Sidang Nurdin Abdullah
Tim Hukum Edy Rahmat Bakal Ajukan Banding
Pendamping hukum eks Sekretaris Dinas PUTR Sulsel, Edy Rahmat, menilai dakwaan terhadap kliennya diskriminatif.
Penulis: Muslimin Emba | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Yusuf Lessy, pendamping hukum terdakwa Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, Eks Sekretaris Dinas PUTR Sulsel, Edy Rahmat, menilai dakwaan terhadap kliennya diskriminatif.
Hal itu diungkapkan pendamping hukum Edy Rahmat, Yusuf Lessy usai membacakan materi pledoi atau pembelaan di Pengadilan Negeri Makassar, Jl RA Kartini, Selasa (23/11/2021) siang.
Menurutnya, pada dakwaan pertama dan kedua terhadap Edy Rahmat tidak terbukti.
"Jadi terkait itu, ada unsur diskriminasi dalam hal penerapan hukum," kata Yusuf Lessy.
"D imana orang-orang yang ikut serta masuk di dalam perantara di sini tidak termasuk Pudjiastuti, Syamsul Bahri. (Padahal) orangnya sama dengan Edy Rahmat, sebenarnya mereka ikut serta," sambungnya.
Dalam perkara itu, pihaknya pun menargetkan Edy Rahmat bakal mendapat vonis bebas.
Vonis bebas itu, kata dia akan diperoleh melalui jalur banding.
"(Target) putus bebas, kan ada banding setelah kemarin sementara dalam proses, ada upaya banding," ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, Sidang dugaan korupsi perizinan proyek infrastruktur Gubernur Sulsel non-aktif Nurdin Abdullah, berlanjut di Pengadilan Negeri Makassar, Jl RA Kartini, Selasa (23/11/2021) siang.
Sidang dipimpin, Hakim Ketua, Ibrahim Palino, anggota Yusuf Karim dan Arief Agus Nindito.
Sidang lanjutan hari ini, terkait pembacaan pledoi atau pembelaan tersangka Nurdin Abdullah dan mantan Sekretaris Dinas PU Sulsel, Edy Rahmat.
Sidang dimulai pukul 10.00 Wita, itu diawali dengan pembacaan pledoi Edy Rahmat.
Materi pledoi dibacakan tim kuasa hukumnya, Yusuf Lessy dan Abdi Manaf.
Dalam materi pembelaan yang dibacakan, terdengar kuasa hukum Edy Rahmat, menekankan peran kliennya.
Bahwa dalam dugaan tindak pidana korupsi itu, Edy Rahmat hanya berperan sebagai perantara.
Sementara, pelaku utama kata dia, adalah Nurdin Abdullah dengan terduga penerima suap dan kontraktor Agung Sucipto sebegai penyuap.
"Pelaku utama dalam dugaan tindak pidana korupsi ini adalah Nurdin Abdullah dan Agung Sucipto, sementara Edy Rahmat hanya berperan sebagai perantara," ucapnya.
Pada sidang pembacaan tuntutan sebelumnya, JPU KPK Zainal Abidin dalam pembacaan tuntutan Edy Rahmat hanya dikenakan satu pasal saja.
"Hanya dikenakan satu pasal 12a UU Tipikor junti Pasal 55 ayat 1 KUHP karena penyertaan dengan Terdakwa Nurdin Abdullah," katanya.
"Kami penuntut umum menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Edy Rahmat dengan pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda Rp250 juta," katanya.
"Dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar, akan diganti pidana kurungan selama 3 bulan," jelas Zainal.
Tuntutan itu lebih rendah dari yang didapatkan Nurdin Abdullah.
"Jadi berbeda kualifikasi pembuktian antara Pak NA dan Pak ER," katanya.
"Kalau Pak NA ada gratifikasinya, ada pasal 2B sedangkan Pak Edy Rahmat tidak ada," jelas Zainal.
Seperti diketahui, Terdakwa dugaan penerima suap dan gratifikasi Nurdin Abdullah dituntut 6 tahun penjara.
JPU KPK Zainal Abidin membacakan surat tuntutan.
"Kami penuntut umum menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Nurdin Abdullah dengan pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda Rp500 juta," katanya.
"Dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar, akan diganti pidana kurungan selama 6 bulan," jelas Zainal.
Lalu, masa kurungan dikurangi seluruhnya masa tahanan. Dan meminta terdakwa tetap di dalam tahanan.
Tidak sampai di situ, KPK juga menuntut Nurdin abdullah dengan pidana tambahan.
Membayar uang pengganti sebanyak Rp3,187 miliar dan 350 ribu SGD," kata Zainal.
"Dengan ketentuan, bila tidak membayar uang penganti selama 1 bulan setelah keputusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita kejaksaan dan dilelang untuk memenuhi uang pengganti," jelasnya.
Bila harta benda terdakwa tidak mencukupi membayar uang penganti.
"Maka dijatuhi pidana selama 1 tahun," ujar Zainal.
Masih ada lagi hukuman tambahan.
"Pencabutan hak dipilih, dalam jabatan publik selama 5 tahun. Terhitung sejak terdakwa menjalani pidana," sambungnya.
"Lalu barang bukti nomor 1 sampai barang bukti nomor 253 dikembalikan kepada JPU untuk dipergunakan perkara lain atas nama Edy Rahmat," jelasnya.
Dan terakhir Terdakwa NA, dibebani membayar biaya perkara Rp7.500.(*)