Nurdin Abdullah Ditangkap KPK
Sidang Nurdin Abdullah, Kontraktor Soppeng Dicecar Soal Sumbangan Rp 1 Miliar
Kontraktor asal Kabupaten Soppeng, H. Haeruddin mengaku pernah menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar untuk pembangunan masjid Nurdin Abdullah
Penulis: Andi Muhammad Ikhsan WR | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kontraktor asal Kabupaten Soppeng, H. Haeruddin mengaku pernah menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar untuk pembangunan masjid Gubernur Sulsel Nonaktif Nurdin Abdullah (NA), di Pucak, Kabupaten Maros.
Hal ini disampaikan Haeruddin saat menjadi saksi sidang lanjutan terdakwa NA selaku penerima suap proyek infrastruktur, di Ruang Sidang Utama Prof Harifin A.Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Kamis (5/8/2021) pukul 10.20 Wita.
Awalnya ketiga Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, yaitu Siswandono, Yoyo Fiter, dan Andry Lesamana menanyakan apakah Haeruddin pernah dimintai bantuan oleh terdakwa.
Haeruddin pun menjawab, jika awalnya melalui ajudan pribdainya, NA meminta untuk melakukan pertemuan.
"Pernah, tapi tidak sempat, jadi waktu itu Syamsul Bahri ajudan pak NA, menghubungi saya saat Pak NA ada kunjungan di Soppeng, tapi kebetulan saya ada di Makassar, jadi tidak sempat ketemu," ujar Haeruddin.
Beberapa hari setelah itu, Haeruddin kemudian mengirimkan pesan WA kepada NA, untuk menanyakan perihal ajakan bertemunya tersebut.
JPU kemudian menanyakan darimana Haeruddin mendapat nomor NA.
"Lewat Syamsul Bahri Pak, dulu pernah ketemu waktu Pak NA kunjungan ke Wajo," katanya.
Lanjut Haeruddin, setelah itu NA kemudian memintanya untuk biaya pembangunan masjid.
"Saya mengaku siap untuk menyumbang Rp 1 miliar, karena katanya pembangunan ini butuh dana besar," jelasnya
JPU pun kembali bertanya bagaimana Haeruddin menyerahkan uang tersebut.
"Saya serahkan langsung ke Pak Syamsul, sekitar bulan Februari 2021. Awalnya mau lewat yayasan masjid Pak, tapi Pak Syamsul datang langsung ke rumah, jadi saya serahkan langsung," ungkapnya
Haeruddin pun mengaku, jika sumbangan tersebut murni karena amal.
Tak sampai di situ, JPU kembali menanyakan, apakah jika yang meminta sumbangan tersebut bukan NA, Haeruddin bakal memberikan jumlah yang sama.
"Iya Pak, karena memang niatnya bersedekah. Karena tergantung nilai pembangunannya. Saya memang sering menyumbang dengan nilai segitu," tutupnya.
Dalam persidangan tersebut juga terungkap jika perusahaan milik Haeruddin pernah mengerjakan proyek pengerjaan ruas jalan di kabupaten Soppeng dengan nilai Rp 34 miliar.
Diketahui, Ada tiga orang saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, yaitu Amri Maurada sebagai Direktur Bank Swasta, Haeruddin selaku kontraktor, dan Kwan Sakti Rudi Moha juga merupakan wiraswasta.
Sementara sidang dipimpin oleh Ibrahim Palino, didampingi dua Hakim Anggota, yaitu M. Yusuf Karim, dan Arif Agus Nindito.
Sebelumnya, NA telah diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001.
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dan kedua, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dengan ancaman hukum minimal 4 tahun, dan maksimal 20 tahun, dengan denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Dilapis Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme jo Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam dakwaan yang dibacakan M. Asri, NA diduga menerima suap dari Anggu Rp 2,5 miliar dan 150 ribu Dollar Singapura (SGD) atau senilai Rp 1 miliar 590 juta (kurs Dollar Singapura Rp 10.644).
Selain itu Nurdin juga menerima dari kontraktor lain senilai Rp 6,5 miliar dan SGD 200 ribu atau senilai Rp 2,1 miliar (kurs Dollar Singapura Rp 10.644).
Laporan tribuntimur.com,AM Ikhsan