Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Klakson

Perang Kota

Hukum lex talionis(satu mata dibalas satu mata) seakan hidup di wilayah utara kota megah ini, kecamatan Bontoala dan sekitarnya.

Editor: Sakinah Sudin
Tribun Timur
Abdul Karim, Majelis Demokrasi & Humaniora 

Tiada hari tanpa perang.

Seolah hari tak indah tanpa perang.

Padahal di masa lalu, Bontoala adalah kampung yang subur dan damai.

Dari namanya saja kesuburan itu tergambar.

Dalam bahasa Makassar “bonto” (bukit), “ala” (hutan)—“hutan bebukitan”.

Sejumlah situs sejarah pernah ada di sana seperti istana Arung Palakka, Masjid Bontoala Tua yang dibangun Raja Gowa I Mangerangi Daeng Manrabia Karaeng Lakiung Sultan Alauddin, Raja Gowa XIV (1593-1639), dan lainnya.

Pada abad ke-17, Bontoala masih didominasi oleh hutan.

Di masa kejayaan Kerajaan Gowa-Tallo sebelum tahun 1800, Bontoala kampung yang tenteram.

Ketentraman di sana kini lenyap sudah.

Setiap waktu, perang kelompok berkecamuk di sana.

Aktor-aktor perang terdiri atas usia di bawah umur (belasan tahun) hingga usia di atas umur (dewasa).

Perang di sana terus bertumbuh seiring bertumbuhnya kota ini menjadi kota pesat yang pekat.

Barangkali bunyi klakson kendaraan di sana jauh lebih sepi dibanding huru-hara perang.

Suara adzan dilantunkan di masjid memang mengalun merdu di udara.

Tetapi suara bebatuan yang menggelinding di atas atap rumah warga tak kalah nyaringnya.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved