Tribun Bone
Komisi D Panggil Dinas PUTR Pertanyakan Bendungan di Tengah Hutan Bone
Komisi D DPRD Sulawesi Selatan menggelar rapat dengar pendapat menindaklanjuti pembangunan bendungan Lalengrie Tahap 1 dan 2 di Kabupaten Bone
Penulis: Ari Maryadi | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Komisi D DPRD Sulawesi Selatan menggelar rapat dengar pendapat menindaklanjuti pembangunan bendungan Lalengrie Tahap 1 dan 2 di Kabupaten Bone.
Komisi D memanggil sejumlah pihak terkait pembangunan bendungan tersebut.
Rapat digelar di Ruang Rapat Komisi D Gedung Tower Lantai 6 DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo, Kota Makassar, Selasa (4/5/2021).
Pihak terkait yang dipanggil antara lain Dinas PUTR Sulsel, perwakilan Bupati Bone, Ketua DPRD Bone, Camat Lappariaja, Kepala Desa Ujung Lamuru.
KPA Bendung Lalengrie, Perencana Proyek Bendung Lalengrie, PPTK Proyek Bendung Lalengrie.
Pembangunan bendungan Lalengrie di Kabupaten Bone itu memiliki alokasi anggaran Rp 61 miliar.
Dalam rapat dengar pendapat, terungkap alas hak tanah yang ditempati membangun bendungan rupanya masih bermasalah.
Ketua Komisi D Rahman Pina mengatakan terungkap bahwa persoalan lahan bendungan tersebut masih belum tuntas.
Komisi D menggelar rapat dengar pendapat untuk meminta masukan dan informasi soal pembangunan bendungan itu.
"Kita sayangkan pembangunan sebesar begini tapi ternyata urusan lahan itu belum tuntas," kata Rahman Pina kepada wartawan seusai rapat dengar pendapat.
Rahman Pina mengatakan, persoalan lahan tersebut akan dibawa ke dalam rapat kerja Komisi D ke depan.
Rahman Pina berharap persoalan lahan tersebut segera diselesaikan agar tidak menjadi masalah ke depan.
Sementara itu, anggota Komisi D Fraksi PPP Andi Sugiarti Mangun Karim menegaskan sebuah program pemerintah harus didirikan di atas lokasi yg memang alas haknya jelas, karena ini uang negara dan uang rakyat.
"Jadi itu dulu yg harus kita bersihkan. Saya juga heran kalau kemudian ternyata di kegiatan ini baru terungkap bahwa ini bersoal dipersoalan alas haknya, harusnya tidak boleh ada lagi," kata Andi Ugi dalam rapat.
Andi Ugi mengatakan, patut disoroti sisi kepentingannya dan dari sisi manfaat yang akan diterima oleh masyarakat.
Pasalnya, kata dia, dari hasil penelusuran ataupun peninjauan langsung anggota Komisi D di lapangan, ditemukan posisi program yang dibangun ini agak pesimis mau bicara pemamfaatan oleh masyarakat.
"Karena kondisinya area persawahan yang notabene katanya akan di airi oleh keberadaan bendungan tersebut, tidak terairi secara maksimal," ujarnya.
Untuk itu lanjutnya, kegiatan ini harus sementara harus dipertimbangkan untuk diteruskan. Karena harus diselesaikan terlebih dahulu persoalan-persoalan dasarnya.
"Menurut saya ini sebaiknya kita stop sementara, sambil kemudian kita bersihkan problem, masalah-masalah yang ada di situ, kemudian kita pertimbangkan lagi untuk kita lanjutkan," tegasnya.
Selain itu, kita akan lakukan perencanaan yang memng betul betul matang. Karena jangan kita laksanakan suatu kegiatan dengan menjadikan masyarakat sebagai alasan.
"Kenyataanya kita turun ke masyarakat juga teriak keberatan. Saya berada dalam posisi wakil rakyat, kita akan memberikan support maksimal untuk sebuah kegiatan yang memang dampaknya itu, memberikan mamfaat yang besar bagi kepentingan masyarakat," pungkasnya.
Sebelumnya rombongan DPRD Sulawesi Selatan yang tergabung dalam tim LKPJ gubernur tahun 2020 heran dengan lokasi bendungan yang berada di tengah hutan.
Pembangunan bendungan Lalengrie di kabupaten Bone itu memiliki alokasi anggaran Rp 61 miliar, ternyata berada di tengah hutan, jauh dari persawahan.
Bukan cuma itu, lokasi bendungan pun, di atas pegunungan. Sehingga dibutuhkan lagi pompa untuk mendorong air ke pegunungan.
“Ini luar biasa. Untuk pertama kalinya pemprov membangun bendungan di atas pegunungan," kata Anggota tim LKPJ DPRD Sulsel, Ady Ansar yang turun langsung bersama sejumlah anggota DPRD lainnya.
Legislator Fraksi Partai Nasdem itu mengungkapkan selain tak ada air, lokasi pembangunan bendungan di tengah hutan pula.
Menurutnya, butuh pompa besar untuk mendorong air ke atas, jelas biaya operasionalnya sangat besar.
Besarnya anggaran yang disiapkan untuk pembangunan dari dana pinjaman, juga diragukan bisa tuntas.
“Dari hasil evaluasi kita di komisi, mereka pun ragu selesai,” terang Ady Ansar.
Laporan Kontributor TribunMakassar.com @bungari95