352 Tahun Sulsel
Arti dan Pemaknaan Gabungan Simbolik Hari Jadi Sulsel
Secara spontanitas Sulsel melepaskan segala atribut kerajaan bergabung dalam negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Salah satu rangkaian Hari Jadi ke-352 Sulawesi Selatan (Sulsel) yakni pembacaan sejarah singkatnya.
Sekprov Sulsel, Abdul Hayat Gani membacakannya di Rapat Paripurna Istimewa di Gedung DPRD Sulsel Jl Urip Sumoharjo Makassar, Selasa (19/10/2021).
Tanggal 19 sebagai tanggal simbolik sebagai kesadaran Sulawesi Selatan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dimana pada Rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 19 Agustus 1945, peserta dari Sulawesi Selatan dengan semangat dan antusias.
Serta secara spontanitas melepaskan segala atribut kerajaan bergabung dalam negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bulan Oktober bermakna penting, terdapat dua momentum simbol kebersamaan dan persatuan yang telah terjadi di wilayah ini.
Pertama Kesepakatan para Raja di Kawasan Sulawesi Selatan untuk mendukung Dr Ratulangi menjadi gubernur pertama Propinsi Sulawesi pada 15 Oktober 1945.
Dan Peristiwa Rekonsiliasi Raja-Raja bersaudara yang terlibat dalam Perang Makassar, dimana Rekonsiliasi ini berlangsung pada bulan Oktober 1674.
Sedangkan Tahun 1669, merujuk pada fakta dan data sejarah berakhirnya Perang Makassar.
Dalam tahun tersebut, telah terjadi peristiwa heroisme yang luar biasa, dimana para tubarani telah mempertaruhkan segala daya dan upaya dalam perang 40 hari 40 malam sebelum Benteng Somba Opu dihancurkan oleh pihak penjajah.
Semangat tak kenal menyerah direfleksikan para tubarani dengan melakukan gerakan hijrah ke Pulau Jawa bergabung bersama pejuang lainnya untuk menentang penjajahan yang diwariskan hingga pertengahan Abad XX.
Bagi mereka, kekalahan dalam pertempuran bukanlah menghancurkan semangat untuk melanjutkan perang.
Perang yang utama adalah melawan kelicikan, kesombongan, dan keangkaramurkaan.
Tahun 1669 adalah titik awal mulanya kesadaran seluruh masyarakat daerah yang terlibat dalam Perang Makassar.
Bahwa mereka telah dipecah belah oleh pihak-pihak asing yang bermaksud mengambil keuntungan dari pertentangan antara kerajaan bersaudara dan masyarakat yang masih terikat dalam pertalian darah (genealogis) yang dekat.