Ponpes Asadiyah
Jejak yang Tersisa dari Haul Ke-35 AG KH Muh Yunus Martan, Sosok Ulama Kharismatik Juga Akuntan
Mulai dari Ketua Umum dan Pengurus PP As'adiyah, Imam Besar Istiqlal, Alim Ulama, Cendikiawan, Tokoh Organisasi, Politisi, Birokrat, Pejabat Institusi
TRIBUN-TIMUR. COM, SENGKANG -
Muh. Rusydi Arif
Alumni As'adiyah
Direktur Damai Bangsa Institute
Sabtu malam, tepatnya ba'da isya, tanpa diduga sebuah acara berlangsung dengan penuh khidmat (24/07/2021), memperingati tahun ke 35 atau haul ke 35 pasca meninggalnya AG. KH. Muh. Yunus Martan.
Acara haul dengan fasilitas _zoom meeting_ disaksikan secara langsung kurang lebih 700-an orang peserta dari berbagai daerah dan provinsi dengan latar belakang profesi yang berbeda-beda.
Mulai dari Ketua Umum dan Pengurus PP As'adiyah, Imam Besar Istiqlal, Alim Ulama, Cendikiawan, Tokoh Organisasi, Politisi, Birokrat, Pejabat Institusi Kampus, Akademisi-Seniman, Pengusaha, dll. Dan yang pasti mereka alumni Pondok Pesantren As'adiyah.
Banyaknya tokoh-tokoh sukses yang hadir via _zoom meeting_ itu, tergambar itulah potret kekuatan alumni As'adiyah yang sesungguhnya. Dan kesuksesan yang digapai oleh mereka dari satu fase ke fase selanjutnya tidak lepas dari "distribusi keberkahannya" AG. KH. Muh. Yunus Martan.
Keberkahan (barakka) atau meraih keberkahan dalam konsepsi dunia pesantren adalah sesuatu yang diidam-idamkan oleh seorang santri.
Seorang santri -biasanya- baru terekspresikan dan merasa mendapatkan keberkahan sekeluarnya dan setelah sekalian lama tamat dari Pesantren dan bergelut dengan beragam aktivitas dan ia sukses.
Pada moment ini lah keberkahan menjadi sebuah keniscayaan.
Jumlah 700-an itu sebuah angka kepesertaan yang fantastik.
Bukan angka kecil bagi sebuah acara yang persiapannya bisa dikatakan terhitung pendek. Dan jauh sebelum berlangsung proses _zoom meeting_ bisa dipastikan mereka ikut berpartisipasi aktif bukan karena keterpaksaan tapi karena faktor adanya dorongan dari dalam diri merekas.
Sehingga mereka merasa terpanggil untuk ikut berpartisipasi dan berbagi cerita serta pengalaman yang didapatkannya selama bertahun-tahun berguru langsung dengan Anre Gurutta di Pesantren As'adiyah.
Membludaknya peserta daring itu, bisa jadi karena adanya sebuah kerinduan yang memuncak.
Sebuah kerinduan yang lama tak terlampiaskan. Suka tidak suka, sadar atau tidak sadar, kita harus akui ada kealpaan dalam diri kita sebagai alumni, baik secara personal maupun secara institusi-kelembagaan.
Karena sepanjang ingatan penulis, ini adalah haul yang pertama kali dilakukan sejak AG. KH. Muh.Yunus Martan meninggalkan kita 35 tahun yang lalu.
Padahal sejatinya perayaan haul untuk tokoh sekaliber AG. KH. Muh. Yunus Martan, seorang ulama besar nan kharismatik oleh santrinya dan masyarakat dianggap sangat berjasa dan meninggalkan banyak prestasi gemilang dalam mengelola dan mengembangkan serta mengantarkan Perguruan As'adiyah hingga mencapai puncak keemasannya
Yaitu oleh Anre Gurutta terwariskannya para santri unggul dengan disiplin ilmu dan keahlian yang berbeda-beda.
Sukses menjadi tokoh lokal dan nasional yang hari ini tak terhitung jumlahnya adalah sebuah keniscayaan.
Semua prestasi di atas, tak lepas dari kontribusi dan investasi keilmuan AG. KH. Muh. Yunus Martan selama berpuluh-puluh tahun mengabdikan dirinya di Perguruan As'adiyah, dimana hampir sebagian besar usianya, ia curahkan tenaga dan pikirannya untuk mentransformasikan keilmuannya kepada santrinya.
Dan karena itu, kedepannya haul yang semacam ini sebuah keniscayaan.
Pada acara daring yang berlangsung kurang lebih 4 jam, non stop, dari jam 20.00 - 24.00 WITA, terdapat beberapa testimoni penting yang patut dicatat, dan itu di luar dari espektasi, khususnya sebagai generasi As'adiyah belakang.
Banyak yang terungkap dari sekian banyak yang tak terungkap selama ini.
Karena yang lazim diketahui oleh kita sebagai seorang santri As'adiyah generasi belakang, bahwa Anre Gurutta adalah seorang ulama kharismatik Sulsel.
Seorang santri generasi awal As'adiyah. Seorang santri brilian dengan keilmuan yang paripurna yang berguru langsung kepada pendiri MAI (Madrasatul Arabiyatul Islamiyah) yang kemudian berubah menjadi Pondok Pesantren As'adiyah, yaitu Anregurutta KH.M.As:ad.
Seorang santri yang dikemudian hari menjadi generasi ke- 3 dalam urutan Pimpinan Perguruan As'adiyah dengan segudang prestasi dan sejumlah hasil karya dalam lmu keislaman (kepesantrenan) dan kemasyarakarakatan : _fiiqh, tafsir, ulum al-fafsir, hadis, ulum al-hadis, tauhid, aqidah al-akhlak, faraidh, Ilm al-rasm (kaligrafi), bahasa arab_, dst, serta sejumlah tulisan dan artiiel keagamaan yang ditorehkannya sebagai bentuk dan wujud kongkrit pengabdian paripurnanya dalam pendidikan dan menjalankan dakwahnya kepada masyarakat.
Oleh karena itu, penting dicatat di sini yang terungkap dari yang tak terungkap selama ini tentang Anre Gurutta, semisal --ternyata-- kesehariannya Anre Gurutta sangat menjaga penampilan; rapi dan necis, posisi dan letak sorban sama seimbangnya antara kiri dan kanan, dan sorban tersebut dililitkan secara manual oleh tangan beliau sendiri; multi disiplin-waktu, hobi memelihara ikan hias, lebih duluan menyumbang dengan nilai yang lebih tinggi dari pada sumbangan jamaah lainnya, dan seterusnya dengan berbagai keistimewaan lainnya.
Dan salah satu sisi lain _mumayyizat_ (keistimewaan) Anre Gurutta adalah seorang ulama yang melek teknologi modern, ahli keuangan (akuntan), administrator ulung, selain kedalaman dan ketinggian ilmu keislamannya. Ini kompetensi yang sangat jarang ditemui dan dimiliki oleh ulama jaman itu.
Sebuah kompetensi keilmuan di atas rata-rata melampaui zamannya. Karena itu, bisa dikatakan Anre Gurutta dikategorikan " _alla mafakkar fiih_ " Sesuatu yang tidak dipikirkan orang lain beliau bisa fikirkan tentang sesuatu dan pada saat bersamaan ia bisa wujudkan.
Pada titik ini, patut kita apresiasi generasi/santri As'adiyah yang lahir pada akhir tahun 1930-an sampai akhir tahun 1960 -an.
Mereka generasi yang sempat mengalami fase keemasan dan fase transfer keilmuan keislaman (ilmu pesantren) dan ilmu non pesantrennya Anre Gurutta. Ini berbeda halnya generasi yang lahir 1970- an meskipun --boleh jadi-- ada beberapa di antara santri As'adiyah yang sempat menimba ilmu langsung dari Anre Gurutta, tapi volume dan durasi interaksinya tidak sedalam mereka yang lahir pada generasi sebelumnya.
Dan bila ada di antara generasi 1970-an bisa berinteraksi langsung secara integratif dengan Anre Gurutta tentu hanya bagian serpihan kecil yang didapatkannya karena faktor usia yang belum cukup. Dan di sinilah letak perbedaannya. Jadi ini soal daya nalar dan daya cerna berbedanya level usia dewasa dan non dewasa.
Seandainya "jarum zaman" itu bisa diputar mundur, generasi santri tahun 1970-an berharap banyak jam itu bisa diputar mundur kembali, agar kita juga bisa merasakan dan mendapatkan percikan keberkahan langsung dari Anre Gurutta, yang di dalam dirinya dipenuhi mutiara-mutiara berkilau yang berwujud keilmuan tinggi dan suri tauladan yang tak ternilai. @ Lahu Alfatihah.
****