Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kereta Api Sulsel

Lahan Kereta Api Sulsel Belum Rampung, Warga Curhat Soal Harga ke DPRD Sulsel

Aspirasi warga yang merasa tidak sesuai harga sudah pernah dibahas bersama balai kereta api difasilitasi Komnas HAM.

Penulis: Ari Maryadi | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM/ARI MARYADI
Komisi A DPRD Sulsel menggelar rapat dengar pendapat soal pembenahan lahan kereta api Sulsel di gedung DPRD Sulsel Jalan Urip Sumohardjo Kota Makassar Senin (11102021) siang. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Megaproyek nasional kereta api penghubung Makassar-Parepare masih belum rampung hingga 2021 ini.

Salah satu kendalanya yaitu masalah pembebasan lahan milik warga setempat yang terdampak.

Lahan yang belum rampung berada di Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep.

Sejumlah warga setempat datang mengadu ke DPRD Sulsel Jalan Urip Sumoharjo Kota Makassar Senin (11/10/2021) siang.

Difasilitasi Komisi A, warga dipertemukan dengan sejumlah pihak terkait.

Seperti perwakilan Balai Kereta Api Wilayah Indonesia Timur, Dinas Perhubungan, perwakilan Kantor ATR/BPN.

Ada pula Bupati Pangkep Muhammad Yusran Lalogau.

Mereka dipertemukan dalam Rapat Dengar Pendapat yang dipimpin Ketua Komisi A Selle KS Dalle.Selle mengatakan, masalah lahan kereta api adalah masalah berulang tiap tahun.

Politisi Partai Demokrat itu mengatakan, aspirasi warga yang merasa tidak sesuai harga sudah pernah dibahas bersama balai kereta api difasilitasi Komnas HAM.

Namun masalah itu rupanya belum selesai dan diadukan ke DPRD Sulsel.

"Masalah masyarakat tidak ada bedanya masalah sebelumnya. Jadi ini masalah berulang," kata Selle kepada wartawan di Kantor DPRD Sulsel, Senin (11/10/2021).

Selle meminta Balai Kereta Api mendata berapa titik belum rampung di Pangkep ataupun Maros.

Versi warga, masih ada 233 Kepala Keluarga (KK) terdampak yang belum rampung melepaskan tanahnya karena merasa belum sesuai harga.

Rinciannya 112 KK di Pangkep, dan 121 di Maros.

Data versi warga itu mesti disinkronkan dengan data Balai Kereta Api Sulawesi Selatan.

"Itu versi masyarakat, versi balai berapa," kata Selle.

Sementara itu Bupati Pangkep Muh Yusran Lalogau menyampaikan dukungannya untuk perampungan pembehasan lahan di wilayahnya.

Ia mencoba mencarikan solusi atas keluhan masyarakat yang merasa harga ganti rugi lahan belum selesaikan.

"Kami dukung masyarakat Pangkep, bagaimana masalah pembebahan lahan di Pangkep ini bisa aman terkendali," kata Yusran di DPRD Sulsel.

Ia mengatakan, aspirasi masyarakat ini masalah harga.

Sebagai kepala daerah, Yusran mencoba berkoordinasi dengan Pemprov, Balai kereta api bagaimana solusi didapat masalah tanah ini.

"Intinya rata-rata masalah harga, mungkin harga diterima tidak sebanding harga tetangganya. Dari kami bagaimana komunikasikan pihak di atas kami untuk bagaimana masalah harga ini, bisa selesai," kata Yusran.

Sementara itu, warga Maros Jamaluddin, mengatakan ada ketidaksesuaikan harga dari hasil penilaian tim apresial.

Jamaluddin mencontohkan, tanah terdampak di Mandai Maros batas kota penyangga Makassar dihargai Rp96 ribu.

Padahal, katanya, pada tahun 2012 lalu membeli tanah di sana itu harganya Rp150 ribu sampai Rp350 ribu.

"Itu belum ditimbun, setelah tertimbun semua dinilai 92 ribu. Ini aneh tapi nyata tanah dihargai Rp92 ribu sementara pinggir jalan besar, ini tim apresial aneh," kata Jamaluddin.

"Kemudian, tanah kami itu ada pohon mangga harum manis, itu tidak ada harga pohon itu. Di depannya, kami pinggir jalan itu di depannya, 300 lebih, ada beda pagar dihargai 92 ribu. Ini aneh dan nyata, padahal pohon banyak," katanya.

Ditambah lagi kata Jamaluddin soal sawah warga produktif dianggap rawa dan lahan tidur. "Padahal penghasilan sawah itu luar biasa," katanya.

Laporan Kontributor TribunMakassar.com @bungari95

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved