Pesona Desa Maros
Dukung Pertanian Rendah Emisi di Desa Salenrang, Balai PPI Karhutla Kenalkan Teknologi Rendah Karbon
Sejak 2020 pemerintah dan masyarakat Desa Salenrang telah mencanangkan program pertanian alami rendah karbon untuk meminimalisir pemanasan global.
Penulis: Hutami Nur Saputri | Editor: Edi Sumardi
Laporan Sumantri Lira
Sekretaris Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Maros.
TRIBUN-TIMUR.COM, MAROS - Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan (Balai PPI dan Karhutla) wilayah Sulawesi melaksanakan Bimtek Sains dan Teknologi Rendah Karbon di Desa Salenrang.
Bimtek ini digelar sebagai dukungan terhadap Program Pertanian Organik di Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Kegiatan berlangsung di lokasi Program Kampung Iklim Dusun Rammang-Rammang Desa Salenrang, pada Jumat (29/10/2021).
Kegiatan ini merupakan kerja sama Komunitas Anak Sungai Desa Salenrang dengan Balai PPI dan Karhutla untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait pertanian rendah emisi.
Sekaligus mengedukasi tentang penerapan teknologi rendah karbon pada kegiatan pertanian rendah emisi atau pertanian alami di lokasi Program Kampung Iklim.
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu isu sentral yang menjadi perhatian dunia beberapa tahun ini adalah pemanasan global akibat perubahan iklim.
Pemanasan global merupakan fenomena meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, daratan bumi, dan lautan secara menyeluruh.
Selain karbon dioksida, penyumbang terbesar penyebab pemanasan global adalah polusi metana karena pertanian, peternakan, dan perkebunan.
Kurang lebih 50% metana diproduksi dari aktivitas manusia di sektor pertanian.
Untuk meminimalisir pemanasan global dan mewujudkan Desa Pangan Aman, sejak 2020 pemerintah dan masyarakat Desa Salenrang telah mencanangkan program pertanian alami rendah karbon.

Kepala Balai PPI dan Karhutla wilayah Sulawesi, I Made Gede Setia Rimbawan menjelaskan bahwa maraknya kampanye perubahan iklim membuahkan hasil yang nyata, baik melalui kegiatan adaptasi maupun mitigasi.
Dampak positif dari kampanye tersebut adalah timbulnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kegiatan pencegahan (mitigasi) dan penyesuaian (adaptasi).
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengurangi resiko dan dampak perubahan lingkungan adalah penerapan teknologi rendah karbon di seluruh aspek kehidupan.
“Kesadaran pengurangan emisi dan gas rumah kaca dijadikan sebagai kebutuhan. Penggunaan teknologi yang mengeluarkan emisi dan gas rumah kaca dikurangi atau bahkan ditiadakan” jelas I Made Gede Setia Rimbawan yang akrab disapa Kepala Balai.
Penerapan teknologi rendah karbon pun memiliki manfaat yang cukup signifikan.
“Tidak hanya menurunkan emisi gas rumah kaca, tapi juga penghematan ekonomi efisiensi sumber daya. Termasuk untuk penjagaan kualitas dan daya dukung lingkungan secara komprehensif,” tambahnya.
Demikianlah Kepala Balai mengakhiri arahannya sambil membacakan sebuah pantun.
Mampir sebentar ke Kota Cirebon
Membeli lumpia dengan si cantik
Mari terapkan teknologi rendah karbon
Untuk Indonesia yang lebih baik

Sementara Syahrir, Kepala Desa Salenrang menyampaikan bahwa tahun 2021 ini Desa Salenrang telah menerima beberapa penghargaan tingkat nasional berkat kerja keras dan dukungan masyarakat.
Salah satunya adalah Tropi Utama Festival Iklim 2021 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk Program Kampung Iklim (Proklim) Dusun Rammang-Rammang dan Komunitas Anak Sungai.
Tropi ini menjadi kado terindah Ulang Tahun Desa Salenrang yang ke-32 pada tanggal 20 November 2021 nanti.
Penghargaan ini juga sebagai persembahan Tropi Proklim pertama untuk Kabupaten Maros sejak event tahunan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini digelar.
“Semoga pencapaian ini menjadi semangat bagi kita semua untuk berbuat lebih dan menjadi motivasi bagi dusun yang lain. Kiranya ke depan kita bisa menyamai Desa Salassae sebagai desa lestari,” harap Syahrir.
Terkait perubahan iklim, Syahrir juga menyampaikan bahwa pemerintah dan masyarakat Desa Salenrang telah melakukan berbagai kegiatan perbaikan sejak tahun 2012.
Adapun terkait pertanian alami rendah karbon, Desa Salenrang telah memiliki beberapa kader alumni pelatihan pertanian alami Salassae.
“Tahun ini kita kembali melaksanakan pelatihan pembuatan pupuk dan pestisida organik yang dilanjutkan dengan kunjungan lapangan di lokasi desa pertanian alami Salassae Kabupaten Bulukumba, tempat Pak Armin,” jelas Syahrir.
Pada tahun 2020, Desa Salenrang mulai melakukan uji coba melalui demplot seluas 5 Ha menggunakan pupuk organik Guano yang diproduksi sendiri oleh BUMDes Unit Warung Desa.
“Alhamdulillah, uji coba berhasil dari segi produksi. Sehingga pada musim tanam tahun ini, kita berharap lebih banyak masyarakat yang menggunakan pupuk organik Guano ini,” harap Syahrir.
Syahrir juga berharap kepada semua peserta Bimtek untuk menyimak materi yang disampaikan oleh narasumber agar bisa diaplikasikan di lokasi pertanian masing-masing.

Materi Bimtek dibawakan oleh Armin selaku Pendiri dan Pembina Komunitas Swabina Pedesaan Salassae Kabupaten Bulukumba.
Materi yang berjudul “Pengantar Pertanian Alami” itu menjelaskan bahwa pada dasarnya pertanian alami adalah sistem pertanian yang telah dikembangkan oleh nenek moyang sejak zaman dahulu kala.
Namun karena revolusi hijau, sistem tersebut bergeser dan didominasi oleh pertanian berbasis industri yang kemudian melahirkan berbagai persoalan.
Kemandirian petani hilang, pengetahuan lokal punah, lahan pertanian jadi rusak dan hasil pangan yang berkualitas rendah memenuhi meja makan.
Pertanian alami atau natural farming pertama diperkenalkan oleh Dr. Cho Han Kyu, Petani Korea yang telah mendapat pengakuan dari ISO 9001 dan ISO 14001.
Hak patennya berada pada Janong Institut yang saat ini sudah berganti nama menjadi Cho Global Natural Farming.
Pertanian alami Dr. Cho saat ini sudah berkembang hampir di 30 negara di dunia.
Termasuk di Indonesia yang bekerjasama dengan Yayasan Bina Desa sejak tahun 2006.
Baca juga: Pemerintah Desa Baji Mangngai Bagikan Paket Sembako ke Pasien Isolasi Mandiri
Salah satu daerah yang mengembangkan pertanian alami di Indonesia adalah Komunitas Tani di Desa Salassae, Kabupaten Bulukumba.
Mulai dari kelompok kecil dan bertahap selama 5 tahun, kini komunitas tersebut telah menjadikan natural farming sebagai gerakan bersama yang terus berkembang dan melibatkan banyak keluarga petani.
Menurut Armin, pertanian alami adalah gerakan untuk membangun kembali kemandirian petani dan orientasi budidaya yang bukan pada produk semata untuk dijual dengan harga yang lebih tinggi dari produk kimia.
Pertanian alami juga dimaksudkan untuk menghasilkan pangan yang sehat melalui perbaikan ekosistem dengan menggunakan input pertanian lokal serta perbaikan pranata kehidupan sosial dan praktek bertani yang lebih berkesetaraan gender.

Selain itu, Armin juga menjelaskan prinsip, kekuatan, dan metode pertanian alami.
Menurutnya, setidaknya ada 6 kekuatan pertanian alami, yaitu ramah lingkungan, hasil tinggi, biaya rendah, kualitas yang baik, bisa diaplikasi, dan menghargai kehidupan.
Tentu saja outputnya adalah perbaikan lingkungan hidup dan perubahan iklim untuk mengurangi resiko pemanasan global.
Petani yang memahami dan melakukan praktik pertanian alami akan menjadi sahabat alam sekitarnya.
Sahabat alam akan menghayati dan memperlakukan alam secara arif dan cerdas sebagai sebuah harmoni yang harus dinikmati proses dan tahapannya tanpa terburu-buru.
Singkatnya, rahasia pertanian alami adalah tidak memberi nutrisi sarat zat gizi yang sama kepada tanaman dalam setiap tahap perkembangannya.
Memberi nutrisi yang tidak dibutuhkan tanaman bukannya menyehatkan, tetapi justru menimbulkan penyakit.
Dengan demikian pertanian alami akan efektif bila dilakukan dengan benar sesuai kebutuhan, waktu, dan tahap pertumbuhan tanaman, yakni tepat nutrisi, waktu, dosis, sasaran dan sesuai pertumbuhan.
Misalnya pra pertumbuhan, pertumbuhan, dan peralihan serta masa reproduksi.
“Ingat, petani adalah pelatih hidup bukan pengurus penyakit tanaman. Biarkan penyakit tanaman menjadi urusan tanaman, jangan diambil alih. Tugas petani hanya menjaga nutrisi tanah dan nutrisi tanaman” jelas Armin.
Apabila dilakukan dengan benar, maka pemberian nutrisi pada tanah/lahan hanya 1 sampai 3 tahun.
“Setelah itu lahan akan normal kembali sehingga tidak perlu penggunaan nutrisi karena sudah diproduksi sendiri secara alami sesuai fungsi mikro organisme ekosistem yang ada” tambah Armin.
Armin pun menjelaskan bahwa setidaknya ada 13 ramuan penting yang harus dikuasai oleh petani.
Ramuan tersebut diantaranya mikroorganisme lokal, fermentasi jus tanaman, nutrisi rempah, bakteri asam laktat, asam amino ikan, kalsium larut air, kalsium fosfat larut air, asam fosfat larut air, air mineral bakteri, cuka beras merah, penarik serangga, air laut, dan kompos campur.
Melihat antusias dan keseriusan peserta, Armin dengan penuh semangat menjelaskan ramuan-ramuan tersebut satu persatu secara detail dan jelas.
Termasuk menjelaskan ramuan alami sari bambu untuk manusia, hewan, dan tumbuhan.
Sebelum mengakhiri, Armin menyimpulkan bahwa setelah memahami apa, mengapa, dan bagaimana pertanian alami rendah emisi, pilihan akhirnya tetap dikembalikan kepada peserta sebagai petani.
Apakah ingin meneruskan sistem pertanian konvensional yang sarat dengan input kimia yang hasilnya tidak saja menghasilkan pangan kualitas rendah, tetapi juga menurunkan kesuburan lahan pertanian dan membuat petani tidak mandiri.
Atau kembali bersahabat dengan alam dan membangun kedaulatan petani serta merintis jalan kesejahteraan dengan sistem pertanian alami?
“Yang pasti, jangan hanya mewariskan tanah, tetapi juga mewariskan ilmu dan kehidupan” pesan Armin mengakhiri.
Baca juga: Pemerintah Kecamatan Simbang Gencarkan Serbuan Vaksinasi Covid-19 di Kantor Desa Sambueja