Mukjam Ramadan
Walitukabbiru
WALITUKABBIRU ( وَلِتُكَبِّرُوا۟ ) termasuk bentuk kata kerja kompleks; fiil tsulasi mazid. Suku kata dasarnya cuma tiga; kaf, ba dan ra (كبر).
Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Sakinah Sudin
Thamzil Thahir
Editor In Chief Tribun Timur
WALITUKABBIRU ( وَلِتُكَبِّرُوا۟ ) termasuk bentuk kata kerja kompleks; fiil tsulasi mazid.
Suku kata dasarnya cuma tiga; kaf, ba dan ra (كبر). Artinya besar, agung, berlipat-ganda.
Setidaknya ada enam huruf dan harakat tambahan; 3 awalan (wauw, lam, dan taa), tasdid di tengah, dan dua akhiran; wauw dan alif.
Jika Anda sering melihat cetakan Deux Ex Machina (Tuhan Bekerja dengan Mesin) adalah ungkapan latin yang bermakna mengangagungkan Tuhan.
Bentuk kata kerja pasif bentuk sedang akan; bentuknya kata kerja sekarang sekaligus akan datang (masdar).
Alquran hanya menggunakannnya sekali; ya di ayat puasa Bulan Ramadan (2:185).
Kalimat وَلِتُكْمِلُوا۟ الْعِدَّةَ (Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya)
Kalimat kompleks ini juga serupa dengan kalimat terdahulunya; "walitukmilul iddata, Walitukabbiru Allahu ala maa hadakum."
(Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan lalu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur)
Dinukilkan dari Ulumul Kitab Ibnu Adil (880 Hijriyah) bahwa sebagian salaf, mengartikan "walitukabbirul Allah, adalah rujukan" melafalkan takbir, tahmid, tahlil di hari Akhir Ramadan hingga menjelang 1 Syawal, hari raya Idul Fitri.
"...Setelah menyempurnakan puasa Ramadan, kita diminta melantunkan takbir di malam Idul fitri, ketika melihat hilal Syawwal mereka bertakbir hingga keluarnya Imam untuk shalat ‘Id."
Ahli nahwu, qiraat sekaligus mufassir ternama kelahiran Andalusia, Abu Hayyan Algarnaty (654 H - 745 H), mengungkapkan; penggalan kalimat walitukMilul Iddata dan walitukabbirul Allah, tak bisa diurai secara Lughawi;
"Tak ada I'rabnya, itu kalimat dari Allah yang diturunkan khusus di Bulan Ramadan." Tulisanya dalam master piece 8 jilidnya; al Bahrul Muhit.
Tak adanya uraian lughowi (i'rab) si kalimat ini bukan karena, Abu Rayya tak mafhum.
"Pendekatan yang paling dominan digunakan dalam tafsir ini adalah pendekatan lugawiy (bahasa), kemudian pendekatan fikih. Bahasanya khas dan hanya ada di Bulan Ramadan". (*)
Silale, 23 April 2021