Tribun Bone
Penjelasan General Manager ASDP Kasus Penganiayaan di Pelabuhan Bajoe, Berawal Pemeriksaan Covid-19
Keributan terjadi di Pelabuhan Bajoe, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel), Selasa (25/5/2021).
Penulis: Kaswadi Anwar | Editor: Sudirman
TRIBUNBONE.COM, TANETE RIATTANG TIMUR- Keributan terjadi di Pelabuhan Bajoe, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel), Selasa (25/5/2021).
Sejumlah penumpang melayangkan protes dan ribut dengan petugas pelabuhan terkait kebijakan pemeriksaan Covid-19.
Adu mulut pun terjadi antara calon penumpang dengan petugas pelabuhan.
Bahkan dua petugas ASDP bernama Asfian (23) dan Jaya Soekarno menjadi korban penganiayaan.
Seorang calon penumpang, Hartati menuturkan keributan terjadi karena sejumlah setelah diperiksa menggunakan genose, hasilnya reaktif.
Lalu diminta untuk diperiksa menggunakan rapid antigen.
Sebab pihak Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Pelabuhan Bajoe tidak ingin memvalidasi surat keterangan bebas Covid-19 jika hasilnya reaktif.
Hal ini yang memancing amarah calon penumpang karena sudah dibayar Rp 40 ribu untuk genose karena hasilnya reaktif, lalu harus membayar kembali Rp 140 untuk rapid antigen.
"Saya harus bayar dua kali karena diperiksa genose Rp 40 ribu. Saat diperiksa genose, hasil reaktif. Kemudian disuruh lagi ambil rapid antigen Rp 140 ribu. Jadi kita kena double bayar," katanya.
Sementara General Manager ASDP Pelabuhan Bajoe, Jamaluddin menjelaskan, pemeriksaan rapid antigen maupun genose di pelabuhan berdasarkan Surat Edaran (SE) Kasatgas Penanganan Covid-19 Nomor 12 Tahun 2021 dan SE Menteri Perhubungan Nomor 24 Tahun 2021.
Dalam isinya, pelaku perjalanan wajib menunjukkan hasil negatif rapid antigen maupun genose sebelum berangkat. Kurun waktu berlakunya 3x24 jam.
"Kami tidak bisa menganulir aturan ini karena pusat yang keluarkan. Kami hanya menjalankan," jelasnya.
Dia bercerita, awalnya pada 6 Mei lalu pemeriksaan Covid-19 dilakukan Syahbandar.
Namun, terdapat masalah jadi diberhentikan.
Kemudian besoknya 7 Mei sudah masuk Kimia Farma dengan rapid antigen. Awalnya Rp 200 ribu, lalu dinegosiasi turun menjadi Rp 160 ribu.
Setelah itu, pihaknya protes karena di Pelabuhan Kolaka biaya rapid tes antigen hanya Rp 140 ribu sementara di Pelabuhan Bajoe Rp 160 ribu.
"Kami protes karena di Pelabuhan Kolaka Rp 140 ribu, baru di Pelabuhan Bajoe Rp 160 ribu. Jadi diturunkan menjadi Rp 140 ribu," ungkap Jamaluddin.
Lanjut dia, banyak menganggap rapid antigen mahal sehingga genose digunakan karena lebih murah. Hanya Rp 40 ribu.
"Sebenarnya untuk membantu masyarakat lebih murah karena rapid antigen lebih mahal," bebernya.
Salah satu BUMN PT Rajawali Nusantara Indonesia telah survei untuk genose dari awal, tapi tidak memenuhi kuota dan alatnya susah. Begitu pun dengan Kimia Farma.
"Kimia Farma tidak langsung berlakukan genose karena menunggu lisensi dari Universitas Gajah Mada. Kemarin malam baru keluar. Jadi hari ini baru diberlakukan genose," ucapnya.
Namun, dalam pelaksanaan tadi keributan. Beberapa calon penumpang hasil genose positif.
Sebab, sebelum pemeriksaan mereka ada yang merokok, makan dan minum 30 menit sebelum diperiksa. Padahal hal tersebut tidak boleh dilakukan.
Jadi terpaksa harus mengambil rapid antigen karena KKP tak ingin validasi surat keterangan bebas Covid-19 jika positif.
"Banyak yang makan, minum dan merokok sesaat sebelum diperiksa. Makanya hasil positif," tandasnya.
Laporan Kontributor TribunBone.com, Kaswadi Anwar