Penanganan Covid
ULASAN PAKAR 6 Penyebab Corona di Sulsel Tak Kunjung Landai, Andil Pemerintah Pusat dan Ilusi Vaksin
Cek Update Corona Sulsel Senin 28 Desember 2020 penyebab Covid-19 masih ganas di Sulsel. Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah butuh bantuan seluruh pihak
Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Mansur AM
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pandemi Covid-19 masih momok menakutkan pada hari-hari terahir 2020.
Khusus Sulawesi Selatan (Sulsel), belum ada perubahan signifikan padahal angka keterpaparan Covid-19 sudah turun pada Oktober-November.
Namun Desember kembali naik.
Bahkan mencapai angka tertinggi sejak wabah Covid-19 muncul di Sulsel
Kabar baiknya, dalam 24 jam terakhir tingkat kesembuhan di Sulsel nyaris menyentuh angka 1.000.
Informasi terbaru terkait data update Covid-19 di Sulawesi Selatan dilansir data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di akun sosial media Twitter @BNPB_Indonesia, Minggu (27/12/2020).
Terlihat, provinsi dengan angka penambahan pasien terkonfirmasi terbanyak yakni, DKI Jakarta 1.997 pasien, diikuti Jawa Barat 892 pasien, lalu Jawa Tengah 785 pasien, Jawa Timur 738 pasien.
Sulsel diurutan kelima dengan 262 pasien, disusul Kalimantan Timur 200 pasien.
Dengan penambahan 262 pasien di Sulsel membuat angka komulatif penambahan pasien terkonfirmasi tembus 29.125 orang.
Artinya, hingga periode (1-27/12/2020) total penambahan di angka 8.474 pasien dengan rerata 313 pasien terkonfirmasi per harinya.
Sementara untuk pasien sembuh naik hampir seribu, sekitar 942 pasien menjadi 24.233 pasien.
Untuk pasien positif yang meninggal bertambah 3 pasien, di angka 578 pasien.
Artinya, pasien aktif Covid-19 di Sulsel di angka 4.314 pasien.
Pasien aktif tersebar di rumah Orang Tanpa Gejala (OTG) yang isolasi mandiri dan isolasi di Duta Wisata Covid-19. Lalu dirawat di rumah sakit rujukan dan non rujukan di Sulsel.
Angka Penambahan Pasien Terkonfiemasi per hari Selama Desember 2020
1/12 + 155 pasien
2/12 + 125 pasien
3/12 + 137 pasien
4/12 + 180 pasien
5/12 + 158 pasien
6/12 + 179 pasien
7/12 + 345 pasien
8/12 + 112 pasien
9/12 + 157 pasien
10/12 + 227 pasien
11/12 + 259 pasien
12/12 + 240 pasien
13/12 + 218 pasien
14/12 + 295 pasien
15/12 + 84 pasien
16/12 + 447 pasien
17/12 + 333 pasien
18/12 + 531 pasien
19/12 + 391 pasien
20/12 + 489 pasien
21/12 + 559 pasien
22/12 + 539 pasien
23/12 + 524 pasien
24/12 + 520 pasien
25/12 + 411 pasien
26/12 + 547 pasien
27/12 + 262 pasien
Jumlah penambahan (1-27/12/2020) = 8.474 pasien
Rerata: 313 orang per hari.
Berikut ulasan tim Satgas Covid-19 Sulsel dan pakar Epidemologi Universitas Hasanuddin Makassar, Prof Ridwan Amiruddin.
Prof Ridwan sangat konsen pada upaya pemberantasan Covid-19.
Kali ini, ulasan Prof Ridwan dari berbagai perspektif untuk melihat secara akademis penyebab wabah ini masih sulit dikendalikan.
Ulasan Prof Ridwan Amiruddin

Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Sulawesi Selatan
Melepas tahun 2020 ini, terasa sangat berat. Beban Covid-19 (C19) terlalu berat, kasus baru terus tumbuh hingga dua kali lipat dari bulan sebelumnya.
Pertanyaan yang selalu muncul, mengapa kasus ini terus meningkat dan kapan berakhir?
Tentu pertanyaan yang relatif sulit di jawab. Secara science epidemiologi menggambarkan bahwa, pertumbuhan C-19 baik secara global maupun nasional dapat ditinjau dari beberapa perspective.
Pertama, perbedaan iklim. Ada kecenderungan kasus C19 mengalami percepatan pertumbuhan di musim hujan atau musim dingin dibanding musim kemarau atau panas.
Kedua, C19 mengalami penyebaran yang cepat di lingkungan keluarga yang padat, dengan ventilasi rumah yang buruk.
Ketiga, mutasi C19 yang terus berlangsung dengan daya tular yang lebih cepat hingga 70 persen menjadi mimpi buruk bagi penanganan C19.
Meskipun belum cukup bukti tentang angka fatalitas kasusnya yang lebih tinggi atau sebaliknya. Namun demikian, dengan penularan yang tinggi via aerosol, maka perlu pendekatan baru yang lebih agressif.
Keempat, karakter penduduk yang sulit berperilaku disiplin. Literasi kesehatan yang rendah. Mudah mempercayai berita hoax, kritis, temperamental dengan lokus kontrol yang rendah. Ini ciri masyarakat menengah ke bawah yang dominan. Sehingga, edukasi 3M tidak diperdulikan.
Kelima, ilusi vaksin. Pola kebijakan yang sepertinya ditarik ke sumbuh kuratif dengan gencar menginfornsikan tentang vaksin C19. Edukasi vaksin seolah menyamarkan pentingnya program 3M (protokol kesehatan).
Keenam, evaluasi program mitigasi multisektor yang relatif berhasil hingga September, cenderung mengendorkan protokol kesehatan.
Dampaknya, titik balik kasus bertumbuh tak terkendali dengan pemicu utama pilkada, pesta, pembukaan pusat pusat bisnis, dan kegiatan sosial lainnya.
Sebagai respons dari kebijakan pemerintas terkait dengan adaptasi kebiasaan baru.
Kondisi tersebut menjadi pemicu C19 di berbagai wilayah bertumbuh secara eksponensial dan menghawatirkan.
Hal ini disebabkan ketidakjelasan road map pengendalian C19 yang harus dijalankan.
Simpang siurnya penanganan C19 di lapangan membuat kebingungan di masyarakat tentang langkah langkah yang harus diambil.
Faktor penentu yang lain adalah lemahnya sense of crisis pimpinan di daerah dengan penafsiran tindakan mitigasi yang sub standar. Jauh dari upaya yang diharapkan dalam mengotrol penularan C19.
Besar harapan di awal tahun 2021 dengan nakhoda kementerian kesehatan yang baru dapat memberikan arah yang jelas dalam mitigasi C19.
Karena dengan sinergi dan kolaborasi yang kuat dari hulu hingga ke hilir, dari pusat hingga daerah dan keterlibatan secara maksimal seluruh stake holder C19 ini dapat di kontrol.(*)