Nurdin Abdullah
Nurdin Abdullah Sidang Hari Ini, Akademisi-Birokrat yang Dikenal Bersih Ini Dihukum Berapa Tahun?
Update fakta sidang Nurdin Abdullah pada sidang perdana Nurdin Abdullah hari ini, menurut kamu Nurdin Abdullah dituntut berapa tahun?
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Setelah hampir lima bulan bergulir, kasus Gubernur nonaktif Sulsel Nurdin Abdullah sampai di pengadilan.
Jika tak ada halangan, Nurdin Abdullah bakal menjalani sidang Kamis (22/7/2021) hari ini.
Karier Nurdin Abdullah baik sebagai akademisi dan birokrat berantakan sejak 27 Februari 2021.
Reputasi sebagai birokrat yang bersih yang dibangun lebih 10 tahun lenyap tak tersisa.
Kasus suap yang menjeratnya membuatnya dipermalukan.
Fakta-fakta sidang terdahulu yang menyeret kontraktor Agung Sucipto mengungkap banyak peran Nurdin.
Bahkan di fakta persidangan dan pengakuan Agung Sucipto, sejumlah serah terima dilakukan di rumah jabatan gubernur. Ada uang haram bahkan sampai dibawa ke tempat tidur Nurdin Abdullah.
Sidang pembacaan dakwaan, Nurdin Abdullah selaku terdakwa penerima suap proyek infrastruktur, bakal di Ruang sidang Prof Harifin Tumpa, Pengadilan Negeri Kelas I Khusus Makassar, Kamis (22/7/2021) pukul 10.00 Wita besok.
Rencananya, NA hanya hadir secara virtual di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur, Jakarta.
Namun Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK tetap bakal hadir di persidangan secara luring.
Adapun yang bertindak sebagai JPU-nya yaitu, M. Asri, Januar Dwi Nugroho, Andri Lesmana, dan Yoyo Fiter.
Sebelumnya, M Asri mengatakan, jika sidang digelar sesuai jadwal, yakni pekan depan.
Pihaknya akan membacakan surat tuduhan, dari situ akan diuraikan apa yang dilakukan oleh terdakwa Nurdin Abdullah.
"Nanti dari surat tuduhan itu kami uraikan, apa-apa yang dilakukan oleh terdakwa Nurdin Abdullah," ujar Asri saat ditemui, Selasa (13/7/2021) lalu.
Lanjutnya, untuk membuktikan dakwaan kepada NA, pihaknya sudah menyiapkan segala alat bukti.
"Pertama adalah saksi saksi, kemudian kami juga tunjukan barang bukti apa yang mendukung untuk pembuktian, dan alat bukti lain, misalnya petunjuk, ini hasil hasil intercept dari petugas KPK," jelasnya.
Katanya, saat ini Jakarta masih dalam PPKM darurat, sehingga NA hanya hadir secara virtual di Jakarta.
"Saat ini PPKM darurat di Jakarta, dan semua sidang yang kami lakukan, melalui virtual. Artinya apa, terdakwanya tetap di Jakarta, saksi-saksi kita hadirkan di PN Makassar," katanya.
Diketahui, Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat selaku Sekertaris PUPR Provinsi Sulsel, diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total Rp 5,4 miliar.
Alasannya, agar Agung Sucipto dipilih untuk menggarap proyek di Sulsel untuk tahun anggaran 2021.
Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
ATM Berjalan Pejabat Sulsel ini Dituntut 2 Tahun Penjara
Bagaimana rasanya menjadi ATM berjalan bagi pejabat?
Ini boleh ditanyakan kepada Agung Sucipto kontraktor ternama yang menguasai megaproyek di Selatan Sulsel itu.
Kontraktor Agung Sucipto hanya dituntut dua tahun penjara sebagai terdakwa penyuap Gubernur nonaktif Sulsel Nurdin Abdullah.
Nyanyian Anggu sapaannya selama proses pemeriksaan sangat nyaring.
Nurdin Abdullah yang sebelumnya dikenal dengan citra birokrat dan akademisi yang bersih pun dalam masalah besar.
Kini, Anggu selaku terdakwa penyuap dituntut dua tahun penjara. Bagaimana reaksi Anggu dan pengacara hukumnya atas tuntutan itu?
Denny Kailimang selaku Penasehat Hukum Agung Sucipto mengatakan, kasus yang dialami oleh kliennya ini bisa menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah untuk tidak lagi menjadikan para kontraktor sebagai ATM berjalan.
Pasalnya, dari fakta persidangan, terbukti jika Agung bukanlah satu-satunya kontraktor yang pernah menyerahkan uang kepada Nurdin Abdullah (NA).
"Jadi bisa dilihat, jika memang sistem pemerintah yang perlu diperbaiki. Karena tidak mungkin ada kontraktor yang memberi jika dari pihak pemerintah tidak meminta," ujar Denny, Selasa (13/7/2021).
Sehingga kebiasaan seperti ini sudah harus dihapuskan.
"Jadi mau tidak mau, pengusaha harus melakukan hal itu Karena terbukti juga dalam fakta persidangan tadi, banyak kontraktor juga melakukan hal yang sama," ungkapnya.
Anggu ternyata tidak tenang alias menderita menjadi pengusaha sekaligus ATM berjalan dari pejabat.
"Dengan persidangan ini, benar-benar institusi dan pemerintahan tidak lagi menjadikan kontraktor sebagai ATM mereka," kata Denny.
Sebelumnya diberitakan, Agung Sucipto selaku terdakwa penyuap Gubernur Sulsel Non-aktif Nurdin Abdullah (NA), dituntut 2 tahun penjara dengan denda 250 juta subsider 6 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.
Hal ini disampaikan oleh JPU KPK, M. Asri saat menjalani sidang pembacaan tuntutan terdakwa Agung Sucipto di Ruang Sidang Utama, Prof Harifin A. Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Selasa (13/7/2021).
JPU memutuskan, Agung Sucipto dikenakan UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 5 (1) UU Tipikor Jo Pasal 64 (1) KUHP, dengan ancaman penjara minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp250 juta.
Karena JPU menganggap terjadi perbuatan berlanjut terhadap pasal 5, yaitu pemberian suap secara berulang yang dilakukan Agung Sucipto.
"Dalam tuntutan tadi ada fakta meringankan dan memberatkan, memang ancamannya maksimal 5 tahun," ujar M. Asri saat diwawancarai.
Namun kata Asri, karena selama persidangan terdakwa berlaku sopan dan sangat kooperatif.
Maka diputuskan untuk melayangkan tuntutan selama 2 tahun, dengan denda Rp250 juta subsider 6 bulan, dikurangi lamanya penahanan terdakwa.
"Alasan pemberatnya itu, karena terdakwa tidak mendukung program pemerintah terkait reformasi birokrasi. Namun, selama persidangan terdakwa bertindak kooperatif sehingga membantu proses persidangan," tutupnya.
Alasan Jaksa KPK Cuma Nuntut 2 Tahun Penjara
Kasus suap Anggu terhadap Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah jadi heboh. Bahkan jadi perhatian nasional.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Makassar, M Asri mengapresiasi terdakwa kasus suap pembangunan protek Infrastruktur, Agung Sucipto atas sikapnya yang terbuka selama jalannya persidangan.
Hingga saat ini, Agung Sucipto telah menjalani delapan kali sidang.
Dengan rincian, satu kali pembacaan dakwaan, lima kali pemeriksaan saksi, satu kali pemeriksaan terdakwa, dan pembacaan tuntutan.
"Kita harus melihatnya secara konfrehensif , dan. Saya mengapresiasi Agung Sucipto yang sangat terbuka, beda lah dengan pemberi suap yang lain," ujar M Asri saat diwawancarai, Selasa (13/7/2021).
"Jarang loh ada penyuap yang mau terbuka seperti ini, jadi patut diapresiasi keterbukaan pak Agung ini," lanjutnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan jika tuntutan yang diberikan kepada terdakwa Agung Sucipto sebesar 2 tahun dengan denda maksimal Rp250 juta sudah melalui banyak pertimbangan.
"Coba teman teman buka tuntutan-tuntutan pemberi suap, memang ini bukan anglo saxon, tapi banyak pertimbangan - pertimbangan, dan ini sangat membuka tabir pelaku pelaku yang lain," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Agung Sucipto selaku terdakwa penyuap Gubernur Sulsel Non-aktif Nurdin Abdullah (NA), dituntut 2 tahun penjara dengan denda 250 juta subsider 6 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.
Hal ini disampaikan oleh JPU KPK, M. Asri saat menjalani sidang pembacaan tuntutan terdakwa Agung Sucipto di Ruang Sidang Utama, Prof Harifin A. Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Selasa (13/7/2021).
JPU memutuskan, Agung Sucipto dikenakan UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 5 (1) UU Tipikor Jo Pasal 64 (1) KUHP, dengan ancaman penjara minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp250 juta.
Karena JPU menganggap terjadi perbuatan berlanjut terhadap pasal 5, yaitu pemberian suap secara berulang yang dilakukan Agung Sucipto.
"Dalam tuntutan tadi ada fakta meringankan dan memberatkan, memang ancamannya maksimal 5 tahun," ujar M. Asri saat diwawancarai.
Namun kata Asri, karena selama persidangan terdakwa berlaku sopan dan sangat kooperatif.
Maka diputuskan untuk melayangkan tuntutan selama 2 tahun, dengan denda Rp250 juta subsider 6 bulan, dikurangi lamanya penahanan terdakwa.
"Alasan pemberatnya itu, karena terdakwa tidak mendukung program pemerintah terkait reformasi birokrasi. Namun, selama persidangan terdakwa bertindak kooperatif sehingga membantu proses persidangan," katanya.(*)
Laporan tribuntimur.com,AM Ikhsan