Tribun Makassar
Dapat Sertifikasi, ASN Guru Dominasi Perceraian ASN di Kota Makassar
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, jumlah ASN yang mengajukan berkas izin perceraian sebanyak 135 orang.
Penulis: Siti Aminah | Editor: Sudirman
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Angka perceraian bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) Makassar tergolong tinggi.
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, jumlah ASN yang mengajukan berkas izin perceraian sebanyak 135 orang.
Mulai dari 2016 sebanyak 25 orang, 2017 ada 21 orang, 2018 13 orang, 2019 32 orang, 2020 33 orang, dan 2021 11 orang.
Pengajuan izin perceraian tersebut didominasi oleh ASN guru, mencapai 80 persen.
Kepala Badan Kepegawaian Pemberdayaan SDM (BKPSDM) Makassar, Munandar mengatakan, ASN guru yang memasukkan berkas didominasi perempuan.
Munandar menilai, ASN guru yang mengajukan izin perceraian dilatarbelakangi oleh masalah ekonomi.
"Guru kan punya sertifikasi, kalau kita perhatikan yang mau cerai itu suaminya bukan ASN," ucap Munandar kepada tribun-timur.com, Senin (23/8/2021) sore.
Apalagi selama masa pandemi Covid-19, kondisi ekonomi masyarakat mengalami gangguan.
Belum lagi ASN lebih banyak menjalankan tugas di rumah.
Hal tersebut memicu pertengkaran di lingkungan rumah tangga.
Intensitas pertemuannya tinggi sehingga kadang terjadi percekcokan.
"Tahun 2020 paling tinggi karena saat itu masa pandemi, orang banyak tinggal di rumah dan itu bisa memicu kekerasan dalam rumah tangga,"
Hanya saja, pihaknya tidak langsung menyetujui pengajuan tersebut.
Membutuhkan waktu lama dan proses panjang.
Tidak semua yang mengajukan diberi izin, ada yang dipending atau ditunda bahkan ditolak.
Pertikaian dalam rumah tangga mendominasi alasan ASN bercerai, namun kasus seperti ini banyak ditolak karena pertengkaran memang kerap terjadi dalam rumah tangga.
"Biasanya kita minta mereka untuk pertimbangkan ulang, sebisa mungkin kita perlambat izinnya karena yang kasus seperti ini lumrah terjadi," jelasnya.
Tidak mudah memberi izin perceraian kepada pihak bersangkutan, harus memenuhi paling tidak dua kriteria dari tujuh indikator.
Indikator yang dimaksud antara lain ada pihak istri/suami yang menikah, selingkuh, mabuk-mabukan, berjudi, dan lain-lain.
Indikator lainnya, KDRT atau ketidak harmonisan dalam keluarga, tidak memiliki keturunan dalam jangka waktu lima tahun lebih, ada yang pindah agama, suami/istri dipenjara lebih dari empat tahun.
Tidak memberi nafkah lahir batin secara terus menerus atau pembiaran terhadap istri/suami.
"Serta ada pihak yang meninggalkan rumah dan berpisah lebih dua tahun. Minimal ada dua alasan yang kami pertimbangkan," ujarnya.
Sebelum menentukan sikap, pihak BKPSDM lebih dulu melakukan mediasi dengan pihak bersangkutan.
Karena itu, ada beberapa ajuan yang dipending hingga dua tahun agar kedua belah pihak bisa rujuk kembali.
Munandar menegaskan, BPKSDM hanya memberi izin, sebab proses perceraian berhubungan langsung dengan pengadilan agama. (*)