Hukum Terima Serangan Fajar dalam Islam di Pilkada Serentak, Haram atau Boleh? Penjelasan Lengkap
Hukum terima serangan fajar dalam Islam di Pilkada serentak, haram atau boleh? Penjelasan lengkap.
TRIBUN-TIMUR.COM - Hukum terima serangan fajar dalam Islam di Pilkada serentak, haram atau boleh? Penjelasan lengkap.
Pada Rabu (9/12/2020) besok, di sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota secara serentak akan dilakukan pencoblosan atau pemungutan suara pemilihan kepala daerah.
Di setiap momen pemilihan umum, selalu ada praktik serangan fajar atau suap kepada pemilih, beberapa jam sebelum TPS dibuka.
Bentuknya macam-macam, mulai uang tunai hingga barang.
Lalu, bagaimana hukum terima serangan fajar dalam Islam?
Dikutip dari laman KonsultasiSyariah.com melalui artikel Hukum Menerima ‘Serangan Fajar’ menerima serangan fajar termasuk risywah (suap).
Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan:
الرشوة ما يعطى لإبطال حق، أو لإحقاق باطل
Risywah (suap) adalah sesuatu yang diberikan (oleh seseorang) untuk menyalahkan yang benar atau membenarkan yang salah. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 24/256).
Oleh karena itu, sikap yang tepat adalah menolak dengan tegas kedatangan serangan subuh itu.
Anda bisa sampaikan bahwa anda tidak bersedia menerimanya karena ini termasuk suap.
Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemberi suap dan yang menerima suap. (HR. Ahmad 6532, Abu Daud 3580, Turmudzi 1337, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)
Komite resmi untuk fatwa dan penelitian Islam KSA (Lajnah Daimah) telah menfatwakan haramnya pemberian dan penerimaan hadiah dari calon yang akan ikut pemilihan legislatif.
Apakah hukum Islam tentang seorang calon anggota legislatif dalam pemilihan yang memberikan harta kepada rakyat agar mereka memilihnya dalam Pemilu?
Jawaban Lajnah Daimah,
إعطاء الناخب مالا من المرشح من أجل أن يصوت باسمه نوع من الرشوة، وهي محرمة. وأما النظر في العقوبة فمرجعه المحاكم الشرعية
Memberikan sejumlah uang kepada calon pemilih dari kandidat peserta pemilu, agar mereka memilih dirinya, termasuk bentuk risywah (suap) dan hukumnya haram. Adapun sanksi pidana, ini kembali kepada keputusan pengadilan.
(Fatawa Lajnah Daimah, jilid 23, hlm 542.).
Serangan fajar di masa tenang
Sebelumnya diberitakan Kompas.com, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI ) Siti Zuhro mengungkap beberapa kerawanan pelanggaran yang kemungkinan akan terjadi saat masa tenang Pilkada 2020.
Menurut dia, salah satu kerawanan pelanggaran yang akan terjadi adalah politik uang dan jual beli suara (vote buying).
"Biasanya serangan fajar, serangan-serangan yang serupa yang intinya itu beli suara," kata Siti kepada Kompas.com, Kamis (3/12/2020).
Siti mengatakan, politik uang atau vote buying bukanlah hal baru dalam pelaksanaan pemilihan umum.
Jelang pencoblosan, biasanya ada pihak-pihak yang membagikan uang kepada masyarakat, dengan tujuan untuk memengaruhi agar memilih pasangan calon tertentu.
Oleh karena itu, Siti berharap hal itu dapat dicegah oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Ini juga harus dicegah bagaimana agar penyelenggara, KPU dengan perangkatnya sampai ke TPS betul-betul melaksanakan tugasnya secara profesional tidak partisan, tidak akan menjual beli suara," ujarnya.
Siti juga menilai pengawasan terhadap pelanggaran dalam pilkada tidak bisa dilakukan satu pihak saja.
Ia menekankan, pengawasan harus dilakukan secara bersinergi dengan berbagai pihak, termasuk masyarakat.
"Dan itu juga tidak cukup dari para pengawas-pengawas atas nama dari partai-partai masing-masing, sangat tidak cukup. Bawaslu saja juga kurang," ungkapnya.
Hal senada diungkapkan Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi ( Perludem ) Khoirunnisa Agustyati.
Ia mengungkap beberapa potensi kampanye gelap pada masa tenang Pilkada 2020, antara lain politik uang hingga alat peraga yang belum diturunkan.
"Beberapa hal yang biasa ya masih terjadi di masa tenang adalah alat peraga yang belum diturunkan, logistik pemungutan dan penghitungan suara terlambat, dan politik uang," tutur Khoirunnisa kepada Kompas.com, Rabu (2/12/2020).
Masa kampanye sudah dimulai sejak 26 September dan akan berakhir pada 5 Desember 2020.
Kemudian masa tenang berlangsung pada 6 hingga 8 Desember 2020.
Tahap pemungutan suara pilkada akan digelar pada 9 Desember di sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota secara serentak.(*)
