HUT ke 413 Makassar
Sejarah Hari Ini: Ulang Tahun Kota Makassar, Begini Awal Terbentuknya
Hari ini 9 November 2020 menjadi Hari Ulang Tahun Kota Makassar.Kota Makassar kini berusia 413 Tahun.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Suryana Anas
TRIBUNTIMURWIKI.COM- Hari ini 9 November 2020 menjadi Hari Ulang Tahun Kota Makassar.
Kota Makassar kini berusia 413 Tahun.
Tak ada perayaan spesial karena bertepatan dengan pandemi virus corona yang belum berakhir hingga saat ini.
Biasanya jika pada momen ini, sederet perhelatan pun digelar.
Mulai dari konser, perlombaan, dan lain sebagainya.
Untuk mengilas balik seputar Kota Makassar dan awal terbentuknya berikut informasinya:
Dilansir dari berbagai sumber, Kota Makassar adalah ibu kota provinsi Sulawesi Selatan.
Makassar merupakan kota metropolitan terbesar di kawasan Indonesia Timur dan pada masa lalu pernah menjadi ibu kota Negara Indonesia Timur dan Provinsi Sulawesi.
Makassar terletak di pesisir barat daya Pulau Sulawesi dan berbatasan dengan Selat Makassar di sebelah barat, Kabupaten Kepulauan Pangkajene di sebelah utara, Kabupaten Maros di sebelah timur dan Kabupaten Gowa di sebelah selatan.
Menurut Bappenas, Makassar adalah salah satu dari empat pusat pertumbuhan utama di Indonesia, bersama dengan Medan, Jakarta, dan Surabaya.
Dengan memiliki wilayah seluas 175,77 km² dan jumlah penduduk lebih dari 1,5 juta jiwa, kota ini berada di urutan kelima kota terbesar di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan.
Secara demografis, kota ini tergolong tipe multi etnik atau multi kultur dengan beragam suku bangsa yang menetap di dalamnya, di antaranya yang signifikan jumlahnya adalah Suku Makassar, Bugis, Toraja, Mandar, Buton, Jawa, dan Tionghoa.
Makanan khas Makassar yang umum dijumpai di pelosok kota adalah Coto Makassar, Roti Maros, Jalangkote, Bassang, Kue Tori, Palubutung, Pisang Ijo, Sop Saudara dan Sop Konro.
Nama Makassar sudah disebutkan dalam pupuh 14/3 kitab Nagarakretagama karya Mpu Prapanca pada abad ke-14, sebagai salah satu daerah taklukkan Majapahit.
Walaupun demikian, Raja Gowa ke-9 Tumaparisi Kallonna (1510-1546) diperkirakan adalah tokoh pertama yang benar-benar mengembangkan kota Makassar.
Ia memindahkan pusat kerajaan dari pedalaman ke tepi pantai, mendirikan benteng di muara Sungai Jeneberang, serta mengangkat seorang syahbandar untuk mengatur perdagangan.
Pada abad ke-16, Makassar menjadi pusat perdagangan yang dominan di Indonesia Timur, sekaligus menjadi salah satu kota terbesar di Asia Tenggara.
Raja-raja Makassar menerapkan kebijakan perdagangan bebas yang ketat, di mana seluruh pengunjung ke Makassar berhak melakukan perniagaan disana dan menolak upaya VOC (Belanda) untuk memperoleh hak monopoli di kota tersebut.
Kota ini dahulu bernama Ujung Pandang dan dipakai dari kira-kira tahun 1971 sampai tahun 1999.
Alasan untuk mengganti nama Makassar menjadi Ujung Pandang dengan alasan politik, antara lain karena Makassar adalah nama sebuah suku bangsa padahal tidak semua penduduk kota Makassar adalah anggota dari etnik Makassar.
Ujung Pandang sendiri adalah nama sebuah kampung dalam wilayah Kota Makassar.
Bermula di dekat Benteng Ujung Pandang sekarang ini, membujurlah suatu tanjung yang ditumbuhi rumpun-rumpun pandan.
Sekarang Tanjung ini tidak ada lagi.
Nama Ujung Pandang mulai dikenal pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-X, Tunipalangga yang pada tahun 1545 mendirikan benteng Ujung Pandang sebagai kelengkapan benteng-benteng kerajaan Gowa yang sudah ada sebelumnya, antara lain Barombong, Somba Opu, Panakukang dan benteng-benteng kecil lainnya.
Setelah bagian luar benteng selesai, didirikanlah bangunan khas Gowa (Balla Lompoa) di dalamnya yang terbuat dari kayu.
Sementara di sekitar benteng terbentuk kampung yang semakin lama semakin ramai. Disanalah kampung Jourpandan (Juppandang).
Sedangkan Benteng dijadikan sebagai kota kecil di tepi pantai Losari.
Perubahan Nama Ujung Pandang
Sejak awal proses perubahan nama Makassar menjadi Ujung Pandang, telah mendapat protes dari kalangan masyarakat.
Terutama kalangan budayawan, seniman, sejarawan, pemerhati hukum dan pebisinis.
Bahkan ketika itu sempat didekalarasikan Petisi Makassar oleh Prof. Dr. Andi Zainal Abidin Farid SH, Prof. Dr. Mattulada dan Drs. H. D. Mangemba, dari deklarasi petisi Makassar inilah polemik tentang nama terus mengalir dalam bentuk seminar, lokakarya dan sebagainya.
Beberapa seminar yang membahas tentang polemik penggantian nama Makassar antara lain:
Seminar Makassar yang dilaksanakan pada tanggal 21 Maret 1981 di Hotel Raodah, diselenggarakan oleh SOKSI Sulsel.
Diskusi panel Makassar Bersinar diselenggarakan 10 November 1991 di gedung Harian Pedoman Rakyat lantai III.
“Seminar Penelusuran Hari Lahirnya Makassar”, 21 Agustus 1995 di Makassar Golden Hotel.
Namun Pemerintah Daerah maupun DPRD setempat, tidak juga tergugah untuk mengembalikan nama Makassar pada ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan.
Nasib kota “Daeng” ini nyaris tak menentu, hingga akhirnya dipenghujung masa jabatan Presiden B.J. Habibie, nama Makassar dikembalikan, justru tanpa melalui proses yang berbelit.
Dalam konsideran Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 1999, di antaranya menyebutkan bahwa perubahan itu wujud keinginan masyarakat Ujung Pandang dengan mendapat dukungan DPRD Ujung Pandang dan perubahan ini sejalan dengan pasal 5 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1999, bahwa perubahan nama daerah, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Seiring perubahan dan pengembalian nama Makassar, maka nama Ujung Pandang kini tinggal kenangan dan selanjutnya semua elemen masyarakat kota mulai dari para budayawan, pemerintah serta masyarakat kemudian mengadakan penelurusan dan pengkajian sejarah Makassar, Hasilnya Pemerintah Daerah Nomor 1 Tahun 2000, menetapkan Hari jadi Kota Makassar, tanggal 9 November 1607.
Dan untuk pertama kali Hari Jadi Kota Makassar ke 393, diperingati pada tanggal 9 November 2000.
Nama Makassar berasal dari sebuah kata dalam bahasa Makassar "Mangkasarak" yang berarti yang metampakkan diri atau yang bersifat terbuka. (*)