Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Beberapa Alasan Mengapa Kita Tidak Perlu Punya Pulse Oximeter Meski Dianjurkan WHO Deteksi Corona

Pulse Oximeter alat pendeteksi baru Covid-19 yang dianjurkan WHO, tapi ampukah? ini alasan kenapa kita tak butuh

Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Waode Nurmin
Ist
Ilustrasi alat pulse oximeter, disebut bisa bantu deteksi Covid-19 

TRIBUNTIMURWIKI.COM - Pandemi virus corona belum juga berakhir.

Khususnya di Indonesia, pandemi terus mengancam tanah air.

Bahkan di awal tahun 2021 sudah tercatat lebih dari satu juta kasus Terkonfirmasi Positif covid-19.

Lembaga kesehatan dunia atau WHO pun terus mengeluarkan berbagai alternatif yang dilakukan.

WHO baru-baru ini menganjurkan Pasien Covid-19 yang sedang menjalani Isolasi Mandiri memiliki Pulse Oximeter.

Alat ini kini banyak diburu. Apa sih manfaatnya?

Dilansir dari Tribun Manado, umumnya, perangkat medis berukuran kecil ini dijepitkan pada ujung jari tangan pasien.

Dilansir CNET, Oximeter berfungsi untuk mengukur saturasi oksigen dalam sel darah merah dan detak jantung.

Cara kerja alat ini dengan menyinari kulit melalui ujung jari, kemudian mendeteksi warna dan pergerakan sel darah dalam tubuh.

Sel darah teroksigenasi berwarna merah cerah, sel terdeoksigenasi berwarna merah tua.

Perangkat itu kemudian akan membandingkan jumlah sel darah merah terang dan sel darah merah gelap untuk menghitung saturasi oksigen ke dalam persentase.

Misalnya, pembacaan 99 persen berarti hanya satu persen sel darah di aliran darah kita yang kekurangan oksigen.

Setiap kali jantung berdetak, darah akan terpompa ke seluruh tubuh dalam denyut nadi cepat.

Pulse oximeter akan mendeteksi gerakan ini, dan menghitung detak jantung dalam detak per menit, atau BPM.

Menurut Mayo Clinic, pembacaan kadar oksigen normal menggunakan pulse oximeter berkisar antara 95 persen hingga 100 persen.

Sementara angka di bawah 90 persen dinilai terlalu rendah.

Beberapa dokter melaporkan, pasien Covid-19 masuk ke rumah sakit dengan kadar oksigen di 50 persen atau lebih rendah.

Sementara denyut jantung istirahat normal berkisar antara 60 hingga 100 BPM.

Pada umumnya, lebih rendah lebih baik, karena denyut jantung rendah biasanya merupakan indikasi sistem kardiovaskular yang kuat.

Di beberapa negara, pulse oximeter banyak dicari karena dianggap bisa membantu mendeteksi virus corona.

Sebab, level oksigen dalam tubuh bisa juga diakibatkan oleh penyakit paru-paru seperti Covid-19.

Namun, apakah kita benar-benar memerlukannya?

Spesialis Penyakit Paru dari Wexner Medical Center, Ohio State University, Jonathan Parsons, MD, menerangkan mengapa kita tidak terlalu memerlukan perangkat tersebut.

Menurut dia, ada kalanya pemantauan di rumah diperlukan oleh pasien, terutama pasien yang memiliki penyakit paru-paru kronis atau bergantung pada kadar oksigen.

Namun, pengecekan menggunakan Pulse Oximeter adalah bagian dari perawatan mereka yang sebagian besar perlu diawasi oleh dokter.

Pulse oximeter mungkin bisa membantu mengukur kesehatan seseorang dan angkanya dapat dipahami.

"Namun perangkat ini saja tidak dapat menyampaikan informasi secara lengkap," ungkap dia.

Beberapa alasan lain mengapa kita tidak perlu memiliki pulse oximeter, antara lain:

1. Angka Pulse Oximeter tidak selalu berkorelasi dengan tingkat penyakit Parsons mengungkapkan, ada orang-orang yang tetap merasa tidak enak badan, meskipun tingkat oksimetri nadinya sangat baik.

Di rumah sakit, Pulse Oximeter bukan satu-satunya perangkat kesehatan yang digunakan untuk mengukur kesehatan pasien.

"Untuk itu, kita juga sebaiknya tidak (bergantung pada satu perangkat)," kata Parsons.

2. Menghabiskan waktu melihat angka Parsons biasanya tidak akan memberikan Pulse Oximeter kepada pasiennya, karena perangkat itu terlalu mudah difiksasi.

Beberapa pasien akan menyimpan data di dalamnya yang menjadi tidak relevan dengan kesehatan mereka secara keseluruhan.

"Jika saya diberitahu pasien bahwa tingkat oksigen biasanya di 97 namun sekarang di 93, apa artinya itu?

Dalam ruang hampa, itu tidak ada artinya," kata dia.

Ia menegaskan, pulse oximeter hanyalah salah satu perangkat pengukur kesehatan dan para dokter perlu mengetahui informasi lebih banyak untuk menerjemahkan apa yang terjadi pada tubuh.

Meski begitu, Parsons memahami keinginan banyak orang untuk memiliki kendali atas tubuhnya masing-masing di masa pandemi Covid-19.

Namun, tindakan terbaik adalah membatasi paparan dan memberi perhatian lebih terhadap apa yang kita rasakan.

"Jika kita merasakan gejala, berkonsultasilah dengan dokter. Biarkan Pulse Oximeter tetap tersimpan di lemari," kata Parsons.

Selain panduan baru tersebut, Pasien Covid-19 harus tetap melaksanakan protokol isolasi mandiri yang telah ditetapkan sebelumnya.

Di antaranya tetap selalu memakai masker dan membuangnya di tempat yang ditentukan.

Jika sakit dengan gejala demam, flu dan batuk, tetaplah berada di rumah.

Jangan pergi bekerja, sekolah, ke pasar, atau ke ruang publik untuk mencegah penularan di masyarakat.

WHO Perbarui Kriteria Pasien Sembuh Covid-19

Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO) telah menerbitkan pedoman sementara yang diperbarui tentang manajemen klinis Covid-19 dan rekomendasi untuk mengeluarkan pasien dari isolasi.

Dikutip dari laman resmi WHO, kriteria yang diperbarui itu mencerminkan sejumlah temuan baru-baru ini bahwa pasien yang gejalanya telah sembuh mungkin masih menunjukkan hasil positif saat dites swab selama beberapa minggu.

Meskipun demikian, WHO menyebut pasien rendah kemungkinannya menularkan virus corona ke orang lain.

Dalam pedoman sementara yang diperbarui pada 27 Mei 2020 itu, disebutkan bahwa kriteria tersebut berlaku untuk semua kasus Covid-19, terlepas dari lokasi isolasi dan tingkat keparahan penyakit.

Berikut kriteria pemulangan Pasien Covid-19:

- pasien dengan gejala: 10 hari setelah menunjukkan gejala, ditambah minimal 3 hari tanpa gejala (termasuk demam dan gejala pernapasan)

- pasien tanpa gejala: 10 hari setelah dites positif untuk Covid-19

Sebagai contoh, jika seorang pasien memiliki gejala selama 2 hari, maka pasien dapat dipulangkan setelah 13 hari (10 hari + 3 hari) dari tanggal onset gejala.

Sementara pasien dengan gejala selama 14 hari, pasien bisa dipulangkan 17 hari setelah timbulnya gejala.

Untuk pasien dengan gejala selama 30 hari, pasien dapat dipulangkan 33 hari setelah timbulnya gejala.

Menurut WHO, pasien Covid-19 bisa dikeluarkan dari isolasi rumah sakit bisa tanpa memerlukan pengujian ulang dengan ketentuan di atas.

Hal itu berbeda dari rekomendasi awal WHO yang mengharuskan pasien untuk pulih secara klinis dan memiliki dua hasil tes swab negatif dari sampel berurutan yang diambil setidaknya 24 jam terpisah.

Kendati demikian, WHO mempersilakan bagi negara-negara untuk tetap menggunakan kriteria pertama (setelah dua kali tes PCR negatif) atau kriteria pemulangan pasien dari isolasi yang terbaru.

Alasan perubahan Dalam konsultasi dengan pakar global dan negara anggota, WHO mengatakan bahwa rekomendasi awal menimbulkan beberapa tantangan.

Menurut dia, isolasi untuk pasien dengan deteksi RNA virus yang berkepanjangan setelah gejala hilang bisa terlalu lama.

Kondisi itu dinilai akan memengaruhi psikologis pasien, masyarakat, dan akses ke perawatan kesehatan.

WHO juga menyebut bahwa kapasitas pengujian di sejumlah negara yang tidak mencukupi untuk memenuhi kriteria awal pemulangan pasien.

Artinya, dengan tidak memerlukan dua kali tes untuk pembuktian negatif, alat testing bisa lebih dimanfaatkan untuk testing kasus.

Tantangan-tantangan ini dan data yang baru tersedia tentang risiko penularan virus corona memberikan kerangka kerja untuk memperbarui waktu pemulangan pasien yang pulih dari isolasi di dalam dan di luar fasilitas perawatan kesehatan.

Meski demikian, WHO tetap terus meninjau literatur ilmiah tentang virus corona melalui Divisi Sains dan tim teknis Covid-19.

WHO mendorong komunitas ilmiah untuk mengumpulkan bukti tambahan guna lebih meningkatkan kriteria lebih lanjut.

Artikel ini telah tayang di Tribun Manado 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved