Respon Peringatan Prof Idrus, Konsultan Satgas Covid Sulsel: Sebagai Peringatan
Namun, terkait gelombang kedua ia tidak merespon. Mengingat gelombang pertama saja belum selesai.
Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Imam Wahyudi
FB Ridwan Amiruddin
Ketua Tim Konsultan Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Sulsel, Prof Ridwan Amiruddin
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Guru besar ilmu kedokteran Universitas Hasanuddin Prof Idrus Paturusi memperingatkan bahaya potensi gelombang kedua Covid-19 di Sulawesi Selatan jika masyarakat lengah.
Merespon hal tersebut, Ketua Tim Konsultan Satgas Penanganan Covid-19 Sulsel, Prof Ridwan Amiruddin merespon singkat.
"Baguslah sebagai peringatan bagi warga Sulsel," kata Ridwan via pesan WhatsApp, Minggu (22/11/2020).
Namun, terkait gelombang kedua ia tidak merespon. Mengingat gelombang pertama saja belum selesai.
Prof Idrus menggaris bawahi bahwa, Positif Rate menjadi patokan melandai atau tidaknya kasus terkonfirmasi di Sulsel. Lalu bagaimana positif rate Sulsel saat ini?
"PR Sulsel berkisar 5% sampai 13%," ujarnya.
Artinya, masih di atas batas aman positif rate yang dianjurkan WHO yakni di bawah 5 persen.
Seperti diketahui, Mantan Rektor Unhas Peof Idris itu mengingatkan masyarakat Sulsel agar tidak lengah terhadap penerapan protokol kesehatan Covid-19.
Prof Idrus mencontohkan kasus Covid-19 di Jawa Barat yang sempat menurun namun kini menjadi provinsi terbanyak, bahkan kadang mengalahkan DKI Jakarta.
"Masih ingat beberapa bulan lalu Jawa Barat itu pernah 18 hingga 20 kasus perhari. Tapi sekarang dia sudah nomor satu, kadang-kadang lebih tinggi dari DKI Jakarta," katanya kepada Tribun Timur di pedagang nasi kuning, Minggu (22/11/2020) pagi.
"Nah ini kita takutkan. Karena seperti ini sebetulanya ini fik dari pada anu. Tapi masih naik, belum melandai. Kalau dia turun yang kita takutkan lagi jadi second wave atau gelombang kedua," terang Prof Idrus.
Prof Idrus mengatakan, Sulawesi Selatan belum dikategorikan gelombang kedua karena tren angka kasus Covid-19 masih naik.
Prof Idrus menilai, angka trend kasus Covid-19 itu adalah angka fluktuatif.
Menurutnya, angka trend Covid-19 tidak boleh dikatakan atau klaim melandai jika tidak dibarangi dengan pemeriksaan swab. Ia menyebutnya dengan istilah Positivity Rate.
Prof Idrus mengingatkan pesan Ketua Umum PMI Sulsel Jusuf Kalla bahwa kurangnya jumlah kasus baru bisa jadi dikarenakan kurangnya testing, atau pemeriksaan swab.
Contohnya seperti jumlah kasus di Hari Senin dan Selasa yang kurang karena kurangnya pemeriksaan swab. "Jadi itu belum tentu kasusnya berkurang," bebernya.
"Makanya saya selalu katakan yang paling penting adalah positivity rate," tegas Prof Idrus.
Positivity rate adalah perbandingan antara jumlah kasus positif Covid-19 dengan jumlah tes yang dilakukan.
Prof Idrus mencontohkan, jika jumlah sampel yang diperiksa sebanyak 100, kemudian yang dinyatakan positif sebanyak 15 diantaranya, maka positivity rate-nya adalah 15 persen.
"Sekarang kita ngomong positivity rate kita berapa? Jadi katakanlah hari Senin dan Minggu sedikit pertambahan kasus, tapi kita harus lihat positivity rate kita berapa," terangnya.
Prof Idrus mengatakan, positivity rate adalah cara untuk menentukan apakah Covid-19 betul-betul melandai di Sulsel atau belum.
"Ini sebetulnya angka yang pasti, untuk mengatakan apakah virus itu masih tinggi atau tidak," sambungnya.