OPINI
Pengenceran Covid-19
Indikator yang sering digunakan untuk melihat densitas penyakit adalah positifity rate. Untuk Indonesia sekarang di kisaran PR 25-30%.
Oleh Prof Dr H Ridwan Amiruddin SKM M Kes MScPH guru besar FKM Unhas
Indikator yang sering digunakan untuk melihat densitas penyakit adalah positifity rate. Untuk Indonesia sekarang di kisaran PR 25-30%.
Artinya angka positip diantara seluruh sampel yang diperiksa (standar WHO 5%).
Semakin banyak yang positip dari sampel yang diperiksa berarti semakin tinggi laju insidensinya.
Begitu juga positip aktif (14%) ini adalah jumlah seluruh kasus covid-19: yang masih berstatus positip baik kasus baru maupun lama.
Dalam konteks normal ini disebut prevalensi kasus.
Kecepatan laju insidensi ditentukan oleh banyak faktor diantaranya;
1. Kerentanan dan iimunitas populasi
2. Pathogenitas dan virulensi agent
3. Dukungungan ekologi atau lingkungan
Bila kondisi ini berada pada satu titik secara bersamaan maka dampaknya akan sangat dahsyat. Satu mutasi dari agent; virus dapat mengambil sepertiga populasi dari suatu wilayah. Bila ini terjadi tentu sangat mengerikan.
Tapi faktanya seperti itu, semakin dibiarkan kondisi ini berjalan secara nornal atau menyimpan dari hukum pengendalian penyakit secara epidemiologi, semakin merisaukan.
Sejak awal pandemi penulis telah banyak menguraikan level pengendalian penyakit sesuai natural history setiap penyakit.
Al hasil, hampir semua kebijakan yang dikeluarkan untuk mengendalikan pandemik lebih berorintasi pada fase akhir suatu penyakit. Semua kebijakan beorientasi kuratif; Berapa RS, obat, vaksin dan APD.
Dan sepertinya itu semua mengunci kesadaran kita. Bahwa bila semuanya sudah diisiapkan maka pandemik ini akan hilang secara natural.
Tentu tidak begitu.karena pertumbuhan kasus covid 19 terjadi secara eksponensial terus menerus hingga seluruh populasi rentannya terpapar dan secara pelan populasi yang lebih kuat mulai membangun pertahanan tubuhnya.
#Mengapa semakin banyak yang dites semakin banyak yang positip?
# Itu hukum pengujian pada fase awal penjaringan, semakin sering anda melempar jaring di populasi dengan positifity rate yang tinggi maka semakin banyak yang anda dapatkan hingga akhirnya semua yang positip terjaring.
Begitu juga semakin sering anda menjaring di populasi yang positifity ratenya rendah tentu hasilnya tetap akan kecil hingga tidak ditemukan lagi kasus.
Jadi, bila testing yang dilakukan sekarang hasil testnya semakin meningkat, artinya kegiatan pengendalian yang kita lakukan baru dimulai disektor hulu.
Pada saat kasus sudah beredar luas dimasyarakat. Inilah yang biasa disebut "kebanjiran" covid 19.
Bagaimana mengendalikan banjir covid-19? Yah jangan hanya mengepel lantai. Hentikan kebocorannya, geser kebijakannya ke sektor hulu.
Konsep pengenceran covid-19 biasa di diskusikan untuk menggambarkan bahwa kekentalan/densitas kasus dapat di encerkan dengan;
1. Memperbanyak tracing dan testing, sebagai upaya pemastian status untuk menghentikan penularan pada populasi rentan dan kontak erat.
Butuh intensitas program dan road map yang jelas. Ini titik terlemah pengendalian covid di Indonesia. Ada ke kegagapan dalam bertindak.
Ragu terhadap tindakan yang di ambil sehigga hasilnya juga tidak maksimal. Daya tracing petugas sangat minimalis, sehingga kebocoran penularan terus bertumbuh hinggah ke wilayah baru yang bersifat virgin area penularan.
Sistem koordinasi yang minim dan kemampuan perlindungan wilayah hampir nihil dari dari pemimpin di daerah.
2. Pembatasan pergerakan kelompok berisiko atau yang terkonfirmasi positip. Ini tidak terlepas dari aktifitas kehidupan dengan berbagai keperluannya.
Mobilitas penduduk yang tinggi liniar dengan peningkatan jumlah kasus covid dari waktu ke waktu. Semakin tinggi interaksi penduduk semakin bertumbuh kasusnya.
Sehingga pola adaptasi baru yang keluar adalah less contact transaction mengurangi pergerakan dan interaksi penduduk terutama dizona orange- merah
3. Penguatan qarantina teritorial, wilayah yang terkendali covid 19 memastikan bahwa semua pendatang adalah orang yang sehat.
Qarantina wilayah adalah wilayah yang masih terkendali kasusnya supaya dapat dipertahankan terus dengan memastikan tidak ada import case dari wilayah lain. Kalaupun ada dengan sigap dapat di tracing dan di isolasi.
4. Penguatan isolasi wilayah dan individu memastikan semua kasus covid terisolasi sempurna. Wilayah dengan positifity rate yang tidak terkendali, memastikan populasinya tidak berderar ke mana mana paling tidak dua - tiga kali masa inkubasi.
5. Percepatan dan peningkatan angka kesembuhan. Ini parameter di layanan kesehatan, Covid 19 cenderung terkendali
Bila angka kesembuhan suatu wilayah di sekitar 90%. Secara otomstis akan mengencerkan incidens rate kasus di wilayah tersebut
6. Perlindungan munculnya kasus baru dengan protokol kesehatan yang lebih maksimal mulai dari pemerintah hingga masyarakat bawah.
7. Percepatan cakupan vaksin di atas 70% untuk perlindungan komunal.
Hal tersebut dapat bersifat short cut untuk pengendalian pandemik covid 19 yang sudah kebanjiran. Tidak ada dosis tunggal untuk kasus ini.
Covid 19 adalah ujian terhadap ketangguhan suatu bangsa untuk bertahan, dengan memadukan seluruh potensi yang dimiliki dan secara bergotong royong berperan dalam pengendalian pandemik ini maka bencana kesehatan masyarakst ini juga cepat berlalu.
Kita tidak dapat menunggu kapan ini berakhir dengan hanya berdiam diri. tapi kita dapat mengakhirinya dengan bekerja secara kolektif, berkolaborasi dalam perang semesta melawan covid 19 ini.
Makassar 23 Januari 2021
Ridwan Amiruddin
Ketua PAEI Sulsel
Ketua PERSAKMI Indonesia
Kaprodi Doktoral IKM Unhas