Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sidang Nurdin Abdullah

Sidang Nurdin Abdullah Kembali Bergulir, 6 Pengusaha dan 1 Honorer Jadi Saksi

Sidang lanjutan tindak pidana korupsi (tipikor) terkait perizinan dan infrastruktur Sulsel kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Makassar

Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM/MUHAMMAD FADHLY ALI
Sidang lanjutan tindak pidana korupsi (tipikor) terkait perizinan dan infrastruktur Sulawesi Selatan kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Jl Kartini, Rabu (2292021). Dengan terdakwa Gubernur Sulsel (diberhentikan sementara) Nurdin Abdullah (NA) dan Edy Rahmat (ER). 

Yaitu Terdakwa secara langsung menerima uang tunai sejumlah 150 ribu Singapur Dollar dan melalui Edy Rahmat menerima uang tunai sejumlah Rp2,5 miliar atau sekitar jumlah itu dari Agung Sucipto selaku Pemilik PT Agung Perdana Bulukumba dan PT Cahaya Sepang Bulukumba.

Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Yaitu Terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa uang tersebut diberikan agar terdakwa selaku Gubernur Sulsel memenangkan perusahaan milik Agung Sucipto dalam pelelangan proyek pekerjaan di Dinas PUTR Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.

Dan memberikan Persetujuan Bantuan Keuangan Provinsi Sulawesi Selatan terhadap Proyek Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Sinjai Tahun Anggaran 2021.

Supaya dapat dikerjakan oleh perusahaan milik Agung Sucipto dan Harry Syamsuddin, yang bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku Penyelenggara Negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme.

Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme jo Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, tentang Pemerintahan Daerah.

Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Perbuatan yang dilakukan dengan cara-cara antara lain sebagai berikut:

Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001.

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Atau kedua, perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Dengan ancaman hukum minimal 4 tahun, dan maksimal 20 tahun.

Dan kedua, bahwa perbuatan Terdakwa menerima gratifikasi dalam bentuk uang yang seluruhnya berjumlah Rp6,5 miliar dan SGD200 ribu.

Haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatannya, dan berlawanan dengan kewajiban serta tugas terdakwa selaku Gubernur Sulawesi Selatan periode tahun 2018 sampai dengan 2023.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved