Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Klakson

Dosa dan Doa

Dosa adalah sebuah kesalahan dan doa adalah sebentuk pengharapan untuk menghilangkan jejak dosa.

Editor: Edi Sumardi
TRIBUN TIMUR
Abdul Karim, anggota Majelis Demokrasi dan Humaniora (MDH) Sulsel 

Abdul Karim

Anggota Majelis Demokrasi dan Humaniora (MDH) Sulsel

DOSA dan doa barangkali memang hanya tipis bedanya dan tak terpisah.

Dosa adalah sebuah kesalahan dan doa adalah sebentuk pengharapan untuk menghilangkan jejak dosa.

Dosa dahulu, doa kemudian.

Usai melakukan dosa, menyusul berdoa memohon pengampunan.

Berdosa-dosa dahulu, berdoa-berdoa kemudian.

Tetapi, ingat, manusia hanya sebatas berharap, sebab Tuhan lah yang menentukan dosa manusia terampuni atau tidak.

Sejak kapan dosa itu ada?

Sejak peradaban manusia ada.

Dosa selalu menyertai peradaban kita.

Para nabi dan rasul diutus, serta kitab suci diturunkan tujuan salah satunya untuk menyelamatkan manusia dari dosa sekaligus mengajari manusia berdoa.

Manusia tahu dosa sejak alam duniawi ada, ia tergolong hal kuno, sialnya ia selalu dilupakan.

Manusia selalu melupakan dosa. Yang seringkali diingat adalah pahala.

Padahal, dalam lakunya seringkali manusia merasa menjalankan pahala, tetap justru laku itu sebenarnya dekat dengan dosa.

Para pejabat misalnya, menganggap jabatan yang didudukinya sebagai amanah dengan ladang pahala.

Tetapi nyatanya ia sedang menciptakan dosa untuk dirinya sendiri lantaran jabatan yang diduduki itu tidaklah gratis.

Ada transaksi kepentingan menyertainya; bisa berbahan materi, bisa pula berbahan nonmateri.

Ke mana-mana dan di mana-mana sang pejabat berpidato bahwa jabatannya adalah amanah disertai pahala.

Ia tak mengingat lagi bagaimana transaksi menyelimutinya.

Dalam sebuah kesempatan, seorang rekan mengisahkan bagaimana pemilihan kepala desa di kampungnya diwarnai dosa.

Dua calon kepala desa bertanding merebut suara rakyat dengan stimulus amplop.

Mengapa ada yang kalah?

Sebab amplop yang berbicara menyapa warga.

Pemenang jauh lebih tebal amplopnya yang terdistribusi dikantong celana warga.

Sementara yang kalah beramplop tipis.

Setelah kemenangan doraih, sang pemenang pidato dimana-mana bak seorang diplomat ulung.

"Saudara-saudara, kemenangan ini adalah takdir dan restu Allah. Karena itu kita tak boleh berselisih antara yang menang dan yang kalah. Tak boleh ada pertentangan. Sebab ini semu adalah ketentuan Allah SWT. Ini sudah hukum Allah", katanya.

Ia berulang kali menyebut nama Tuhan, seraya berkata kemenangannya adalah hukum Allah.

Tidak terlalu, tetapi barangkali berlebihan.

Sebab ia memenangkan pemilihan dengan stimulus dosa.

Amplop yang dibagi sebatas dianggap sebagai biaya politik--yang semakna dengan biaya pembayaran SPP mahasiswa semester awal.

Inilah yang disebut "penyederhanaan dosa".

Kita sangat khawatir bila orang-orang yang terpilih dalam pemilihan menyederhanakan dosa-dosa.

Menganggap dosa sebagi urusan belakangan.

Menganggap dosa sebagai urusan hari kemudian.

Bila ada yang begini, yakinlah bahwa yang bersangkutan positif tak amanah dalam memanggul tanggungjawab.

Ia niscaya menganggap kesalahan sebagai kebetulan belaka.

Tak melayani serius warga dianggap sebagai hal biasa yang kebetulan saja.

Padahal, sesungguhnya itu tergolong dosa.

Karena itu, Pahamlah dosa, jangan hanya pandai merapal doa dan pahala.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved