Sidang Nurdin Abdullah
Sidang Nurdin Abdullah, Jaksa KPK Hadirkan Lima Saksi
Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah (NA) selaku terdakwa penerima suap infrastruktur, kembali menjalani sidang pemeriksaan saksi
Penulis: Andi Muhammad Ikhsan WR | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah (NA) selaku terdakwa penerima suap infrastruktur, kembali menjalani sidang pemeriksaan saksi di Ruang Sidang Utama Prof Harifin A.Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Kamis (26/8/2021).
Ada 5 saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.
Lima saksi tersebut yaitu, Jumras (Mantan Kepala Biro Pembangunan Sulsel), Syamsul Bahri (Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat), Edy Jaya Putra (mantan Kadis Bina Marga).
Prof Rudi Djamaliddin (Kadis PUTR Sulsel), dan Andi Sudirman Sulaiman (plt Gubernur Sulsel)
Sidang dipimpin oleh Ibrahim Palino, didampingi dua Hakim Anggota, yaitu M. Yusuf Karim, dan Arif Agus Nindito.
Sementara NA hadir secara virtual di Jakarta via Zoom, dipampingi Penasihat Hukumnya, yaitu Arman Hanis,
Sementara Irwan Irawan, Saiful Islam, Ahmad Suyudi, dan Maskum Sastra Negara hadir secara langsung di ruang sidang PN Makassar.
Sebelumnya, NA telah diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001.
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dan kedua, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dengan ancaman hukum minimal 4 tahun, dan maksimal 20 tahun, dengan denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Dilapis Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme jo Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam dakwaan yang dibacakan M. Asri, NA diduga menerima suap dari Anggu Rp 2,5 miliar dan 150 ribu Dollar Singapura (SGD) atau senilai Rp 1 miliar 590 juta (kurs Dollar Singapura Rp 10.644).
Selain itu Nurdin juga menerima dari kontraktor lain senilai Rp 6,5 miliar dan SGD 200 ribu atau senilai Rp 2,1 miliar (kurs Dollar Singapura Rp 10.644).
Laporan Tribun Timur, M Ikhsan