Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

G30S PKI

Operasi Serangan Kilat Rebut Bandara Mapanget Manado Dalam Diorama 'Aktor' Penumpas PKI

Jenderal TNI AH Nasution membahas serangan kilat pasukan Kolonel Inf Sarwo Edhie Wibowo di bandara Mapanget, Manado saat pemberontakan Permesta.

Editor: Muh Hasim Arfah
(ARSIP FOTO) KOMPAS / JB SURATNO
Jenderal Besar Soeharto berbincang dengan Jenderal Besar AH Nasution, sesaat sebelum menerima ucapan selamat pada acara silaturahmi di Istana Negara, Jakarta, Minggu (5/10/2007) siang 

TRIBUN-TIMUR.COM-  Salah satu isi pembicaraan antara ketiga pimpinan adalah soal serangan kilat di Manado, Sulawesi Utara sebelum menumpas pimpinan dan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).

Ketiga pimpinan itu yakni Menteri Pertahanan dan Keamanan dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata, Jenderal TNI AH Nasution, Panglima Kostrad Mayjen TNI Soeharto, dan Komandan RPKAD, Kolonel Inf Sarwo Edhie Wibowo dalam diorama penumpasan PKI tahun 1965.

Pembincaraan itu diabadikan dalam sebuah patung di Kostrad, Jakarta.

Namun, Kostra membongkar ketiga patung itu yang berada di ruangan kerja Soeharto saat masih memimpin Kostrad.

Perbincangan itu berada dalam film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI', atau biasa disebut sebagai 'film G30S/PKI'.

Film berdurasi hampir 5 jam ini disutradarai Arifin C Noer.

Baca juga: Mengenal Azmyn Yusri Nasution, Jenderal yang Minta Kostrad untuk Bongkar Patung Sejarah G30S/PKI

Adegan pembicaraan Menteri Pertahanan dan Keamanan dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata, Jenderal TNI AH Nasution, Panglima Kostrad Mayjen TNI Soeharto, dan Komandan RPKAD, Kolonel Inf Sarwo Edhie Wibowo dalam film Penumpasan Pengkhianatan PKI tahun 1965.
Adegan pembicaraan Menteri Pertahanan dan Keamanan dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata, Jenderal TNI AH Nasution, Panglima Kostrad Mayjen TNI Soeharto, dan Komandan RPKAD, Kolonel Inf Sarwo Edhie Wibowo dalam film Penumpasan Pengkhianatan PKI tahun 1965. (handover)

Film ini dirilis pada 1984 dan diorama itu dibikin saat AY Nasution menjadi Panglima Kostrad pada 2011-2012.

Di film G30S/PKI, adegan Soeharto, AH Nasution, dan Sarwo Edhie ada pada bagian seperempat terakhir film.

Ruangan yang menjadi lokasi peristiwa ini adalah ruangan Panglima Kostrad (Pangkostrad), dijabat Soeharto.

Di dalam ruangan, sudah ada Soeharto dan AH Nasution.

AH Nasution duduk di sofa panjang warna merah. Tangannya memegang tongkat.

Kaki kirinya naik ke meja rendah, diperban.

Inilah sebabnya kaki AH Nasution digambarkan naik ke meja, yakni karena kakinya sakit.

Baca juga: Konon Ceritanya Ada Pintu Lemari Rahasia di Solo Tempat DN Aidit Pimpinan PKI Bersembunyi

Saat itu, pasukan PKI sudah menguasai kawasan Bandara Halim Perdanakusuma. Maka militer di bawah Soeharto harus menguasai Halim kembali.

Pakar telematika Roy Suryo membagikan percakapan ketiga petinggi TNI di tahun 1965 itu.

 “Sarwo Edhie, jij mau bikin tweede Mapanget ya?” (= "kamu mau bikin Mapanget kedua ya?"

Artinya Pak Nas mengingatkan Pak Harto bhw Th 1957, Pak Sarwo pernah membebaskan Lanud Mapanget di Manado, dgn serangan kilat, yg ketika itu dikuasai Permesta.

Makanya Pak Harto langsung sigap.”

Demikian tweet Roy Suryo dikutip Tribun Timur, Rabu (29/9/2021).

Baca juga: Denny Siregar Sentil Gatot Nurmantyo yang Tidur saat Nonton G30S PKI: Ini Bukti dari Kekejaman PKI

Dikutip dari website resmi TNI AU, pada saat Perang Dunia II tahun 1941, Belanda memusatkan kekuatan penerbangannya di Lapangan Udara Kalawiran.

Kemudian tahun 1942 Kalawiran jatuh ke tangan tentara Jepang.

Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu tahun 1944, Kalawiran dialihkan kembali penguasaannya kepada pemerintah Belanda yang kemudian dijadikan Markas Komando Pasukan Cadangan (Reserve Corps).  

Periode 1957-1958 terjadi pemberontakan Permesta.

Dalam kurun waktu itu, Kalawiran hancur akibat serangan udara Permesta.

Pada saat itu, Permesta menguasai lima  Lapangan Udara di sebagian wilayah udara Indonesia Timur, yaitu Mapanget, Tasuka, morotai, Jailolo dan Tolotio.

Baca juga: Denny Siregar Sentil Gatot Nurmantyo yang Tidur saat Nonton G30S PKI: Ini Bukti dari Kekejaman PKI

Dalam usaha menumpas pemberontakan Permesta, TNI melaksanakan operasi gabungan memakai nama sandi ”Operasi Merdeka”. 

Operasi tersebut bertujuan merebut Sulawesi Utara sebagai ibukota Manado dan daerah sekitarnya seperti Gorontalo, Sangir Talaud, Morotai, Jailolo, Palu dan Donggala.

Komandan Operasi Gabungan Letkol Rukminto Hendraningrat dengan Wakil I Letkol (L) Hunhols dan Wakil II Mayor Udara Leo Watimena.  

Ketika Lapangan Udara Mapanget diduduki oleh AURI (PGT) maka saat itu juga fungsi sebagai Pangkalan penunjang operasi udara beralih di Mapanget dengan Staf Komando berada pula di Mapanget bersama Komandan Kompi PGT Letnan Udara Satu Moestam.  

Selanjutnya Staf Komando dipindahkan ke kota Manado (Perumahan Dinas Kantor Pos dan Giro) dengan status Detasemen Angkatan Udara Manado serta jabatan Komandan diserahkan kepada Letnan Udara Satu Ronggo Mulato tahun 1959.  

Kemudian Detasemen Angkatan Udara Manado dirubah statusnya menjadi Pangkalan Udara Sam Ratulangi Manado dengan Keputusan DPRD Dati I Propinsi Sulut nomor : Kepts 17/DPRD-Sul/70 dan Radiogram Ass Ops DKT No.2327/Ops/70.  

Staf Komando kemudian dipindahkan kembali ke Mapanget dengan menggunakan bangunan tua peninggalan Belanda (Kantin Garuda) sebagai sarana perkantoran.  

Selain Mako Lanud Sam Ratulangi di Mapanget, masih terdapat aset Lanud Sam Ratulangi di Kalawiran, Tasuka, Gorontalo yang dulunya direbut dari Permesta.(tribun-timur.com)

Baca juga: Bukan 7 Ternyata Ada 8 Jenderal Mau Diculik PKI Malam G30S, Penyebab Brigjen Ahmad Soekendro Lolos?

Baca juga: Nasib Keluarga Besar DN Aidit Bos PKI Setelah Peristiwa G30S/PKI, Ayah Meninggal Gegara Istri

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved