Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kereta Api Sulsel

Lahan Kereta Api Sulsel Belum Rampung, Warga Curhat Soal Harga ke DPRD Sulsel

Aspirasi warga yang merasa tidak sesuai harga sudah pernah dibahas bersama balai kereta api difasilitasi Komnas HAM.

Penulis: Ari Maryadi | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM/ARI MARYADI
Komisi A DPRD Sulsel menggelar rapat dengar pendapat soal pembenahan lahan kereta api Sulsel di gedung DPRD Sulsel Jalan Urip Sumohardjo Kota Makassar Senin (11102021) siang. 

"Itu versi masyarakat, versi balai berapa," kata Selle.

Sementara itu Bupati Pangkep Muh Yusran Lalogau menyampaikan dukungannya untuk perampungan pembehasan lahan di wilayahnya.

Ia mencoba mencarikan solusi atas keluhan masyarakat yang merasa harga ganti rugi lahan belum selesaikan.

"Kami dukung masyarakat Pangkep, bagaimana masalah pembebahan lahan di Pangkep ini bisa aman terkendali," kata Yusran di DPRD Sulsel.

Ia mengatakan, aspirasi masyarakat ini masalah harga.

Sebagai kepala daerah, Yusran mencoba berkoordinasi dengan Pemprov, Balai kereta api bagaimana solusi didapat masalah tanah ini.

"Intinya rata-rata masalah harga, mungkin harga diterima tidak sebanding harga tetangganya. Dari kami bagaimana komunikasikan pihak di atas kami untuk bagaimana masalah harga ini, bisa selesai," kata Yusran.

Sementara itu, warga Maros Jamaluddin, mengatakan ada ketidaksesuaikan harga dari hasil penilaian tim apresial.

Jamaluddin mencontohkan, tanah terdampak di Mandai Maros batas kota penyangga Makassar dihargai Rp96 ribu.

Padahal, katanya, pada tahun 2012 lalu membeli tanah di sana itu harganya Rp150 ribu sampai Rp350 ribu.

"Itu belum ditimbun, setelah tertimbun semua dinilai 92 ribu. Ini aneh tapi nyata tanah dihargai Rp92 ribu sementara pinggir jalan besar, ini tim apresial aneh," kata Jamaluddin.

"Kemudian, tanah kami itu ada pohon mangga harum manis, itu tidak ada harga pohon itu. Di depannya, kami pinggir jalan itu di depannya, 300 lebih, ada beda pagar dihargai 92 ribu. Ini aneh dan nyata, padahal pohon banyak," katanya.

Ditambah lagi kata Jamaluddin soal sawah warga produktif dianggap rawa dan lahan tidur. "Padahal penghasilan sawah itu luar biasa," katanya.

Laporan Kontributor TribunMakassar.com @bungari95

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved