Sosok
Mengenal As’ad Humam, Penemu Metode Iqro' yang Populer di Kalangan Anak-anak
Buku ini ternyata tidak hanya populer di Indonesia, tapi juga di Malaysia, Singapura, dan Brunai Darussalam.
Kala itu, Kiai As’ad Humam yang ikut mengajarkan Qiroati untuk anak-anak di Kotagede menyimpulkan bahwa metode tradisional Baghdadi tidak efektif karena membutuhkan 2-3 tahun untuk penguasaannya.
Sementara itu, metode Qiroati dianggap As’ad memiliki celah yang bisa disempurnakan. Akan tetapi, saran dari As’ad Humam ditolak oleh Kiai Dahlan Salim Zarkasyi karena menganggap metode Qiroati sudah baku.
Menemui jalan buntu, As’ad Humam pun berhenti mengajarkan Qiroati dan berusaha menemukan metode baru. Di bawah pohon jambu sebelah rumah, As’ad Humam terus mencari formula yang tepat.
“Saya sebagai kawan dan anaknya cuma menyediakan kertas dan peralatan tulis. [Jika kertas-kertas itu terbang], kami anak-anaknya, mengumpulkannya kembali. Ini dilakukan bapak selama bertahun-tahun,” ujar Erweesbe Maimanati, anak kedua As’ad, seperti ditulis Majalah Gatra edisi 19 Februari 1996.
Penemuan metode Iqra’ pun kemudian menjadikan Kiai Dahlan Salim Zarkasyi merenggangkan persaudaraannya dengan Kiai As’ad Humam.
Pada 1990, Usep Fathudin yang bekerja di Departemen Agama sampai bolak-balik Semarang-Yogyakarta karena diutus oleh Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji, Andi Lolong Tonang untuk menyelesaikan perseteruan itu.
“Untuk ‘mendamaikan’ keduanya, yang saat itu agak memanas, khususnya dari pihak Semarang,” tulis Usep dalam Majalah Gatra edisi 11 Maret 1993.
Perjalanan Metode Iqro’
Setelah menemukan metode Iqra’, Kiai As’ad Humam bersama Jazir Asp dan dibantu oleh Tim Tadarus Angkatan Muda Masjid dan Mushola (AMM) Yogyakarta mendirikan TK Alquran AMM Yogyakarta pada 16 Maret 1986.
Ahmad Zayadi, dkk dalam Buku Putih Pesantren Muadalah (2020) menulis pendirian TK Alquran AMM itu mendapatkan momentumnya di tengah masyarakat sehingga kemudian mereka juga mendirikan Taman Pendidikan Alquran AMM, Ta’limuq Quran Lil Aulad AMM, dan kursus Tartilil Quran AMM.
Tahun 1988, di tempat tinggalnya di Kampung Selokraman, Kotagede, didirikan Taman Kanak-kanak Alquran (TKA) untuk anak usia 4-6 tahun, dan setahun kemudian didirikan Taman Pendidikan Alquran (TPA) untuk anak usia 7-12 tahun. Dari sini awalnya Iqro’ menyebar dengan cepat sehingga banyak digunakan di banyak tempat.
Ditemukannya Iqro’ jauh memudahkan cara pembelajaran Alquran dasar menjadi lebih efektif dibandingkan dengan metode lama seperti Baghdadiyah yang harus mengeja antara huruf, bunyi, dan harakat.
Berbeda dengan metode tersebut, Iqro yang terdiri dari enam jilid tidak lagi dieja, melainkan menyajikan cara baca dengan sistem (suku) kata. Mula-mula dipilih kata-kata yang akrab dan mudah bagi anak-anak, seperti “ba-ta”, “ka-ta”, “ba-ja”, dan sebagainya.
Setelah itu dilanjutkan dengan kata yang lebih panjang, kemudian kalimat pendek, lalu mempelajari kata yang ada di dalam surat-surat pendek. Semuanya disajikan dengan sederhana sehingga yang belajar, terutama anak-anak bisa mudah mempelajarinya.
Metode Iqro’ terdiri dari 6 jilid dengan variasi warna cover yang menarik minat anak kecil. Menurut Kiai Humam sendiri buku Iqro’ memiliki 10 sifat yaitu bacaan langsung, membuat santri menjadi aktif, dapat diajarkan privat/klasikal, tersedia modul, asistensi, praktis, sistematis, variatif, komunikatif, dan fleksibel. Demikian tulis As’ad Humam dalam Buku Iqra: Cara Cepat Belajar Membaca Alquran, (2000).