Andi Irfan Jaya Eks Politisi Nasdem Divonis 6 Tahun Penjara di Kasus Djoko Tjandra, Hal Memberatkan
Andi Irfan Jaya eks politisi Partai Nasdem Sulsel divonis 6 tahun penjara di kasus Djoko Tjandra, hal memberatkan.
TRIBUN-TIMUR.COM - Andi Irfan Jaya eks politisi Partai Nasdem Sulsel divonis 6 tahun penjara di kasus Djoko Tjandra, hal memberatkan.
Kabar buruk buat politisi dan pengusaha asal Sulsel, Andi Irfan Jaya.
Mantan konsultan politik itu divonis lebih berat dari tuntutan.
Pengusaha Andi Irfan Jaya divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 4 bulan kurungan dalam kasus korupsi terkait kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA).
Majelis hakim menilai mantan Ketua Bappilu DPW Partai Nasdem Sulawesi Selatan itu terbukti bersalah menjadi perantara suap dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra ke Jaksa Pinangki Sirna Malasari, serta melakukan pemufakatan jahat.
"Mengadili, memutuskan menyatakan terdakwa Andi Irfan Jaya terbukti secara sah melakukan tindak pidana sengaja memberikan bantuan pada saat korupsi dilakukan sebagaimana dakwaan ke satu alternatif ke dua dan pemufakatan jahat korupsi dakwaan kedua alternatif ke dua," kata Ketua Majelis Hakim Ignatius Eko Purwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (18/1/2021), dikutip dari Antara.
Vonis itu lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut Andi Irfan Jaya 2,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 4 bulan kurungan.
Menurut majelis hakim, hal yang memberatkan adalah Andi Irfan Jaya membantu Djoko Tjandra tak menjalankan vonis dua tahun penjara di kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Kemudian, Andi Irfan Jaya dinilai menyangkal perbuatannya, menutup-nutupi keterlibatan pihak lain, tidak mendukung program pemerintah untuk bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme, berbelit-belit serta tidak mengakui kesalahan.
Sementara hal yang meringankan, Andi Irfan Jaya dianggap bersikap sopan.
"Terdakwa adalah tulang punggung keluarga; mempunyai tanggungan anak yang masih kecil; belum pernah dihukum; dan tidak menikmati hasil tindak pidana yang dilakukannya," kata hakim.
Menurut majelis hakim, Andi Irfan Jaya ikut bertemu dengan Djoko Tjandra bersama Pinangki dan advokat Anita Kolopaking pada 25 November 2019 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Kemudian, pada 26 November 2019, Djoko Tjandra melalui adik iparnya, Herriyadi Angga Kusuma (almarhum), memberikan uang 500.000 dollar Amerika Serikat kepada Andi Irfan Jaya di sekitar Mal Senayan City.
Andi Irfan Jaya lalu menyerahkan uang 500.000 dollar AS itu kepada Pinangki.
"Down payment (DP) 50 persen berupa uang sebesar 500.000 dollar AS benar telah diterima Pinangki Sirna Malasari melalui terdakwa," tutur hakim Eko.
"Dan sebagian yaitu 50.000 dollar AS diserahkan Pinangki kepada Anita Kolopaking sebagai DP 'lawyer' sesuai biaya kesepakatan untuk menyelesaikan masalah hukum Djoko Tjandra kepada Anita Kolopaking sebesar 400.000 dollar AS dan urusan lain-lain untuk terdakwa sebesar 600.000 dollar AS," sambung dia mengatakan.
Selain itu, Andi Irfan Jaya dinilai terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama Djoko Tjandra dan Pinangki untuk memberikan uang 10 juta dollar AS kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan MA agar memberikan fatwa.
Menurut majelis hakim, Andi Irfan Jaya awalnya memang tidak berniat jahat.
Namun, unsur pemufakatan jahat dinilai terpenuhi karena ada pembicaraan soal proses hukum Djoko Tjandra dalam pertemuan pada 25 November 2019.
"Karena saat itu dibicarakan mengenai pidananya Djoko Tjandra bila kembali ke Indonesia sehingga pemufakatan jahat telah selesai sempurna berdasarkan segala yang sudah dibahas antara keempatnya, meski akhirnya tidak terjadi karena Djoko Tjandra tidak menyetujui proposal tapi tidak mengubah pemufakatan jahat yang dimaksud," ungkap Eko.
Dalam kasus ini, Andi Irfan Jaya terbukti melanggar Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-1 dan Pasal 15 jo Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor.
Bikin action plan
Majelis hakim juga menilai Andi Irfan Jaya bertanggung jawab membuat action plan agar Djoko Tjandra tak perlu menjalani hukumannya.
Diketahui, sebelum tertangkap pada Juli 2020, Djoko Tjandra merupakan buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali di mana ia divonis 2 tahun penjara.
"Terdakwa selaku konsultan bertugas untuk meredam pemberitaan bagi Djoko Tjandra ketika kembali ke Indonesia," kata Eko dikutip dari Antara.
"Sekaligus dipercaya sebagai pembuat action plan misalnya untuk tindakan ini penanggung jawabnya siapa yang dituangkan dalam action plan dengan biaya 600.000 dollar AS untuk terdakwa sehingga unsur sengaja memberikan perbuatan pembantuan telah dipenuhi dalam perbuatan terdakwa," sambung dia mengatakan.
Menurut majelis hakim, Djoko Tjandra, Andi, Jaksa Pinangki Sirna Malasari, serta advokat Anita Kolopaking sudah menyepakati bahwa masalah hukum Djoko Tjandra diserahkan kepada Anita.
Sementara, masalah lainnya diurus Andi Irfan Jaya yang dituangkan dalam "action plan".
Atas perannya itu, Andi Irfan Jaya disebut akan menerima 600.000 dollar AS.
Hakim Eko mengatakan, Andi Irfan Jaya adalah seorang sarjana, pengusaha kuliner, pernah bekerja di perusahaan konsultan sehingga dipandang memiliki pengetahuan yang cukup untuk membuat proposal action plan.
"Meski Anita Kolopaking, Pinangki Sirna Malasari dan terdakwa tidak ada yang mengakui membuat action plan dalam bentuk surat tapi dipastikan bahwa pembuatan action plan dipercayakan kepada terdakwa berdasarkan pertemuan yang dihadiri oleh terdakwa, Anita, Pinangki dan Djoko Tjandra sehingga dapat dipastikan action plan benar adanya," ungkapnya.
Pertemuan yang dimaksud terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 25 November 2019.
Saat itu, Andi Irfan Jaya bersama Pinangki dan Anita menemui Djoko Tjandra di negara tetangga tersebut.
Dari surat dakwaan, terungkap bahwa ada inisial Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin dan mantan Ketua MA Hatta Ali (HA) yang dicantumkan dalam action plan.(*)