Kasus Suap Nurdin Abdullah
3 PNS Kirim Uang ke KPK Terkait Kasus Nurdin Abdullah, Plt Gubernur Sulsel: Disidang Kode Etik Dulu
3 PNS Kirim Uang ke KPK Terkait Kasus Nurdin Abdullah, Plt Gubernur Sulsel: Disidang Kode Etik Dulu
Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sebanyak tiga Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Biro Pengadaan Barang dan Jasa (Barjas) Setda Sulsel mengirimkan uang ke rekening Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dilansir http://sipp.pn-makassar.go.id/ pada Rabu (19/5/2021) ketiga PNS yakni, Kepala Biro Pengadaan Barjas Sari Pudjiastuti.
Ia teridentifikasi mengirimkan uang ke rekening KPK sebanyak dua kali.
Pengiriman pertama pada (15/3/2021) dengan nominal Rp 160 juta.
Kemudian pada (16/3/2021) kembali mengirimkan ke rekening yang sama dengan nilai Rp 65 juta.
Adapula dua PNS lain berstatus Pokja Syamsuriadi mengirimkan uang ke rekening KPK senilai Rp 150 juta pada (15/3/2021).
Kemudian atas nama Andi Yusril Mallombassang menyetor Rp 35 juta pada (15/3/2021).
Pengiriman uang tersebut berkaitan dengan dugaan suap dan gratifikasi sejumlah proyek infrastruktur di Sulsel.
Dimintai komentar, Plt Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman telah mengetahui hal tersebut.
"Ini kita lagi mau sidang kode etik. Kita mau lihat nanti apa kebijakan dari kode etik, baru nanti kita buat kebijakannya," kata Andi Sudirman usai memimpin rapat pembahasan draft RKA TA 2022 Pemprov Sulsel di Ruang Pola Kantor Gubernur Sulsel Jl Urip Sumoharjo Makassar, Kamis (20/5/2021).
Ia tidak ingin membahas soal sanksi sebelum hasil dari sidang kode etik dilakukan.
"Harus ada kode etik dulu kan. Kode etik dulu, kalau misalnya dia (hasil sidang) kasi sanksi berat, kita kasi sanksi berat. Kalau sanksi sedang, sanksi sedang. Tapi paling tidak kita lihat dulu kode etik. Kan sudah ada tim kode etik yang dipimpin sama asisten II ketuanya," ujarnya.
Ia menegaskan, sanksi keluar berdasarkan ketentuan dan aturan yang ada.
"Saya kan selalu bilang bahwa berangkat dari sebuah berita acara apakah (sanksi yang nantinya akan diterima)," ujarnya.
"Misalnya kode etik, kemudian apakah keputusan untuk diperiksa secara khusus. Karena ada namanya mereka punya hak dan kita harus menghargai. Tetapi kita juga harus punya hak bagaimana kita membuat kebijakan itu," ujarnya.