Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sejarah G30S PKI

Rekam Jejak Gatot Nurmantyo Eks Panglima TNI Dulu Disebut 'Kuda Hitam', Kini Dituding Agum Gumelar

Mantan Panglima TNI itu kini dituding bikin gaduh oleh Ketua Umum Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI Polri (PEPABRI), Jenderal TNI (Purn) Agum

Editor: Ansar
Tribunnews via Tribun Kaltim
Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo dulu disebut kuda hitam Pilpres, kini bersiteru dengan mantan Kopassus, Agum Gumelar 

TRIBUN-TIMUR.COM - Nama Gatot Nurmantyo kembali menjadi sorotan setelah menyebut TNI disusupi PKI.

Mantan Panglima TNI itu kini dituding bikin gaduh oleh Ketua Umum Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI Polri (PEPABRI), Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar.

Mantan Kopassus tersebut memberikan tanggapan terkait isu TNI disusupi paham komunis.

Sebelumnya, tudingan tersebut dilontarkan oleh mantan Panglima TNI, Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo.

Agum Gumelar mengatakan anggota TNI tidak mungkin disusupi oleh paham komunisme.

"Kalau ada kekuatan dari manapun itu, radikal yang ingin mengganti NKRI dan Pancasila, itu adalah musuh negara."

"Tidak mungkin anggota TNI akan termakan oleh susupan seperti ini," ujarnya dalam program Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Selasa (28/9/2021), dikutip dari YouTube Kompas TV.

"Ini terlalu gopoh Saudara Gatot Nurmantyo ini," lanjutnya.

 

Agum Gumelar saat diwawancarai secara khusus oleh Tribunnews, di kediamannya di Jakarta, Kamis (25/7/2019).
Agum Gumelar saat diwawancarai secara khusus oleh Tribunnews, di kediamannya di Jakarta, Kamis (25/7/2019). (Tribunnews/Herudin)

Menurutnya, Gatot bisa bertanya dulu kepada Panglima Kostrad, Letjen TNI Dudung Abdurachman, terkait pembongkaran patung tokoh militer di Museum Dharma Bhakti Kostrad.

Sehingga, Gatot Nurmantyo tidak langsung membuat kegaduhan soal isu TNI disusupi paham komunis.

"Kalau memang situasinya seperti itu, sebagai senior bisa menanyakan kepada juniornya yang namanya Dudung Abdurachman itu."

Sebelumnya Gatot juga pernah bikin heboh gegara pembentukan sebuah koalisi.

Kini Gatot Nurmantyo menjadi satu di antara deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).

Semula gerakan KAMI dideklarasikan di Tugu Proklamasi Jakarta Pusat, Selasa (18/7/2020), lalu menyebar ke beberapa daerah.

Sayangnya, sejumlah kalangan melakukan penolakan terhadap deklarasi KAMI.

Memang, nama Gatot Nurmantyo sebenarnya tidak asing lagi.
Sebab ia pernah menduduki jabatan strategis di militer, terlebih TNI AD.

Sebelum menjadi Panglima TNI, Gatot Nurmantyo pernah menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ke-30.

Selepas pensiun, Gatot Nurmantyo sempat masuk dalam bursa capres-cawapres di Pilpres 2019.

Nah, pada Pilpres 2024, nama Gatot Nurmantyo kembali disebut oleh sebuah lembaga survei sebagai tokoh yang berpotensi maju.

Berikut rekam jejak Gatot Nurmantyo sebagaimana dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber:

1. Karier di TNI

Gatot Nurmantyo.
Gatot Nurmantyo. (TribunWow.com)

Gatot Nurmantyo adalah lulusan Akademi Militer (Akmil) tahun 1982 dan berpengalaman di kecabangan infanteri baret hijau Kostrad.

Karier pria kelahiran Tegal 13 Maret 1960 di dunia militer terbilang cukup cemerlang.

Sebelum ditarik ke Jakarta, Gatot Nurmantyo pernah berdinas di Papua menjadi Komandan Kodim 1707/Merauke kemudian Komandan Kodim 1701/Jayapura.

Setelah pindah ke Jakarta, karier Gatot Nurmantyo semakin menanjak.

Ia pernah menjadi Komandan Komando Pembinaan Doktrin, Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan Darat (Kodiklat), Panglima Komando Daerah Militer V/Brawijaya, dan Gubernur Akademi Militer.

Kemudian pada 2013, ia diangkat menjadi Panglima Komando Cabang Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) ke-35.

Setahun menjabat Pangkostrad, Gatot Nurmantyo menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) pada 2014–2015.

2. Calon tunggal Panglima TNI

Gatot Nurmantyo
Gatot Nurmantyo (TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN)

Puncaknya, Gatot Nurmantyo dipilih oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon tunggal Panglima TNI.

Nama Gatot diusulkan Jokowi ke DPR pada 9 Juni 2015.

Setelah lolos dalam uji kepatutan dan kelayakan di DPR, Gatot dilantik menjadi Panglima TNI menggantikan Moeldoko yang pensiun pada 1 Agustus 2015.

Gatot Nurmantyo resmi pensiun pada 31 Maret 2018.

Sebelum pensiun, posisinya digantikan oleh Marsekal Hadi Tjahjanto yang saat itu menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Udara.

Gatot Nurmantyo tercatat menjadi prajurit TNI selama 36 tahun sejak 1982.

3. Harta Kekayaan

Berdasarkan LHKPN yang diakses Tribunnews.com, Selasa (29/9/2020) di laman elhkpn.kpk.go.id, harta kekayaan Gatot pada 2018 tercatat sebesar Rp 26,6 miliar.

Harta itu terdiri atas 17 bidang tanah di berbagai tempat.

Selain itu, Gatot juga memiliki tiga mobil serta sejumlah harta lainnya.

Jumlah harta Gatot naik hampir 100 persen dibanding saat awal menjabat sebagai panglima TNI pada 2015 yakni sebesar Rp 13,9 miliar, atau naik sebesar Rp 12,7 miliar.

4. Masuk bursa capres-cawapres di Pilpres 2019

Setelah tak lagi menjadi perwira TNI aktif, nama Gatot santer disebut dalam berbagai lembaga survei calon presiden atau wakil presiden pada Pilpres 2019.

Dikutip dari Kompas.com, hasil survei nasional Poltracking Indonesia sempat menyebut Gatot dinilai oleh publik sebagai figur yang paling tepat mendampingi Joko Widodo pada Pilpres 2019.

Selain itu, nama Gatot Nurmantyo juga masuk daftar cawapres mendampingi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

Namun, saat itu Gatot Nurmantyo secara tak langsung menyiratkan dirinya akan berkiprah di dunia politik.

Puncaknya, Gatot Nurmantyo memastikan dirinya tidak memihak kubu manapun dalam Pilpres 2019.

5. Deklarasikan KAMI

Setelah sekian lama tak muncul, kini Gatot Nurmantyo ikut mendeklarasikan KAMI.

Saat deklarasi KAMI, Gatot Nurmantyo mengingatkan ancaman perang proksi atau proxy war di Indonesia.

"Pada tanggal 10 Maret 2014 saya berkesempatan dialog dengan civitas akademika Universitas Indonesia," kata Gatot dikutip dari akun Youtube Realita TV, Selasa (18/8/2020).

"Saya berbicara antara lain tentang proxy war, yang kini telah menjadi ancaman luar biasa terhadap kedaulatan suatu bangsa," lanjut dia.

Ia menegaskan, KAMI merupakan gerakan moral dan bukan ingin berkembang menjadi partai politik.

6. Dianggap jadi 'kuda hitam' di Pilpres 2024

Beberapa waktu lalu, lembaga riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merilis 15 nama tokoh yang dinilai berpotensi berlaga pada Pilpres 2024.

Dari 15 nama tersebut, ada nama Gatot Nurmantyo yang dianggap menjadi "kuda hitam" atau sosok yang dapat memberikan faktor kejutan.

Namun, pendapat berbeda justru disampaikan Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari yang menilai Gatot belum cukup kuat untuk maju dalam Pilpres 2024.

Menurut Qodari, elektabilitas Gatot Nurmantyo belum cukup kuat jika dihubung-hubungkan dengan Pilpres 2024 mendatang.

Hal itu, kata dia, bisa dilihat pada Pilpres 2019 lalu. Jika memang Gatot kuat, maka sudah pasti dia dipinang oleh partai politik untuk maju pilpres.

Sejarah G30S PKI

Tragedi kemanusiaan peristiwa Gerakan 30 September 1965 / G30S 1965 menyisakan luka yang mendalam bagi mereka yang terlibat baik sebagai pelaku maupun korban.

Gerakan 30 September 1965 adalah peristiwa penculikan 6 Jenderal dan 1 Perwira yang dilakukan oleh sekelompok orang yang menyebut diri mereka "Gerakan 30 September" pada dini hari 1 Oktober 1965.

Kronologi peristiwa G30S tersebut melibatkan banyak tokoh, baik sebagai pelaku maupun korban, di antaranya: anggota Partai Komunis Indonesia (PKI), internal anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), dan sebagainya.

Satu di antara jenderal militer yang menjadi target penculikan adalah Letnan Jenderal (Letjen) Ahmad Yani.

Ahmad Yani
Ahmad Yani (Istimewa/Tribun Batam)

 

Berikut kronologis penculikan Letjen Ahmad Yani yang Tribunnewswiki.com himpun dari beberapa sumber.

Penulisan ini adalah bagian dari kajian data yang dimaksudkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan.

Tidak ada niatan untuk membuka aib atau menyudutkan orang-orang atau organisasi yang terlibat.

Sampai tulisan ini diterbitkan, Tribunnewswiki.com masih terus melakukan validasi data.

 

Asal usul Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober, kaitan G30S/PKI, bedanya Hari Lahir Pancasila 1 Juni.
Asal usul Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober, kaitan G30S/PKI, bedanya Hari Lahir Pancasila 1 Juni. (makassar.tribunnews.com)

 

Kronologi

Pada pagi hari, 1 Oktober 1965, Komandan Satuan Tugas (Satgas) Pasopati, Letnan (Inf) Doel Arif membentuk tujuh pasukan dari Satgas Pasopati di Lubang Buaya untuk menculik ketujuh jenderal.

Satu di antara tujuh jenderal yang akan diculik adalah Letnan Jenderal (Letjen) Ahmad Yani .

Dalam buku Julius Pour, G30S Fakta atau Rekayasa, Jakarta: Kata Hasta Pustaka, 2013, hlm.2-6, pasukan yang bertugas menangkap Ahmad Yani dipimpin oleh Peltu Mukidjan dan Brigade Infantri I/Djaja Sakti.

Pasukan ini terdiri dari satu peleton Yin 530/Para Brawidjaja, satu Regu PPP AURI dan dua regu sukarelawan organisasi pemuda bernama Pemuda Rakyat, salah satu organisasi afiliasi dari Partai Komunis Indonesia (PKI).

Setelah selesai briefing, pasukan yang akan menangkap Letjen Ahmad Yani dilaporkan telah berada di rumah target di Jalan Lembang.

Orang-orang PKI dan yang dianggap sebagai PKI ditangkap oleh tentara. Sebagian ada yang dieksekusi warga, sebagian melarikan diri.
Orang-orang PKI dan yang dianggap sebagai PKI ditangkap oleh tentara. Sebagian ada yang dieksekusi warga, sebagian melarikan diri. (Repro: Olle Tornquist, Marxistisk barlast, 1982, h.217))

 

Pemimpin regu Aisten Letnan Satu Mukidjan yang membawahi sekira satu setengah kompi pasukan yang dibawa dengan dua truk dan dua bus.

Mukidjan kemudian membagi regunya menjadi tiga kelompok.

Kelompok pertama menjaga bagian belakang, kelompok kedua menjaga bagian depan rumah, dan kelompok ketiga yang dipimpin langsung oleh Mukidjan dan Sersan II Raswad masuk ke halaman utama dan masuk rumah.

Mereka langsung berbincang-bincang dengan paa pengawal Yani dan mengatakan bahwa ada pesan penting dari presiden.

Saat para pengawal lengah, mereka kemudian disekap dan senjatanya dilucuti.

Saat Letjen Ahmad Yani muncul, Ruswad segera memberitahu bahwa Presiden Sukarno sangat membutuhkan Letjen Ahmad Yani sekarang juga.

 

Yani kemudian minta izin untuk mandi dan berganti pakaian, namun permintaannya ditolak.

Ketika Yani meminca izin untuk berganti pakaian, hal ini juga ditolak.

Letjan Yani geram dan memukul salah seorang di antara mereka. Yani kembali ke kamar dan langsung menutup pintu kaca.

Saat itulah, Raswad memerintahkan Sersan Dua Gijadi untuk menembak.

Tujuh peluru menembus kaca dan akhirnya membunuh Yani.

Jenasah Letjen Ahmad Yani kemudian diseret dengan pososo badan dan kepalanya berada di lantai.

Sumber:

Benedict Anderson dan Ruth McVey, A Preliminary Analysis of the October 1, 1965, Coup in Indonesia, a.b. Galuh HE Akoso dan Yeri Ekomunajat, Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Analisis Awal, Yogyakarta: LKPSM, 2001, hlm. 23-24

Amelia A. Yani, Achmad Yani Tumbal Revolusi, Yogyakarta: Galangpress, 2007, hlm. 18

(Sumber pustaka dan arsip diterbitkan dalam Kuncoro Hadi, dkk, Kronik'65 (Yogyakarta: Media Pressindo, 2017), hlm. 237-239)

Tribunnewswiki.com terbuka dengan data baru dan usulan perubahan untuk memperkaya informasi.

(Kompas.com/Tribunnews.com/Surya/Kompas.tv/TribunnewsWiki)

Sebagian artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Biodata Agum Gumelar Mantan Danjen Kopassus yang Dukung Jenderal Andika Perkasa Jadi Panglima TNI

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved