Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Unsulbar

Unsulbar Gelar Webinar, Bahas Anatomi UU Desa dalam Skema SDGs

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar) mengadakan Webinar bertemakan Mambaca Ulang Anatomi Undang-Undang Desa

Penulis: Hasan Basri | Editor: Suryana Anas
FISIP Sulbar
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sulawesi Barat (Sulbar) mengadakan Webinar bertemakan Mambaca Ulang Anatomi Undang-Undang Desa dalam Skema Sustainable Development Goals (SDGs). 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAJENE -- Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sulawesi Barat (Sulbar) mengadakan Webinar bertemakan Mambaca Ulang Anatomi Undang-Undang Desa dalam Skema Sustainable Development Goals (SDGs)

Webinar yang digelar Senin (16/11/2020) menghadirikan para pakar desa  sebagai penyaji atau narasumber. Diantaranya,Tim Penyusun Undang-Undang Desa Budiman Sudjatmiko, Ketua STPMDAPMD Yogyakarta Sutoro Eko, Direktur Eksekutif LSN Syarif Arifaid.

Ditjen PPMD Bito Wikantosa, serta Kepala Desa Tammangalle yang juga sebagai Ketua APDESI Sulawesi Barat Husain Nawawi.
Sementara pesertanya para kepala desa beserta perangkat dan BPD Se Provinsi Sulawesi Barat

Ditjen PPMD Bito Wikantosa dalam pemaparannya menyebutkan, kedepan Pembangunan Desa harus berbasis Data. Data menjadi penting dalam merumuskan pembangunan desa.

Sementara Budiman Sudjatmiko selaku  Tim Penyusun Undang-Undang Desa mengemukakan,  agenda setelah runtuhnya orde baru adalah kebebasan.

Setelahnya dilanjutkan oleh agenda keadilan dan kemudian sekarang masuk ke dalam babak baru perubahan dimana agenda kemajuan menjadi titik penting pembangunan.

"Agenda-agenda tersebut  yang tidak terpisahkan satu sama lain," kata mantan aktivis 98 itu dalam rilisnya.

Menurutnya, kebebasan tanpa keadilan itu percuma, keadilan tanpa kemajuan tak ada gunanya.

Ia menawarkan konsep Trisakti ABC dan Revolusi Industri 4.0 sebagai solusi bagi pembangunan desa.

Sedangkan, Direktur Eksekutif LSN Syarif Arifaid menyampaikan, Desa merupakan instrumen kebijakan Pemberdayaan dan sekaligus sebagai sarana kedaulatan warga desa.

"Untuk itu Negara harus betul-betul memahami asas rekognisi dan subsidiaritas sebagai jalan paralel yang menghubungkan negara, masyarakat dan korporasi," paparnya.

Kemudian Ketua STPMDAPMD Yogyakarta Sutoro Eko, menuturkan SDGs adalah salah satu bentuk salah kaprah membangun desa.

Pemerintah terlalu jauh masuk mengurusi Desa, sehingga merusak rekognisi, otorisasi dan distribusi.

Baginya praktik yang terjadi selama ini menganggap pemerintah lebih banyak mengatur desa dan Desa lebih banyak mengurus dari pada mengatur.

Ia menawarkan tiga hal yang bersumber dari kepentingan masyarakat setempat dan kepentingan warga, yaitu distribusi, emansipasi dan intervensi.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved