Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Tribun Timur

Pemerintahan Teater

Bisa ditonton, bisa dilihat tahap demi tahap, tapi tak pernah bisa disentuh. Apalagi diinterupsi. Ada jarak antara penonton dan panggungnya.

Editor: AS Kambie
ist
Muhammad Ridha, Dosen UIN Alauddin Makassar 

Oleh: Muhammad Ridha
Warga Makassar/Akademisi di UIN Alauddin Makassar

TRIBUN-TIMUR,COM - Belakangan ini, dalam amatan awam saya sebagai warga kota Makassar, ada kecenderungan melihat kasus demi kasus Covid-19, penanganan demi penanganan atau tata cara menghindar dari terkena wabah atau sembuh dari terkena wabah, seperti menyaksikan sebuah tontonan.

Mirip adegan dalam teater.

Sepertinya warga Kota Makassar disuguhkan pagelaran: marah-marah aparat dan pimpinannya demi Kesehatan dan keselamatan warga, tahap-demi tahap yang telah dilakukan oleh pengurus public, inovasi demi inovasi, kiat kiat, hingga data-data capaian seperti slot di televisi.

Bergantian hadir ke hadapan kita, warga, permirsa mereka yang sedang memproduksi tontonan.

Model pengurusan negara semacam ini sama seperti yang digambarkan Clifford Geertz (2000) dalam bukunya Negara Teater: Kerajaan-kerajaan di Bali Abad Kesembilan Belas.

Pemerintahnya tidak sedang mengurusi rakyatnya, dia sedang mengurusi symbol-simbol, ritual-ritual dan adegan-adegan yang akan diliaht oleh rakyatnya sebagai tokoh dalam panggung teater.

Bisa ditonton, bisa dilihat tahap demi tahap, tapi tak pernah bisa disentuh. Apalagi diinterupsi. Ada jarak antara penonton dan panggungnya.

Coba lihat bulan-bulan terakhir ini. Kita seperti disuguhkan parade demi parade yang dipamerkan oleh pemerintah kota Makassar, yang sangat terpusat pada walikotanya sendiri, Danny Pomanto, mulai dari upacara peluncuran program Makassar Recover dengan upacara yang dihadiri oleh ribuan orang, ratusan kendaraan, juga iringan lainnya.

Meski dilaksanakan di ruang terbuka, itu saja sudah menciptakan kerumunan massal yang bertentangan dengan semangan social distancing yang diterapkan untuk meminimalisir penyebaran virus Covid 19 yang sebelumnya telah pula bermutasi menjadi varian delta yang, menurut sejumlah kalangan,  lebih cepat menyebar.

Setelah parade itu, tak berapa lama, walikota Makassar meluncurkan tim Covid Hunter, yang akan mendata warga.

Jika ditemukan, dalam pemeriksaan langsung ke lapangan, ada yang suspect akan dilaporkan untuk ditindak oleh satuan tenaga kesehatan yang berwenang.

Program ini banyak dikritik karena melibatkan begitu banyak orang, menurut klaim pemerintah kota, program ini melibatkan 10.000 relawan, yang akan mobile ke luar masuk dari rumah warga ke rumah warga lainnya.

Bahkan sejumlah warga banyak yang menolak satgas Covid Hunter ini masuk ke rumahnya, karena banyak ditemukan mereka tak memenuhi protocol Kesehatan.

Karena marah program ini banyak dtolak warga walikota Danny Pomanto naik pitam, seperti sebuah peran antagonis dalam teater, dia mengancam, menyemrot warga dengan macam-macam ancaman.

Nada marah dan mengancam ini benar-benar ditampakkan di muka public, dengan mimic marah, menampilkan muka jahat dan dingin hingga mengeluarkan kata ancaman.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved