Pegunungan Bintang
Pegunungan Bintang, Daerah Kaya di Ujung Papua yang Menjadi Sarang KKB Papua
Kabupaten Pegunungan Bintang berada di ketinggian 400-2.000 mdpl. Salah satu hasl alam yang terkenal dari daerah ini adalah, kopi arabika.
TRIBUN-TIMUR.COM - Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua adalah kabupaten tertinggi di Papua. Daerah ini berbatasan langsung dengan Papua Nugini.
Kabupaten Pegunungan Bintang berada di ketinggian 400-2.000 mdpl. Salah satu hasl alam yang terkenal dari daerah ini adalah, kopi arabika.
Jangan tanya proses pengolahan kopi secara modern di daerah ini. Semua proses pengolahannya dilakuka secara tradisional.
Pada umumnya kopi arabika di Indonesia ditanam pada ketinggian 1.500 mdpl. Tapi, petani kopi Pegunungan Bintang menanam kopi arabika pada ketinggian 1.800 hingga 2.000 mdpl. Pada ketinggian ini, udara sangat dingin dengan suhu 18 - 23 celcius.
Suhu udara yang dingin, berkabut dan intensitas cahaya matahari yang kurang membuat buah kopi matang lebih lama di pohon.
Inilah yang menjadikan kopi arabika Pegunungan Bintang berbeda dan berkualitas sempurna. Proses pematangan buah yang lama menjadikan zat gizi akan menumpuk dan rasa kopi cenderung lebih asam.
Para petani di kabupaten tertinggi di Indonesia itu, mengenal tanaman kopi pada 1970-an. Benih kopi arabika typica didatangkan langsung dari Kabupaten Dogiyai dengan pesawat kecil oleh misionaris Belanda.
Salah satu distrik yang memiliki banyak perkebunan kopi adalah, Distrik Kiwirok yang kini sedang heboh akibat penyerangan anggota KKB.
Distrik Kiwirok berlokasi cukup jauh dari Oksibil, jika menggunakan pesawat sekitar 15-30 menit, tapi jika jalan kaki memakan waktu 1 hari, sebab belum ada jalur jalan yang bisa ditembus.
Kopi Pegunungan Bintang menawarkan parade rasa citrus, berry, jeruk, fruity, sweet chocolate, sugar cane dan peach.
Selain dipasarkan di Sentani dan Kota Jayapura, kopi Pegunungan Bintang juga diminati oleh konsumen Australia, Selandia Baru, Belanda dan Amerika.
Para ekspatriat yang bekerja di Sentani, kerap mengirimkan kopi ini pada keluarga di negara asalnya. Selain itu kopi ini sering dijadikan oleh-oleh bule yang pulang kampung ke negaranya.
Meskipun berada di area terpencil, warga Kabupaten Pegunungan Bintang terus memajukan daerahnya. Di antara mereka terdapat 60 sarjana,
“Warga Eipo bahkan memprakarsai pembuatan hidroelektrik yang memungkinkan warga memperoleh pasokan listrik 24 jam,” ujar Prof Dr Wulf Schiefenhoevel, kepala proyek atau field director, dari penelitian “Mensch, Kultur und Umwelt im zentralen Bergland von Irian Jaya” (Manusia, Budaya dan Lingkungan di Pegunungan Sentral Irian Jaya).
Warga meskipun pada era internet, membuat kapak batu dari batu andesit, “Masih dipakai untuk mas kawin dan ritual, mungkin hanya satu di dunia, di mana budaya prasejarah masih hidup,” ujar Schiefenhoevel.(*)