Tribun Makassar
Tak Temukan Keterlibatan Sekprov, Polda Sulsel: Penyidik Tidak Berhenti di Situ
Jajaran Penyidik Subdit Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus telah memeriksa Sekprov Sulsel Abdul Hayat Gani
Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Jajaran Penyidik Subdit Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus telah memeriksa Sekretaris Provinsi Sulawesi Selatan (Sekprov Sulsel) Abdul Hayat Gani, dalam kasus dugaan gratifikasi bantuan sosial (bansos) Covid-19 di Pemprov Sulsel.
Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol E Zulpan mengagakan, dalam pemeriksaaan yang tidak dijelaskan kapan pelaksanaannya, penyidik tidak menemukan keterlibatan Abdul Hayat Gani.
"Sudah diperiksa (Sekprov Sulsel) tapi tidak ada keterlibatan maupun pengakuan ditemukan. Tapi kan penyidik tidak berhenti sampai di situ. Sekarang kita masih mengumpulkan bukti-bukti lain," ujar Zulpan, Senin (8/3/2021) melalui Humas Pemprov Sulsel.
Dia mengatakan, kasus tersebut telah dinaikkan ke tahap penyidikan. Namun penyidik masih menunggu audit nilai kerugian negara yang di timbulkan dalam dugaan gratifikasi tersebut.
"Masih menunggu audit BPKP," ujarnya.
Seperti diketahui, kasus ini berawal dari temuan Inspektorat Sulsel. Imbasnya Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos) Dinas Sosial Sulsel, Kasmin, dicopot karena dianggap telah menerima gratifikasi dari PT Rifat Sejahtera sebagai pihak rekanan.
Saat menjalani pemeriksaan oleh Inspektorat, Kasmin mengaku pernah dipanggil Sekprov Abdul Hayat karena menolak uang yang diberikan PT Rifat melalui orang dekat Sekprov berinisial Al.
Al disebut menitip uang sebesar Rp 170 juta kepada SD untuk diberikan ke Kasmin di Hotel Grand Asia, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar.
Semprot Inspektorat
Sementara itu Pengamat Keuangan Negara Universitas Patria Artha, Bastian Lubis berpendapat metode pemeriksaan oleh Inspektorat keliru. Dia menilai audit Bansos inspektorat semacam audit proyek swakelola, bukan audit proyek kontrak pihak ketiga.
Bastian merasa perhitungan proyek bansos oleh Inspektorat hanya membandingkan harga.
"Harusnya dihitung semua masuk, jadi nilai akhir. Bukan perhitungan persatuan dan membanding-bandingkan. Nah kalau saya lihat ini pemeriksaan inspektorat itu sudah salah. Karena metode swakelola. Bukan pemeriksaan kontrak," jelasnya.
Dia berpandangan temuan inspektorat yang dipaparkan di Majelis Pertimbangan Ganti Rugi (MPGR) jumlah kerugian negara hanya 12 persen. Artinya, kata Bastian 10 persen keuntungan kontraktor, sedang dua persennya dipakai untuk distribusi, pengemasan.
"Jadi tidak ada yang ganjal. Kan kalau kontraktor dibolehkan untung 10 persen. Jadi menurut saya hitungan (inspektorat) itu sumir. Kenapa sumir, metode pemeriksaan kontraknya juga tidak tepat. Kedua kalau kelebihan harga 12 persen yah memang wajar saja," katanya.
Menurutnya kasus ini bisa dianggap ganjal jika temuan kerugian negara oleh inspektorat mencapai 30 atau 35 persen.