Pilwali Makassar 2020
Partisipasi Pemilih Pilwali Makassar di Bawah Target Nasional, Pengamat: Alarm Kepercayaan Warga
Jumlah warga Kota Makassar menyalurkan hak pilihnya ke TPS berjumlah 537.585 orang. Jumlah DPT Makassar 901.087 orang.
Penulis: Ari Maryadi | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Partisipasi Pemilih Pemilihan Wali Kota Makassar 2020 kembali di bawah angka 60 persen.
Komisioner KPU Makassar, Endang Sari, mengatakan, angka partisipasi pemilih Pilwali Makassar kali ini mencapai 59,66 persen.
Jumlah warga Kota Makassar menyalurkan hak pilihnya ke TPS berjumlah 537.585 orang. Jumlah DPT Makassar 901.087 orang.
Angka ini jauh di bawah target nasional. Target partisipasi pemilih nasional sebesar 77,5 persen.
Bahkan dalam tiga kali Pilwali Makassar, angka partisipasi pemilih selalu di bawah angka 60 persen.
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik Unismuh Makassar, Andi Luhur Priyanto mengatakan, secara umum, rendahnya partisipasi pemilih sebenarnya adalah alarm atau peringatan.
Partisipasi pemilih dapat dimaknai sebagai peringatan terhadap kepercayaan warga negara atas prosedur-prosedur demokrasi yang dibangun.
"Legitimasi politik substantif pemimpin terpilih jadi rendah, meskipun memenuhi syarat legitimasi politik formal," kata Luhur kepada Tribun Timur, Selasa (15/12/2020).
Luhur menilai, sistem pemilihan yang dibangun Indonesia menempatkan aktivitas memilih sebagai hak. Bukan kewajiban.
Menurutnya, tipologi pemilih perkotaan yang didominasi urbanisasi berbeda dengan karakter pemilih non-urban atau sub-urban.
Ia mencontohkan perpindahkan pendudukan atau urbanisasi itu pada kemudahan akses informasi dan literasi elektoral pemilihnya.
"Hasil Pilwali juga tidak selalu terkait dengan aktivitas dan kepentingan masyarakat perkotaan yang plural," bebernya.
Luhur menjelaskan, persentase partisipasi pemilih yang rendah bisa dijelaskan dari perspektif sistem dan prosedur-prosedur pilkada (electoral system) dan kinerja penyelenggara (electoral process).
Ia mengatakan, kedua hal itu bisa menjadi faktor kritikal yang bisa membuat pemilih tidak hadir di TPS.
"Apalagi momen pemilihan berlangsung pada masa pandemi Covid-19. Angka golput teknis dan golput ideologis masih tinggi," terangnya.