Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Hukuman Jaksa Pinangki Dikurangi 6 Tahun Setelah Ngaku Salah dan Punya Anak, Reaksi MAKI dan ICW

Hukuman Jaksa Pinangki dikurangi 6 tahun setelah ngaku salah dan punya anak, reaksi keras MAKI dan ICW

Editor: Ansar
WartaKota
Hukuman Jaksa Pinangki dikurangi 6 tahun setelah ngaku salah dan punya anak, reaksi keras MAKI dan ICW 

TRIBUN-TIMUR.COM - Hukuman Jaksa Pinangki dikurangi 6 tahun setelah ngaku salah dan punya anak, reaksi keras MAKI dan ICW.

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memberikan kabar baik jaksa pinangki.

Hakim PT menurunkan masa penahanan Pinangki dari 10 tahun jadi 4 tahun.

Artinya Jaksa Pinangki mendapat keringanan 6 tahun penjara.

Pinangki akan menjalani pidana penjara empat tahun setelah bandingnya diterima hakim PT Jakarta.

Jaksa Pinangki merupakan terpidana dalam kasus korupsi menyangkut Joko Tjandra yang telah divonis pada Februari 2021 lalu. 

Rupanya, Pinangki kemudian mengajukan permohonan banding. 

Putusan banding itu membuat hukuman pidana penjara terhadap Jaksa Pinangki berkurang jauh dibanding putusan hakim pada tingkat pertama. 

 

Hal itu tertuang di dalam Putusan nomor 10/PID.SUS-TPK/2021/PT DKI yang diputuskan pada Selasa, 8 Juni 2021.

Putusan pengadilannya kini sudah ditayangkan di website Mahkamah Agung dan dapat diunduh secara bebas. 

Dari Putusan tingkat banding itu terlihat lama hukuman penjara yang dijatuhkan terhadap Jaksa Pinangki di putusan pengadilan tingkat pertama berkurang jauh. 

Di putusan tingkat pertama yang dijatuhkan pada 8 Februari 2021, Jaksa Pinangki diketahui divonis 10 tahun penjara dan denda Rp600 juta.

Jika denda tak dibayarkan, maka diganti dengan hukuman penjara 6 bulan.  

Dalam putusan tingkat pertama, hakim menyatakan Jaksa Pinangki terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Korupsi” sebagaimana didakwakan dalam dakwaan KESATU - Subsidiair dan
“Pencucian Uang” sebagaimana didakwakan dalam dakwaan KEDUA dan “Permufakatan Jahat Untuk Melakukan Tindak Pidana Korupsi” sebagaimana didakwakan dalam dakwaan KETIGA - Subsidiair. 

Sementara itu, dalam putusan tingkat banding, hakim juga menyatakan Terdakwa Jaksa Pinangki Sirna Malasari terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Korupsi”
sebagaimana didakwakan dalam dakwaan KESATU - Subsidiair dan “Pencucian Uang” sebagaimana didakwakan dalam dakwaan KEDUA dan “Permufakatan Jahat Untuk Melakukan Tindak Pidana Korupsi”
sebagaimana didakwakan dalam dakwaan KETIGA - Subsidiair;

Lalu, putusan tingkat banding itu memvonis hukuman terhadap Jaksa Pinangki selama 4 tahun penjara dan denda Rp600 juta.

Jika denda tak dibayarkan, maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan. 

Artinya, lama hukuman bagi Jaksa Pinangi turun 4 tahun dari sebelumnya. 

Lalu apa alasan hukuman pidana penjara bagi Jaksa Pinangki dikurangi? 

Hal ini terlihat dari pertimbangan hakim tingkat banding yang tertuang di halaman 141 putusan hakim tersebut. 

Majelis hakim tingkat banding menilai putusan yang dijatuhkan majelis hakim tingkat pertama terlalu berat. 

Pertimbangan-pertimbangannya, antara lain : 

Pertama, Jaksa Pinangki sudah  mengaku bersalah dan mengatakan menyesali perbuatannya serta telah mengiklaskan dipecat dari profesinya sebagai Jaksa.

Oleh karena itu ia masih dapat diharapkan akan berprilaku sebagai warga masyarakat yang baik. 

Kedua, Jaksa Pinangki adalah seorang ibu dari anaknya yang masih balita (berusia 4 tahun) sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhannya. 

Ketiga, Jaksa Pinangki sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan dan diperlakukan secara adil. 

Keempat, perbuatan Jaksa Pinangki tidak terlepas dari keterlibatan pihak lain yang turut bertanggung jawab, sehingga kadar kesalahannya memengaruhi putusan ini. 

Kelima, tuntutan pidana Jaksa / Penuntut Umum selaku pemegang azas Dominus Litus yang mewakili negara dan pemerintah dianggap telah mencerminkan rasa keadilan masyarakat. 

Oleh karena itulah berdasarkan pertimbangan tersebut, putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 8 Februari 2021 Nomor 38/Pid.Sus/TPK/2020/PN Jkt.Pst
yang dimintakan banding tersebut harus diubah sekedar mengenai lamanya pidana penjara yang dijatuhkan terhadap Terdakwa. 

Reaksi MAKI

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman angkat suara soal keputusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memangkas hukuman Jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.

Pinangki adalah salah satu terdakwa dalam suap pengurusan kasus Djoko Tjandra.

Dia terbukti bersalah dan divonis 10 tahun penjara oleh hakim PN Tipikor Jakarta Pusat.

"Prinsipnya kami menghormati putusan pengadilan, apa pun bentuknya. Baik bersalah, dihukum, atau bebas. Namun rasanya yang paling pas adalah putusan dari Pengadilan Negeri," ujar Boyamin kepada Tribunnews.com, Senin (14/6/2021.

Menurutnya, vonis Pinangki idealnya mendekati hukuman yang diterima Urip.

"Jika seperti ini kan terkesan menciderai perasaan masyarakat. Apalagi Pinangki, seorang jaksa, justru membantu Djoko Tjandra."

Reaksi ICW

Indonesia Corruption Watch (ICW) angkat bicara terkait putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memotong hukuman jaksa Pinangki Sirna Malasari hingga 6 tahun penjara.

Sebab, dengan adanya putusan tersebut, hukuman jaksa Pinangki terpangkas dari sebelumnya 10 tahun menjadi 4  tahun penjara. Hal itu berdasarkan putusan hakim pada tingkat banding.

Menurut peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, putusan hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memangkas hukuman jaksa Pinangki tersebut benar-benar keterlaluan. 

"ICW menilai putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari sudah benar-benar keterlaluan," kata Kurnia melalui keterangan resminya pada Senin (14/6/2021).

Kurnia menuturkan, jaksa Pinangki seharusnya layak dihukum lebih berat. Setidaknya dipenjara sampai 20 tahun bahkan seumur hidup.

"Betapa tidak, Pinangki semestinya dihukum lebih berat, 20 tahun atau seumur hidup, bukan justru dipangkas dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara," ucap Kurnia.

Kurnia punya alasan mengapa Pinangki perlu dihukum berat. Sebab, saat melakukan kejahatan Pinangki berstatus jaksa yang notabenenya merupakan penegak hukum.

Hal itulah yang menjadi alasan utama sebagai pemberat hukuman bagi Pinangki. Selain itu, Pinangki juga melakukan tiga kejahatan sekaligus yakni suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat.

Dengan kombinasi tiga kejahatan ini saja, kata dia, publik sudah bisa mengatakan bahwa putusan banding Pinangki telah merusak akal sehat publik.

Menurut Kurnia, putusan PT DKI Jakarta ini memperlihatkan secara jelas bahwa lembaga kekuasaan kehakiman kian tidak berpihak pada upaya pemberantasan korupsi.

ICW mencatat, rata-rata hukuman koruptor sepanjang 2020 hanya 3 tahun 1 bulan penjara. Kurnia menuturkan, semestinya para koruptor layak mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Mahkamah Agung.

"ICW juga menagih janji KPK untuk melakukan supervisi atas perkara tersebut. Sebab, sebelumnya KPK pernah mengeluarkan surat perintah supervisi," ucap Kurnia.

Namun, wacana supervisi itu ternyata hanya sekadar ucapan semata. Alih-alih menjadi prioritas, pimpinan KPK malah sibuk menyingkirkan pegawai melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang penuh kontroversi.

Terkait dengan putusan babding Pinangki, menurut Kurnia, jaksa harus segera mengajukan kasasi. Ini perlu untuk membuka kesempatan Pinangki dihukum lebih berat.

Selain itu, Ketua Mahkamah Agung didesak agar selektif dan mengawasi proses kasasi tersebut.

"Sebab, ICW meyakini, jika tidak ada pengawasan, bukan tidak mungkin hukuman Pinangki dikurangi kembali, bahkan bisa dibebaskan," ucap Kurnia.

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Banding Jaksa Pinangki Dikabulkan, Hukumannya Turun Dari 10 Tahun ke 4 Tahun, Ini 5 Alasan HAKIM

Sebagian tayang di Kompas.tv

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved