Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Suket Covid Palsu

Heboh Suket Covid-19 Palsu di Soppeng, Pengamat; Keterangan Saksi Tidak Bisa Dijadikan Alat Bukti

Bahkan suket Covid-19 palsu tersebut ikut menyeret nama Direktur RSUD Latemmamala Soppeng, dr Nirwana.

Editor: Sudirman
zoom-inlihat foto Heboh Suket Covid-19 Palsu di Soppeng, Pengamat; Keterangan Saksi Tidak Bisa Dijadikan Alat Bukti
Handover
Rusdianto

TRIBUN-TIMUR.COM,SOPPENG - Warga Soppeng dihebohkan dengan video viral dugaan Surat Keterangan (Suket) Covid-19 palsu di Soppeng.

Bahkan suket Covid-19 palsu tersebut ikut menyeret nama Direktur RSUD Latemmamala Soppeng, dr Nirwana.

Dosen IAIN Parepare, Rusdianto mengatakan, beberapa hal mengenai pembuatan surat keterangan bebas covid 19  palsu yang merujuk pada 263 ayat 1 dan 2 KUHP.

Suket  palsu tersebut harus bisa ditunjukkan sebagaimana yang diisukan, sebab nantinya dijadikan barang bukti primer di persidangan.

Perlu dipahami bahwa dalam doktrin hukum pidana jika tuduhannya adalah suket palsu, maka suket palsu itu harus ada  atau minimal dokumen arsipnya ada.

"Sehingga fokus pembuktian satu pidana jelas, bahwa ini loh surat palsu, dan ini loh surat yang dipalsukan," tambah Rusdianto dalam rilisnya.

Rusdianto melanjutkan, jika perkara suket palsu hanya berdasar dari keterangan salah satu saksi, maka keterangan tersebut tidak dapat dijadikan sebagai barang bukti pokok. 

"Harus menunjukkan suket bebas covid 19 yang disebut dipalsukan itu," tambah Rusdianto.

"Keterangan saksi tidak bisa dijadikan alat bukti, karena dalam proses pembuktiannya nanti, harus ada bukti surat asli  yang kemudian dipalsukan. Sehingga, suatu hal yang disebut sebagai surat palsu bisa dikuatkan dengan alat bukti yang lain." Jelas Rusdianto

Ada dua syarat adanya “seolah-olah surat asli dan tidak dipalsu” dalam Pasal 263 (1) atau (2).

Pertama,  perkiraan adanya orang yang terperdaya terhadap surat itu. Kedua, surat itu dibuat memang untuk memperdaya orang lain. 

Kerugian tersebut harus bisa diperhitungkan (Adami Chazawi), jika kerugian tidak diderita oleh para pihak, maka unsur ini tidak terpenuhi.

Dalam pasal 263 ini, pemalsuan surat  harus dilakukan dengan sengaja (dengan maksud) dipergunakan sendiri atau menyuruh orang lain mempergunakan surat palsu tersebut yang seolah-olah asli.

Dengan demikian orang yang menggunakan surat palsu tersebut harus mengetahui benar-benar bahwa surat itu palsu, jika tidak mengetahui maka tidak dapat dihukum.

Pengetahuan ini penting karena unsur kesengajaan menghendaki pengetahuan dan keinginan (willen en wetten).

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved