Klakson
Perang Kota
Hukum lex talionis(satu mata dibalas satu mata) seakan hidup di wilayah utara kota megah ini, kecamatan Bontoala dan sekitarnya.
Tiada hari tanpa perang.
Seolah hari tak indah tanpa perang.
Padahal di masa lalu, Bontoala adalah kampung yang subur dan damai.
Dari namanya saja kesuburan itu tergambar.
Dalam bahasa Makassar “bonto” (bukit), “ala” (hutan)—“hutan bebukitan”.
Sejumlah situs sejarah pernah ada di sana seperti istana Arung Palakka, Masjid Bontoala Tua yang dibangun Raja Gowa I Mangerangi Daeng Manrabia Karaeng Lakiung Sultan Alauddin, Raja Gowa XIV (1593-1639), dan lainnya.
Pada abad ke-17, Bontoala masih didominasi oleh hutan.
Di masa kejayaan Kerajaan Gowa-Tallo sebelum tahun 1800, Bontoala kampung yang tenteram.
Ketentraman di sana kini lenyap sudah.
Setiap waktu, perang kelompok berkecamuk di sana.
Aktor-aktor perang terdiri atas usia di bawah umur (belasan tahun) hingga usia di atas umur (dewasa).
Perang di sana terus bertumbuh seiring bertumbuhnya kota ini menjadi kota pesat yang pekat.
Barangkali bunyi klakson kendaraan di sana jauh lebih sepi dibanding huru-hara perang.
Suara adzan dilantunkan di masjid memang mengalun merdu di udara.
Tetapi suara bebatuan yang menggelinding di atas atap rumah warga tak kalah nyaringnya.