STIE YPUP
Prodi Manajemen STIE YPUP Kuliah Pemagangan, Bahas Kebijakan BBM Satu Harga
Program Studi Manajemen STIE YPUP Makassar menggelar kuliah pemagangan tema Manajemen Rantai Pasokan Dalam Implementasi Kebijakan BBM Satu Harga
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -Program Studi Manajemen STIE YPUP Makassar menggelar kuliah pemagangan secara virtual zoom dengan tema Manajemen Rantai Pasokan Dalam Implementasi Kebijakan BBM Satu Harga, Selasa (30/11/2021).
Acara ini dihadiri oleh Muhammad Faruq Mustadjab Sales Branch Manager Rayon 4 Semarang PT Pertamina Persero bertindak selaku pemateri, Abdul Sumarlin SE MM selaku Ketua Program Studi Manajemen STIE YPUP, Dyan Fauziah Suryadi SE MM sebagai Moderator, Muhammad Fuad Randy SE MM bertugas sebagai MC.
Turut juga dari unsur pimpinan STIE YPUP Makassar beserta jajarannya, Dosen pengampu mata kuliah pemagangan dan 143 mahasiswa program studi manajemen semester tujuh.
Abdul Sumarlin selaku Ketua Program Studi Manajemen STIE YPUP Makassar dalam sambutannya menyampaikan sangat berterimakasih kepada unsur pimpinan PT Pertamina yang telah menyempatkan hadir memberikan materi kepada mahasiswa prodi manajemen STIE YPUP Makassar.
Ia juga menjelaskan bahwa mata kuliah pemagangan merupakan mata kuliah yang ada di program studi manajemen dengan bobot satu SKS yang wajib diprogramkan oleh seluruh mahasiswa semester tujuh
sebelum pandemi covid-19.
Mahasiswa yang mengambil Program mata kuliah pemagangan itu dilaksanakan dengan melakukan kunjungan ke beberapa instansi dan perusahaan dalam rangka komparasi antara teori dan praktek, akan tetapi karena pandemi covid belum berakhir sehingga dilakukan perubahan bentuk yakni dilakukan secara virtual zoom.
"Ada beberapa perusahaan yang kami surati untuk permohonan kunjungan dalam rangka mata kuliah pemagangan, namun jawabannya masih belum bisa karena masa pandemi,” katanya dalam rilis yang diterima Tribun.
Muhammad Faruq Mustadjab Sales Branch Manager Rayon 4 Semarang PT Pertamina Persero dalam materinya menjelaskan sejak penugasannya di PT Pertamina pada tahun 2012 menghandle produk BBM dan Elpiji yang memfokuskan pada supervisi mulai dari pendistribusian sampai penjualan serta stakeholder manajemen di daerah
Ditinjau dari distribusi BBM dari sisi rantai pasokan jelas Faruq, jika dari teori distribusi BBM itu ada pabriknya ada gudangnya dan ada tokonya
“Kalau dikami pabrik kami namanya kilang yang merupakan tempat mengolah bahan baku menjadi minyak mentah lalu diolah menjadi gesolin, gesoit, Pelumas, aspal dan jadi elpiji, dari pabrik atau kilang kami ini diantar pakai tengker ke gudang atau namanya depot, dan sekarang nama depot ini berubah menjadi intergrated terminal dan view terminal”, ungkapnya
Intergrated terminal merupakan suatu kawasan yang memiliki elpiji dan BBM, sedangkan view terminal hanya memiliki BBM saja
Faruq memaparkan jika minyak dari kilang diantarkan dengan menggunakan tengker ke depot seperti minyak dari Balikpapan dikirim ke daerah Makassar jadi semisal tengkernya sudah tiba di Makassar lalu menyebar ke beberapa daerah seperti pare pare, palopo dan bitung Sulawesi utara yang kemudian dari depot BBM disalurkan ke toko atau SPBU, dan APMS (Agen Premium Minyak Solar) sedangkan untuk elpiji disalurkan ke pangkalan elpiji.
Akan tetapi tidak semua daerah dikirim pakai tengker seperti ada juga daerah dikirim menggunakan pipa dikarenakan jarak yang lumayan dekat seperti di cilacap sehingga dikirim pakai pipa, paparnya
Terkait dengan BBM satu harga tambah pria kelahiran Makassar ini, sebenarnya sudah ada pada era presiden SBY yang namanya program Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang didalamnya sudah dipetakan bahwa tiap tiap wilayah memiliki segmen-segmen sendiri seperti di NTT (Nusa Tenggara Timur) merupakan zonasi kelautan kemudian dari segmen itu dilakukan penyuplaian sepeti energy, dan lainnya sedangkan pada era presiden Jokowi, itu dilaksanakan pemerataan ekonomi dan untuk pertamina sendiri mendapatkan bagian energy.
Faruq menambahkan jika BBM Satu harga ini terbentuk dari grand desain contohnya dari awal BBM satu harga.
“Hal ini terbentuk bahwa Pertamina menerapkan harga jual di SPBU, dan APMS itu sudah satu harga tidak boleh ada outlet diluar dari harga yang kami tetapkan baik itu premium, pertamax, pertalite, karena itu sudah ada regulasinya dan SPBU dan APMS itu sudah terikat kontrak dengan kami, jadi tidak boleh,” katanya