

2. Membunyikan klakson di tengah kemacetan

Pada bulan November 2012 Munarman dikeroyok dua orang lantaran membunyikkan klakson berkali-kali di tengah kemacetan saat keluar dari kediamannya di kawasan Pondok Cabe dengan menggunakan mobil Mistubishi Pajero berwarna merah kearah ke Cinere.

Kedua pengendara sepeda motor yang tidak menyukai tindakannya lalu turun dan terjadi cekcok di tengah kemacetan yang dilerai masyarakat.

Seusainya ketika melewati mobil Munarman, mereka memukul kaca spion mobil Pajero Munarman.

Munarman mengejar dan memepet pengendara motor kemudian berhenti dan turun dari mobilnya.

Namun dua pengendara motor tadi menarik kerah baju Munarman hingga ia jatuh terjengkang, telapak tangannya lecet terkena aspal.

Munarman sempat melapor ke kantor Polsek Pamulang namun karena tidak membuat laporan resmi sehingga dua pengendara motor tadi dilepaskan.

3. Insiden Monas

Munarman menjadi salah seorang penentang keberadaan Ahmadiyah di Indonesia bersama beberapa tokoh - tokoh Islam lainnya yang ada di Indonesia.

Dalam Insiden Monas 1 Juni 2008 terkait dengan penyerangan dan kekerasan yang dilakukan oleh FPI dan Laskar Islam terhadap massa AKK-BB, sekitar 500 orang memukuli peserta apel akbar AKK-BB dan merusak kendaraan bermotor di Monas.

Munarman dalam rekaman pemberitaan di Metro TV pada bulan Juni 2008 Munarman tampil menyatakan akan bertanggung jawab sebagai Panglima Laskar Islam yang menyebabkan insiden tersebut dan meminta polisi untuk tidak menangkap anak buahnya secara diam-diam, dan sebaiknya menangkap dirinya saja sebagai ketuanya.

Tanggal 4 Juni 2008 sekitar 1.500 polisi diturunkan ke Markas FPI di Petamburan Jakarta setelah tidak ada dari pihak FPI yang menyerahkan diri.

Munarman menghilang dan menolak untuk menyerahkan diri.

Ia pun menjadi buronan polisi setelah dijadikan tersangka, dan masuk menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang) nomor teratas bersama beberapa orang yang terlibat dalam aksi tersebut oleh Kepolisian RI (Polri) dan jajaran-jajaran di bawahnya (termasuk seluruh Polda di seluruh Indonesia) untuk diperiksa dan dimintai keterangan akibat terlibat aksi dalam insiden tersebut.

Dalam pelariannya Munarman mengirimkan sebuah rekaman video selama keberadaannya belum diketahui oleh Polri.

Ia mengajukan beberapa syarat untuk menyerahkan diri ke pihak kepolisian, salah satu syaratnya adalah keluarnya SKB (Surat Keputusan Bersama) oleh Pemerintah Indonesia tentang pembubaran Ahmadiyah di seluruh wilayah Indonesia.

Ia juga dicekal untuk tidak boleh berpergian ke luar negeri selama masih menjadi DPO tersebut oleh Pemerintah Indonesia.

Di Cirebon sebanyak 1.000 orang polisi dikerahkan di Cirebon untuk mencari Munarman.

Upaya Munarman untuk menyerahkan diri didampingi Anton Medan dan pengacaranya Syamsul Bahri yang juga menjadi wali dalam pernikahannya pada 6 Juni 2008 batal, padahal beberapa media telah melansir Polisi telah melakukan penangkapan.

Namun Kadiv Humas Polri Irjen Pol Abubakar Nataprawira mengaku pihaknya belum menangkap Munarman dan masih mencarinya.

Munarman kemudian divonis bersalah dan dihukum satu tahun enam bulan atas insiden ini.

4. Insiden penyiraman terhadap narasumber

Pada tanggal 28 Juni 2013, ketika tampil dalam acara live di TV One yakni program Apa Kabar Indonesia Pagi dengan bahasan tentang pembatasan jam malam tempat hiburan di Jakarta, Munarman menyiram muka Sosiolog UI Tamrin Amagola dengan segelas teh setelah terjadi silang pendapat antara keduanya.

Merespons insiden ini, TV One menyampaikan permintaan maaf melalui akun @akipagi_tvone.

Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Ezki Tri Rezeki Widianti menyatakan bahwa hal ini merupakan pelajaran dimana siaran langsung lebih berisiko sehingga kriteria pemilihan narasumber harus lebih jelas.

TV One diminta untuk tidak mengedepankan sensasi dalam memilih nara sumber dan lebih menekankan pada informasi dan pengetahuan apa yang didapat publik dari narasumber yang bersangkutan. Ia juga menyayangkan pemilihan narasumber TV One dengan menyatakan bahwa banyak tokoh ormas lain yang lebih santun yang lebih baik yang bisa diwawancara.

Tamrin sendiri menolak untuk melaporkan tindakan tersebut ke polisi dengan alasan tidak mau melayani tindak premanisme.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved