Gerakan 30 September
Kesaksian Eks Komandan Regu Cakrabirawa, Batal Kawal Soekarno Demi Turuti Perintah Letkol Untung
Salah satu saksi hidup yang mengetahui secara rinci kronologi peristiwa pada malam mencekam itu adalah Ishak Bahar
TRIBUN-TIMUR.COM - Peristiwa berdarah Gerakan 30 September 56 tahun lalu menjadi catatan merah dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
Tujuh perwira TNI yang dituding sebagai “ Dewan Jenderal ” diculik oleh Batalion Pasukan Pengawal Presiden Cakrabirawa yang diketahui terafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari, para perwira TNI ini disiksa dan dibantai dalam sebuah sumur tua di daerah Lubang Buaya, Pondok Gede, Jakarta.
Buntut dari peristiwa ini, setidaknya 500.000 orang yang dituduh PKI atau simpatisannya, dieksekusi massal di berbagai penjuru Indonesia.
Ada juga yang dipenjara dan diasingkan sebagai tahanan politik selama puluhan tahun tanpa pernah diadili sebagaimana layaknya warga negara.
Salah satu saksi hidup yang mengetahui secara rinci kronologi peristiwa pada malam mencekam itu adalah Ishak Bahar (87), warga Kelurahan Kalikabong, Kecamatan Kalimanah, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.
Lansia yang pernah menyandang pangkat terakhir Sersan Mayor (serma) itu saat peristiwa G30S bertugas sebagai Komandan Regu Pengawal Istana Batalion Cakrabirawa.
“Saya pendidikan di Komando Pasukan Khusus (Kopassus) terus bertugas di pengawal Istana tahun 1964. Waktu Soekarno pidato di Konferensi Asia Afrika, saya yang mengawal presiden ke Aljazair,” kata Ishak saat berbincang di rumahnya, Rabu (29/9/2021).
Ishak mengungkapkan, keterlibatan dirinya dalam tragedi G30S adalah hal yang tidak pernah ia duga sebelumnya.
Dia merasa terjebak dalam pusaran politik yang menjungkirbalikkan nasibnya dari seorang patriot yang terhormat menjadi pesakitan berlabel pengkhianat negara.
Masih jelas di ingatan, saat Letkol Untung, pimpinan Ishak di Batalion Cakrabirawa memberi perintah untuk ikut bersamanya.
Padahal, sore itu juga, Ishak ada jadwal mengawal presiden ke Senayan.
“Sore itu sekitar jam 18.00 WIB, saya ada tugas untuk mengawal Soekarno ke Mabes Teknisi di Senayan, tahu-tahu Pak Untung datang minta saya ikut dia,” katanya.
Saat itu Ishak sempat bertanya kepada Untung karena perintah untuk mendampingi bertepatan dengan tugas mengawal presiden.
Namun, sebagai prajurit, dia terikat oleh sumpah militer untuk patuh kepada pimpinan, tidak membantah perintah atau putusan.