Dakwaan Nurdin Abdullah
KPK Anggap Nurdin Abdullah Tampung Suap Pakai Rekening Pengurus Masjid, Pengacara: Belum Tentu Benar
Salah satu dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Nurdin Abdullah gubernur nonaktif Sulsel, tampung uang suap pakai rekening masjid
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pengacara mantan Gubernur nonaktif Sulsel Nurdin Abdullah akan membuktikan surat dakwaan jaksa penuntut umum belum tentu benar.
Pengacara Nurdin Abdullah sudah punya argumentasi untuk mematahkan dakwaan jaksa pentuntu umum dari KPK.
"Terkait benar atau tidaknya akan kami buktikan diproses persidangan," kata Pengacara Nurdin Abdullah, Arman Hanis saat dikonfirmasi.
Salah satu dakwaan jaksa, mantan Bantaeng dua periode ini pernah menggunakan rekening atas nama Pengurus Masjid Kawasan Kebun Raya Pucak untuk menampung uang gratifikasi demi kepentingan pribadi.
Berkas dakwaan Nurdin Abdullah setebal 25 halaman, dibacakan secara bergantian oleh JPU KPK pada sidang perdananya, dengan agenda pembacaan dakwaan.
Sidang berlangsung secara luring terbatas, yang terpusat di Ruang Sidang Utama Prof Harifin A Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Kamis (22/7/2021) pukul 12.00 Wita.
Sementara NA hadir secara virtual di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur, Jakarta.
Sidang dipimpin oleh Hakin Ketua Ibrahim Palino, didampingi dua Hakim Anggota, yaitu M Yusuf Karim, dan Arif Agus Nindito.
NA sendiri diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001.
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Atau kedua, perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dengan ancaman hukum minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, dengan denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.
Tim Kuasa Hukum Gubernur Sulsel Nonaktif Nurdin Abdullah (NA) tidak akan mengajukan eksepsi (pembelaaan) dalam sidang dugaan gratifikasi proyek infrastruktur di lingkup Pemprov Sulsel yang menyeret kliennya.
Kuasa Hukum NA, Arman Hanis mengaku, akan fokus mengungkap fakta dalam proses persidangan nantinya. Menurutnya, pembacaan dakwaan oleh JPU belum tentu benar adanya.
"Apa yang disampaikan JPU KPK adalah dakwaan yang sifatnya dugaan kepada pak NA. Terkait benar atau tidaknya akan kami buktikan diproses persidangan," ujarnya saat dikonfirmasi tribun-timur.com via pesan WhatsApp, Kamis (22/7/2021).
Ia mengaku, pada proses persidangan dugaan gratifikasi yang menimpa kliennya akan menghadirkan saksi-saksi terkait.
Tujuannya, agar semua yang diinginkan oleh berbagai pihak dapat terbukti, termasuk kepada publik agara dapat menilainya secara cermat.
"Mengenai apa saksi meringankan itu hak terdakwa dan kami akan mengajukan saksi meringankan sesuai hak kepada terdakwa. Siapa saksi itu? akan kami sampaikan pada persidangan," katanya.
"Kami juga akan hadirkan ahli untuk membuktikan dakwaan itu tidak seperti yang dibacakan," tambahnya.
Diketahui dalam dakwaan JPU, Nurdin Abdullah diduga menerima uang berjumlah Rp6.587.600.000,00 (enam miliar lima ratus delapan puluh tujuh juta enam ratus ribu rupiah) dan SGD200.000 (dua ratus ribu dollar Singapura).
Akan tetapi, jaksa kemudian menegaskan kalau seluruh uang tersebut harus dianggap sebagai suap.
Nurdin Abdullah menurut jaksa dinilai melanggar Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme jo Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
JPU juga mendakwa Nurdin Abdullah dengan ancaman pidana dalam Pasal 12 B Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Permohonan Rawat Jalan
Dalam kesempatan yang sama, Arman melakukan permohonan rawat jalan bagi kliennya yang mengalami penurunan kondisi kesehatan.
Memohon kepada Hakim Ketua adalah permohonan yang bertingkat.
Apalagi, dalam proses penyidikan di KPK telah diberikan pengobatan rutin dan diberikan haknya untuk berobat.
"Kewenangan untuk memberikan persetujuan rutin beralih ke majelis hakim makanya kami mengajukan permohonan yang sama, bukan hal baru," katanya.
Dakwaan kepada Nurdin Abdullah
Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah pernah menggunakan rekening atas nama Pengurus Masjid Kawasan Kebun Raya Pucak untuk menampung uang gratifikasi demi kepentingan pribadi.
Hal itu terungkap dalam dakwaan Nurdin Abdullah yang dibacakan tim JPU KPK di Pengadilan Tipikor Makassar, Kamis (22/7/2021).
"Terdakwa pada Desember 2020 sampai dengan Februari 2021 untuk kepentingannya menerima uang dengan jumlah total Rp1 miliar dari beberapa pihak di rekening Bank Sulselbar nomor rekening 0102020000099502 atas nama Pengurus Mesjid Kawasan Kebun Raya Pucak," kata Jaksa M Asri Irwan saat membacakan surat dakwaan Nurdin Abdullah.
JPU KPK kemudian memerinci sejumlah pihak yang pernah mentransfer uang gratifikasi ke rekening tersebut.
Di antaranya Direktur PT Putra Jaya Petrus Yalim mentransfer Rp 100 juta pada 1 Desember 2020.
Pemilik PT Tri Star Mandiri dan PT Tiga Bintang Griya Sarana, Thiawudy Wikarso sebesar Rp 100 juta.
Pada 26 Februari 2021 terdapat transaksi Rp 300 juta dari rekening Sulsel Peduli Bencana yang dipindahkan dananya oleh Kepala Cabang Bank Mandiri Cabang Makassar Panakkukang Muhammad Ardi.
Seperti diketahui, JPU KPK mendakwa Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 12,8 miliar dari sejumlah kontraktor dan pengusaha.
Atas perbuatannya Nurdin didakwa telah melamggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
Nurdin juga didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.(*)