Pilkada Serentak 2020
Golput Massal Desa Matabondu Sultra, Sejak Presiden SBY dan Joko Widodo Mereka Tak Dapat Dana Desa
Peristiwa golput massal di Desa Matabondu Sultra karena mereka tak pernah menikmati dana desa era presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo.
"Dana desa tidak pernah kita nikmati sejak 2007. Dana desa itu kami tahu selalu cair dari pusat tapi tidak pernah sampai ke kami," sambungnya.
Sementara itu, pengacara desa Matabondu Hikalton mengungkapkan, di desa tersebut ada satu tempat pemungutan suara (TPS) yang pernah didirikan pada Pemilihan Presiden 2014 dan 2019 dengan alamat desa Matabondu.
Namun sejak Pilkada 2020, TPS itu digabung dengan TPS desa tetangga, Tambolosu.
Tak hanya itu, tambah Hikalton, kartu tanda penduduk (KTP) mereka berbeda dengan alamat dalam surat panggilan memilih.
Di KTP, Matabondu tercatat sebagai desa persiapan dan nama jalan di dalam Desa Tambolosu.
Sedangkan di surat panggilan memilih tercatat sebagai dusun.
Sementara Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang dimiliki warga pun berbeda dari dua identitas itu.
KIS itu disebutkan Matabondu sebagai desa, hal yang sama tercatat di dalam surat tanda terima beras (TTB) dari Kementerian Sosial (Kemensos) lewat Program keluarga harapan (PKH) 2020 yang dimiliki 44 warga.
"Apakah Desa Matabondu ini masuk di wilayah NKRI, kalau tidak kasih jelas biar kita menyatakan sikap.
Sudah bertahun-tahun kami perjuangkan ini tapi belum ada jawaban sampai sekarang," ungkapnya.
Ketua KPU Sultra La Ode Abdul Natsir mengaku kaget dengan kedatangan belasan warga tersebut.
Dia sangat prihatin dengan sikap warga yang ingin mengembalikan C6-KWK- nya hanya beberapa jam sebelum pemungutan suara di Konsel dilakukan.
Natsir mengatakan akan berkoordinasi dengan KPU Konsel mengenai hal ini.
Dia berharap, belasan warga desa ini berubah pikiran dan tetap menyalurkan hak pilihnya walau tanpa menggunakan C6-KWK, dan menggunakan KTP.
"Kami juga tidak bisa menolak karena memilih ini adalah hak, kewajiban Negara memfasilitasi penyaluran hak tadi.