Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Inspirasi Ramadan Hamdan Juhannis

Bumi Kebermaknaan (12): Motif Ikhlas Pak Penyumbang Tanpa Nama Gegerkan Warga Kampung

keikhlasan itu terkait dengan "motif". Keikhlasan itu bisa diuji hanya dengan motif. Pergeseran motif menyebabkan keikhlasan itu juga bergeser.

Editor: AS Kambie
dok.tribun
Prof Hamdan Juhannis, Rektor UIN Alauddin 

Oleh:
Hamdan Juhannis
Rektor UIN Alauddin

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Apa sesungguhnya itu keikhlasan?

Bagaimana ia bekerja dalam prilaku keseharian?

Untuk menjelaskannya, saya akan mengilustrasikan sebuah kejadian yang saya masih rekam sampai sekarang.

Ada kebiasaan di masjid kampung saya setiap tarawih Ramadan, panitia mengumpulkan sumbangan dengan mencatat nama-nama penyumbang yang diambil oleh petugas anak kecil yang berjalan di antara shaf dengan menggunakan kopiahnya sebagai talang sumbangan.

Setiap mendapat 3 atau 4 penyumbang, ia kembali menyetorkan kepada panitia untuk ditulis.

Lalu diumumkanlah nama-nama penyumbang dengan jumlah yang disumbangkan.

Begitulah rutinitas panitia di antara shalat isya dan tarawih.

Suatu waktu, ada penyumbang yang menggemparkan jamaah.

Dia menyumbang jumlah besar untuk saat itu, Rp1 Juta, dengan memesan bahwa dirinya adalah: Tanpa Nama.

Saat diumumkan oleh panitia, jamaah ribut, bertanya-tanya, mencoba berspekulasi, siapa gerangan,sampai ketahuan bahwa penyumbang tanpa nama itu adalah yang berada di sudut masjid, shaf terdepan, seseorang yang baru pulang dari perantauan.

Setelah selesai tarawih, jamaah langsung membicarakan predikat kesalehan si penyumbang tanpa nama sebagai orang ikhlas karena meskipun sumbangannya besar tapi tidak tertarik untuk dikenal identitasnya.

Keesokan paginya, di sumur umum, kejadian dan si penyumbang tanpa nama itu juga menjadi bahan cerita.

Di pasar pagi juga menjadi cerita penduduk kampung.

Sampai suatu saat kegemparan pembicaraan warga sampai ke telinga si penyumbang tanpa nama, dan kesannya si penyumbang tanpa nama, menikmati "ketampanamaannya".

Pernah dia lewat di depan kerumunan warga, salah seorang warga berbisik keras, "Itu orangnya penyumbang tanpa nama".

Jadinya, penyumbang menjadi tersohor dengan tanpa nama.

Dia semakin bernama dengan tanpa nama.

Dia menjadi populer dengan tanpa nama.

Dia menjadi ikon baru kampung dengan sumbangan tanpa nama.

Dia semakin teridentifikasi meskipun menyumbang tanpa identitas.

***

Pertanyaannya kembali ke issu utama tulisan ini.

Apakah dengan tanpa nama sumbangan perantau itu, lantas dia bisa menjadi ikhlas? Mungkinkah dia menjadikan tanpa nama itu sebagai strategi belaka untuk menancapkan namanya sebagai "orang kaya baru" kampung?

Poinnya adalah keikhlasan itu terkait dengan "motif".

Keikhlasan itu bisa diuji hanya dengan motif.

Pergeseran motif menyebabkan keikhlasan itu juga bergeser.

Artinya, ketika si penyumbang itu awalnya menjadikan tanpa nama untuk menjadi ikhlas, bisa saja bergeser karena menikmati popularistas diri dengan tanpa nama.

Karena keikhlasan terkait dengan "motif" berarti  gejalanya lebih kepada internal diri, hanya diri dan Tuhan yang bisa memastikannya.

Serapi apa menyembunyikan perilaku kebaikan semua terpulang kepada diri untuk menilainya.

Sedemontratif apa sebuah lakon kebaikan tertonton, terpulang juga pada isi hati si pelaku. Itulah mengapa keikhlasan memiliki maqam yang sangat tinggi pada pencapaian kualitas keberagamaan seseorang karena memiliki kekhasan esensi untuk mencapainya.

Ngomong-ngomong, bapak yang menyumbang itu kadang dipanggil oleh warga kampung: Pak Tanpa Nama.(*) 

DISCLAIMER: Dalam Ramadan 1442 H/2021 M ini, Prof Dr Hamdan Juhannis, Rektor UIN Alauddin, berbagi tulisan Inspirasi Ramadan 2021 dengan tema Bumi Kebermaknaan dan dimuat di Tribun Timur cetak dan di Tribun-Timur.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Rakyat Terluka

 

Firasat Demokrasi

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved