Covid 19
Siapa dr Siti Fadilah Supari? Pimpinan DPD Minta Presiden Jokowi Melibatkannya dalam Hadapi Pandemi
Menurut Sultan Bachtiar Najamudin, Siti Fadilah Supari adalah salah satu orang yang tepat untuk dilibatkan pemerintah
TRIBUN-TIMUR.COM - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan Bachtiar Najamudin menilai pemerintah butuh dukungan, sekaligus melibatkan banyak pihak berkompeten, untuk menghadapi pandemi covid-19 dan menentukan langkah serta skema kebijakan yang akan diambil.
"Kita tidak pernah tahu kapan pandemi ini berakhir. Maka kita butuh kesiapan dalam menghadapi, bagaimanapun situasinya ke depan. Baik dalam penanganan maupun pencegahan terhadap setiap kemungkinan terburuk yang akan terjadi."
"Dan harus melibatkan orang-orang khusus yang memiliki rekam jejak dalam menghadapi pandemi," kata Sultan melalui keterangan tertulis, Rabu (21/7/2021).
Menurutnya, mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, adalah salah satu orang yang tepat untuk dilibatkan pemerintah dalam memberikan wawasan, pertimbangan, bahkan susunan strategi kebijakan, baik jangka pendek maupun jangka panjang, untuk melawan Covid-19.
"Saya meminta kepada Bapak Presiden RI untuk memanggil Ibu Siti Fadilah Supari ke Istana."
"Dan sekaligus pemerintah dapat memberikan ruang keterlibatan secara formal (kewenangan khusus) dalam menghadapi pandemi Covid-19 di Indonesia," ucapnya.
Sebab, menurut senator muda asal Bengkulu tersebut, dalam menghadapi pandemi sekarang, kita butuh sosok yang memiliki pengalaman nyata.
Sultan mengatakan, presiden dan seluruh jajaran sudah berusaha maksimal melakukan yang terbaik untuk rakyat dalam menghadapi pandemi ini, tapi situasi sekarang memang darurat.
"Ibarat sebuah perang, menurut saya presiden perlu banyak masukan, nasihat, dan pertimbangan sebagai penguatan keyakinan dalam mengambil setiap keputusan."
"Presiden perlu kekuatan penuh dalam berperang melawan pandemi Covid-19 ini."
"Saat yang tepat presiden melibatkan sebanyak mungkin orang-orang yang berkompeten dalam bidangnya."
"Bukan hanya dr Siti Fadila Supari, tapi sosok seperti dokter Terawan dan tentu masih banyak ahli-ahli berpengalaman lain," papar Sultan.
Selain pernah menjabat Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari juga menjadi staf pengajar kardiologi di Universitas Indonesia.
Siti merupakan ahli jantung di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita selama 25 tahun.
Pada 2007, dia menulis buku berjudul Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung konspirasi Amerika Serikat dan organisasi WHO dalam mengembangkan senjata biologis dengan menggunakan virus flu burung.
Buku ini menuai protes dari petinggi WHO dan Amerika Serikat.
Pada 1987, Siti menerima The Best Investigator Award Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Best Young Investigator Award dalam Kongres Kardiologi di Manila, Filipina (1988).
Dia menerima The Best Investigator Award Konferensi Ilmiah tentang Omega 3 di Texas Amerika Serikat (1994) dan Anthony Mason Award dari Universitas South Wales (1997).
Dia juga menerima beberapa penghargaan dari Amerika dan Australia.
"Kebijakan ke depan tidak boleh bersifat trial dan error, ketika hadir masalah kita kalang kabut dalam menghadapinya."
"Jadi segera harus dirumuskan dengan pendekatan yang berasal dari kacamata ilmu pengetahuan, dengan melibatkan orang yang berpengalaman secara komprehensif dalam dunia epidemiologi."
"Dan beliau memiliki semuanya untuk berperan besar membantu pemerintah menanggulangi Covid-19."
"Ibu Siti adalah aset bangsa ini, apalagi dalam menghadapi pandemi."
"Beliau adalah seorang ilmuwan dan kaya pengalaman di birokrasi sebagai menteri di pemerintahan."
"Selain itu, beliau telah menerbitkan 150 karya ilmiah yang dipublish dalam jurnal nasional maupun internasional," papar Sultan.
Siti Fadilah Supari adalah aktor utama yang berperan dalam mengatasi dua pandemi flu yang pernah melanda Indonesia.
"Kita menginginkan kebijakan ke depan dapat menyeimbangkan tantangan."
"Di mana satu sisi tetap mengedepankan upaya ketahanan ekonomi nasional tetap berjalan, tapi tanpa meninggalkan penyediaan public health services di tengah wabah."
"Dan saya harap presiden, pemerintah dapat mewujudkannya, dengan melibatkan sosok-sosok berpengalaman seperti dr Siti Fadilah Supari dan yang lain," harap Sultan.
Profil dan Biodata dr Siti Fadilah Supari
1. Asal Surakarta
Dikutip dari wikipedia, Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) lahir di Surakarta, Jawa Tengah pada 6 November 1949.
Siti Fadilah menyelesaikan sekolah atasnya di SMAN 1 Surakarta .
Ia menerima gelar sarjana dari Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta) pada tahun 1972.
Pada 1987, ia menerima gelar master (S-2) untuk penyakit jantung dan pembuluh darah dari Universitas Indonesia pada 1987.
Pada 1996, ia menerima gelar doktor (S-3) dari Universitas Indonesia.
Pada 1993, ia mengambil kursus Kardiologi Molekuler di Heart House Washington DC, Maryland (Amerika Serikat) dan kursus Epidemiologi di Fakultas Universitas Indonesia (1997).
Pada 1998, ia kursus Preventive Cardiology di Goteborg (Swedia) dan peneliti di Bowman Grey Comparative Medicine (Universitas Wake Forest, Amerika Serikat).
2. Ahli jantung hingga menteri kesehatan
Sebelum menjadi menteri kesehatan, Siti Fadilah adalah pengajar Departemen Jantung dan Pembuluh Darah Pusat Jantung Nasional Harapan Kita/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dan staf pengajar kardiologi Universitas Indonesia.
Siti Fadilah telah menjabat sebagai ahli jantung Rumah Sakit Jantung Harapan Kita selama 25 tahun.
Ia juga menjadi Kepala Unit Penelitian Yayasan Jantung Indonesia dan Kepala Pusat Penelitian Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.
Pada 20 Oktober 2004, ia ditunjuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi menteri kesehatan.
Serah terima jabatan menkes dari Achmad Sujudi ke Siti Fadilah dilakukan di Jakarta, 21 Oktober 2004.
Setelah menjadi menteri kesehatan, Siti Fadilah menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden dari 25 Januari 2010 hingga 20 Oktober 2014.
3. Lawan flu burung
Pada tahun 2004, Indonesia dilanda wabah flu burung.
Kasus penularan flu burung dari unggas ke manusia di Indonesia terjadi pada 2005.
Harian Kompas mencatat terdapat 171 kasus orang yang terinfeksi flu burung sejak 2005 hingga 31 Desember 2010.
Sebanyak 141 orang yang terinfeksi kasus flu burung tercatat meninggal dunia.
Mereka yang meninggal dunia akibat flu burung rata-rata mengalami gejala berat seperti pneumonia Selama kurun waktu kurang lebih lima tahun, kasus flu burung terjadi di 11 provinsi yakni Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Riau.
Selaku Menkes, ketika itu Siti Fadilah mengkritik upaya badan kesehatan dunia (WHO) yang menurut dia terlalu membesar-besarkan kasus flu burung.
Kritikan itu dikemukakan Menkes pada teleconference dengan 1.500 orang bidan di seluruh Indonesia pada pembukaan Kongres XIV Ikatan Bidan Indonesia (IBI) di Hotel Bumiminang, Padang, Sumatera Barat.
Menkes mempertanyakan, kenapa hanya flu burung yang menjadi isu dunia padahal masih banyak jenis penyakit lain di antaranya Tuberculosis (TBC) yang menelan korban ratusan orang tiap hari di seluruh dunia tetapi tidak mendapat perhatian WHO.
Sementara flu burung yang hanya korbannya sedikit menjadi perhatian yang luar biasa dan cukup mengagetkan dunia.
"Kenapa menjadi isu begitu mengejutkan dunia," kata Menkes, karena negara-negara maju terancam sedang penyakit TBC hanya mengancam negara-negara miskin.
"Ini adalah satu bentuk ketidakadilan," tegasnya.
Siti Fadilah saat itu juga menyetop pengiriman sampel virus flu burung dari Indonesia ke WHO untuk diteliti dan dibuatkan vaksinnya.
Musababnya, Siti Fadilah menilai nantinya Indonesia akan dibuat bergantung kepada WHO dan negara-negara maju yang menjadi produsen vaksin untuk menghentikan wabah flu burung di Tanah Air.
Menurut dia, hal itu sama saja membiarkan negara kaya mengambil keuntungan dari negara miskin dengan cara memanfaatkan wabah yang sedang terjadi.
Penyetopan pengiriman sampel virus flu burung ke WHO itu lantas menjadi kontroversi.
Ia merasa dipojokkan dengan pemberitaan media terkait kebijakannya tersebut.
Saat kasus flu burung mulai mereda, Siti Fadilah menerbitkan sebuah buku yang berjudul “Saatnya Dunia Berubah. Tangan Tughan di Balik Virus Flu Burung”.
Buku itu lalu ramai dibahas media luar negeri karena dianggap menetang WHO dalam menangani wabah flu burung.
“Saya hanya bermaksud menggugat ketidakadilan yang sudah berlangsung puluhan tahun dalam mekanisme yang berlaku di WHO,” ujar Siti Fadilah sebagaimana dikutip Antara saat buku tersebut ramai dibahas.
4. Dijadikan tersangka
Namun, usai menjabat Menkes, Siti Fadilah justru tersandung kasus korupsi dalam pengadaan alat kesehatan untuk penanganan kasus flu burung.
Siti Fadilah divonis empat tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (16/6/2017).
Siti juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.
Siti Fadilah terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan, meragukan adanya aliran uang dari kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) oleh tersangka Siti Fadilah ke koleganya di partai matahari terbit, Soetrisno Bachir dan Amien Rais.
Siti Fadilah kemudian menghirup udara bebas pada 31 oktober 2020.
5. Penghargaan
Berikut penghargaan yang pernah diterima antara lain:
1987, The Best Investigator Award dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
1988, Best Young Investigator Award dalam Kongres Kardiologi di Manila, Filipina.
1994, The Best Investigator Award pada Konferensi Ilmiah tentang Omega 3 di Texas, Amerika Serikat.
1997, Anthony Mason Award dari Universitas South Wales.
Selain itu ia menerima pula beberapa penghargaan dari Amerika dan Australia. Tak kurang dari 150 karya ilmiahnya telah diterbitkan dalam jurnal lokal, regional, dan internasional.
(Tribun Timur / Surya.co.id / WartaKotalive.com )
