Tuntutan Nurdin Abdullah
KPK Tuntut Nurdin Abdullah Bayar Uang Pengganti Total Rp 6,8 Miliar, Harta Disita Jika Melanggar
JPU KPK, Zainal Abidin dalam pembacanaan tuntutan mengatakan, "Apabila denda tersebut tidak dibayar, akan diganti pidana kurungan selama 6 bulan,"
MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK melalui Jaksa Penuntut Umum ( JPU ) menuntut Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Tuntutan itu dibacakan dalam sidang di Pengadikan Tipikor, Pengadilan Negeri Makassar, Jl RA Kartini, Makassar, Sulsel, Senin (15/11/2021).
Nurdin Abdullah mengikuti sidang tersebut secara virtual dari Jakarta.
JPU KPK, Zainal Abidin dalam pembacanaan tuntutan mengatakan, "Apabila denda tersebut tidak dibayar, akan diganti pidana kurungan selama 6 bulan," katanya lebih lanjut.
KPK juga menuntut mantan Bupati Bantaeng itu membayar uang pengganti senilai total Rp 6,8 miliar.
"Membayar uang pengganti sebanyak Rp 3,187 miliar dan 350 ribu SGD (setara Rp 3,672 miliar) dengan ketentuan, bila tidak membayar uang penganti selama 1 bulan setelah keputusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita kejaksaan dan dilelang untuk memenuhi uang pengganti," jelasnya.
Baca juga: Jaksa KPK Tuntut Hak Politik Nurdin Abdullah Dicabut, Terancam Tak Bisa Ikut Pilgub Sulsel
Bila harta benda terdakwa tidak mencukupi membayar uang penganti, Maka dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun.
Masih ada lagi hukuman tambahan.
"Pencabutan hak dipilih, dalam jabatan publik selama 5 tahun. Terhitung sejak terdakwa menjalani pidana," sambungnya.
"Lalu barang bukti nomor 1 sampai barang bukti nomor 253 dikembalikan kepada JPU untuk dipergunakan perkara lain atas nama Edy Rahmat," jelasnya.
Dan terakhir terdakwa Nurdin Abdullah, dibebani membayar biaya perkara Rp 7.500.
Dakwaan
Sebelumnya, dalam sidang dakwaan, JPU KPK membacakan dakwaan terhadap Nurdin Abdullah.
Nurdin Abdullah diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Kedua, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana dengan ancaman hukum minimal 4 tahun, dan maksimal 20 tahun, dengan denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Baca juga: Nurdin Abdullah Buka-bukaan Gajinya Lebih dari Setengah Miliar Rupiah Per Bulan
Adapun isi dakwaan JPU KPK yaitu, terdakwa Nurdin Abdullah selaku Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan periode tahun 2018 sampai dengan tahun 2023 sebagaai berikut:
Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 152/P Tahun 2018 tanggal 5 September 2018 tentang Pengesahan Pengangkatan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan Masa Jabatan Tahun 2018-2023.
Baik sendiri maupun bersama-sama dengan Edy Rahmat selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor : 821.23/22/2020, tentang Pengangkatan Dalam Jabatan Administrator/ Eselon III Di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tanggal 11 September 2020, yang penuntutannya dilakukan secara terpisah.
Pada hari dan tanggal yang tidak dapat dipastikan lagi yaitu pada awal tahun 2019 sampai dengan tanggal 26 Februari 2021 atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam tahun 2019 sampai dengan tahun 2021.
Bertempat di Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Selatan Jl. Jenderal Sudirman No.33/Jl. Sungai Tangka No.31 Kota Makassar,
Di rumah Agung Sucipto Jl. Boulevard 1 No. 8 Kelurahan Masale Kecamatan Panakkukang Kota Makassar, di rumah Agung Sucipto Jl. Gajah Mada Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan.
Di rumah pribadi Terdakwa yang terletak di Perumahan Dosen Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar Jl. Ibnu Sina No. GB 76 Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar.
Di Kantor Biro Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat Daerah (Setda) Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Jl. Urip Sumoharjo No.269 Kota Makassar.
Di Cafe Lobby Hotel Mercure Makassar Nexa Pettarani Jl. A.P Pettarani No. 4 Kota Makassar, di Lobby Hotel Myko and Convention Center Mall Panakkukang Jl. Boulevard Kota Makassar.
Di Cafe Pancious Jl. Letjen. Hertasning No.2-3 Kota Makassar, di Cafe Fireflies Jl. Pattimura Kota Makassar, di Rumah Makan Nelayan Jl. Ali Malaka No.25 Kota Makassar
Serta di rumah dinas Edy Rahmat Jl. Hertasning VIII Kota Makassar, atau setidak-tidaknya di tempat-tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar yang berwenang untuk memeriksa mengadili dan memutus perkara ini.
Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa.
Sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut berupa menerima hadiah atau janji.
Yaitu Terdakwa secara langsung menerima uang tunai sejumlah 150 ribu Singapur Dollar dan melalui Edy Rahmat menerima uang tunai sejumlah Rp2,5 miliar atau sekitar jumlah itu dari Agung Sucipto selaku Pemilik PT Agung Perdana Bulukumba dan PT Cahaya Sepang Bulukumba.
Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Yaitu Terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa uang tersebut diberikan agar terdakwa selaku Gubernur Sulsel memenangkan perusahaan milik Agung Sucipto dalam pelelangan proyek pekerjaan di Dinas PUTR Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Dan memberikan Persetujuan Bantuan Keuangan Provinsi Sulawesi Selatan terhadap Proyek Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Sinjai Tahun Anggaran 2021.
Supaya dapat dikerjakan oleh perusahaan milik Agung Sucipto dan Harry Syamsuddin, yang bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku Penyelenggara Negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme jo Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, tentang Pemerintahan Daerah.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Perbuatan yang dilakukan dengan cara-cara antara lain sebagai berikut:
Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001.
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Atau kedua, perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dengan ancaman hukum minimal 4 tahun, dan maksimal 20 tahun.
Dan kedua, bahwa perbuatan Terdakwa menerima gratifikasi dalam bentuk uang yang seluruhnya berjumlah Rp6,5 miliar dan SGD200 ribu.
Haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatannya, dan berlawanan dengan kewajiban serta tugas terdakwa selaku Gubernur Sulawesi Selatan periode tahun 2018 sampai dengan 2023.
Yang merupakan Penyelenggara Negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme jo Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 B Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.(*)